Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan

Kamis, 29 Desember 2022

Mengenal Amal Clooney, Pengacara Cerdas Pasangan George Clooney

(gettyimages)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "After 10 Years of Marriage, This Man is Divorced by His Wife Because He is Addicted To Fishing", "Notonagoro, Akademisi Hukum Dan Pelopor Filsafat Pancasila", "Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Amal Clooney, Pengacara Cerdas Pasangan George Clooney'.

Biografi Singkat

Amal Clooney (née Alamuddin; bahasa Arab: أمل علم الدين‎; lahir 3 Februari 1978) adalah seorang barrister Lebanon-Inggris di Doughty Street Chambers, yang mengkhususkan diri dalam bidang hukum internasional dan HAM. Klien-kliennya meliputi Julian Assange, pendiri WikiLeaks, dalam perjuangannya melawan ekstradisi; mantan perdana menteri Ukraina, Yulia Tymoshenko; wartawan Mesir-Kanada Mohamed Fahmy; dan penerima Nobel Nadia Murad. Pada September 2021, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menunjuk Amal Clooney sebagai Penasihat Khusus untuk konflik Sudan di Darfur.[1]

Sejak masa kuliah, kemampuan Amal di bidang hukum sudah mendapatkan banyak pengakuan. Saat mengambil gelar master di New York University School of Law 2001 lalu, ia menerima penghargaan Jack J. Katz Memorial untuk keunggulannya dalam bidang hukum hiburan. Setelah menyelesaikan kuliah dan bekerja di berbagai kantor pengacara di New York, Amal kembali ke Inggris pada 2010. Saat itu kelahiran Lebanon tersebut menerima pekerjaan sebagai pengacara di Doughty Street Chambers, Inggris.[2]

Karir Sebagai Pengacara

Pada 2013, Amal telah ditunjuk oleh sejumlah komisi PBB termasuk sebagai penasihat Kofi Annan untuk Suriah dan sebagai penasihat bagi Ben Emmerson QC, rapporteur untuk HAM PBB. Agustus 2014, Amal dipilih menjadi salah satu dari tiga anggota komisi PBB untuk menyelidiki adanya pelanggaran peraturan perang di Gaza selama konflik Israel-Gaza. Namun kala itu ia harus menolak permintaan tersebut.[3]

"Ada berbagai laporan yang diterbitkan hari ini menyatakan bahwa saya telah ditunjuk sebagai salah satu dari tiga anggota Komisi Penyelidikan PBB untuk Gaza. Saya merasa situasi di Jalur Gaza sangat mengerikan, terutama para korban sipil, dan saya percaya bahwa harus ada penyelidikan independen dan pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah dilakukan," ungkapnya kala itu. Keaktifannya di PBB menjadi salah satu alasan kedekatannya dengan George Clooney yang sama-sama aktif di kegiatan sosial. Kala itu sang aktor dikabarkan jatuh cinta pada Amal karena kecerdasannya.[4]
____________________
References:

1. "Amal Clooney", //id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 23 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Amal_Clooney
2. "Mengenal Lebih Dekat Amal Alamuddin, Pengacara Cantik Istri George Clooney", hot.detik.com., Diakses pada tanggal 23 Desember 2022, Link: https://hot.detik.com/hot-profile/d-2715086/mengenal-lebih-dekat-amal-alamuddin-pengacara-cantik-istri-george-clooney
3. Ibid.
4. Ibid.

Selasa, 27 Desember 2022

Soedikno Mertokusumo, Pakar Hukum Perdata Dan Hukum Acara Perdata

(detik.com)

Oleh:
Tim Hukumindo


Biografi Singkat

Prof. Dr. RM. Sudikno Mertokusumo, S.H. dilahirkan di Surabaya, 7 Desember 1924. Ia menempuh pendidikan HIS (1939), MULO (1942), Sekolah Menengah Tinggi (1946), menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1958). Gelar doktor ilmu hukum diperolehnya dari Gadjah Mada, (1971) dengan disertasi Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di Indonesia.[1]

Sudikno memulai karier sebagai hakim pengadilan negeri di Yogyakarta (1958) dan menjabat ketua di pengadilan negeri yang sama (1965), ketua pengadilan negeri Bandung(1970). Menjadi dosen di almamaternya (1963) dan beberapa kali menjabat sebagai dekan Fakultas Hukum UGM. Ia juga pernah menjadi penasihat hukum pemerintah R.I dalam kasus Pertamina melawan Kartika Tahir di pengadilan Singapura. Sampai akhir hayatnya, ia tetap aktif mengajar S2 dan S3 Universitas Gadjah Mada dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.[2]

Pada hari Kamis, 1 Desember 2011 pada pukul 04.15 WIB, ia meninggal dunia setelah dirawat di RS Panti Rapih, Yogyakarta. Penghargaan: 1). Satyalancana Penegak, 5 Oktober 1973; 2). Satyalancana Karya Satya TK 1, 27 Februari 1987; 3). Bintang Jasa Utama, 6 Agustus 1998; 4). Anugerah Sewaka Winayaroha, 4 Desember 2007.[3]

Pakar Hukum Perdata Dan Hukum Acara Perdata

Wakil Dekan FH UGM bidang akademik, Dr. Sigit Riyanto, S.H., LLM menuturkan almarhum merupakan ahli hukum yang paripurna baik sebagai akademisi, serta berpengalam sebagai hakim dan praktisi di bidang hukum. Beliau merupakan ketua tim hukum Keraton Jogjakarta hingga akhir hayatnya dan sangat penting dalam mengawal keraton dari segi hukum, ujarnya.[4]

Selain itu, almarhum Prof. Sudikno memberi sumbangan sangat besar dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah buku bahan ajar yang jadi rujukan mahasiswa di seluruh Fakultas Hukum se-Indonesia. Beberapa buku yang diterbitkan di antaranya adalah Mengenal Hukum (sebuah pengantar) terbitan 1986. Buku beliau sudah lebih dari 30 tahun dan masih dipakai hingga kini terutama yang berkaitan dengan teori hukum dan perdata, tuturnya.[5]

Sigit Riyanto sendiri sendiri pernah diajar oleh almarhum ketika pertama kali menjadi mahasiswa. Dalam interaksinya, dia menilai sosok Prof. Sudikno adalah figur yang santun, bijak tetapi juga cerdas. Sosoknya juga memberi teladan bagi mahasiswa dan kolega untuk menjadi akademisi sekaligus mahluk sosial di masyarakat. Beliau mengajarkan hal-hal fundamental dalam memahami ilmu hukum sehingga jadi bekal yang bermanfaat, tambahnya.[6]

Sementara itu, Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi, Perencanaan, Pengembangan, dan SDM, Ir. Adam Pamudji Rahardjo, M.Sc., Ph.D mengatakan seluruh sivitas akademika berbela sungkawa dengan kepergian Prof. Sudikno. Almarhum merupakan sosok yang sarat prestasi dan dedikasi serta aktif mengembangkan pemikiran dan tenaganya untuk dunia hukum. Hal yang perlu dicontoh adalah semangat beliau dalam menyebarkan ilmu pengetahuannya sangat tinggi. Semoga sumbangsih beliau jadi contoh bagi generasi berikutnya, tuturnya.[7] 
____________________
References:

1. "Sudikno Mertokusumo", www.belbuk.com., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://www.belbuk.com/sudikno-mertokusumo-pn-186.html
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Guru Besar Fakultas Hukum, Prof. Sudikno Berpulang", www.ugm.ac.id., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://www.ugm.ac.id/id/berita/3865-guru-besar-fakultas-hukum-prof-sudikno-berpulang
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.

Sabtu, 24 Desember 2022

R. Soeprapto, Bapak Kejaksaan Republik Indonesia

(historia.id)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "10 Mega-Corruption Cases with the Larges Losses in Indonesia", "Notonagoro, Akademisi Hukum Dan Pelopor Filsafat Pancasila", "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama" dan "Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'R. Soeprapto, Bapak Kejaksaan Republik Indonesia'.

Biografi Singkat

Soeprapto lahir 17 Maret 1896 dengan ayah seorang Controlleur pajak di Trenggalek, Jawa Timur. Kemudian, Soeprpato menamatkan ELS (Europesche Lagere School) pada tahun 1914 dan melanjutkan studi ke Sekolah Hakim di Batavia, selesai tahun 1920 bersama dengan Wongsonegoro, Isqak, dan Mas Soemardi. Setelah lulus, ia ditempatkan di Landraaad (Pengadilan untuk kaum Bumi Putera) di Tulungagung dan Trenggalek. Kemudian, ia dipindahkan ke berbagai kota seperti, Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar sampai Mataram (Pulau Lombok). Dalam rentang tahun 1937-1941 hakim Soeprapto menjabat Kepala Landraad Cheribon-Kuningan, dilanjutkan ke Salatiga-Boyolali, dan ke Banyuwangi menjadi pengawas hukum di Karesidenan Besuki. Ketika Jepang datang pada bulan Maret 1942, Soeprapto menjabat Kepala Pengadilan Karesidenan Pekalongan.[1]

Selepas proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pindah ibu kota ke Yogyakarta hingga memperoleh kedaulatan pada 27 Desember 1949, Soeprapto tetap bekerja di pengadilan Keresidenan Pekalongan. Hingga Indonesia kembali lagi ke Jakarta pada tahun 1950 yang sejak 1920 berkarier di kehakiman, mulai memasuki kamar penuntut umum. Atas jasa-jasa dan perjuangannya menegakkan citra kejaksaan, R. Soeprapto ditetapkan sebagai Bapak Kejaksaan Republik Indonesia. Patungnya kini tegak berdiri di halaman depan Gedung Kejaksaan Agung, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.[2]

Delapan tahun setelah Jepang tiba di Indonesia, Soeprapto akhirnya menjabat sebagai Jaksa Agung ada 28 Desember 1950. Sebelum menjabat sebagai Jaksa Agung, ia sempat menjadi hakim anggota Mahkamah Agung.[3] Jaksa Agung R. Soeprapto diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Soekarno, pada tanggal 1 April 1959.[4]

Sosok Jaksa yang Tegas

Sebagai jaksa Soeprapto sangat tegas. Ia tidak segan menjatuhkan hukuman mati. Seperti yang dijatuhkan terhadap Kutil, jagoan dari Talang, Tegal. Semula ia pemangkas rambut, tetapi revolusi telah mengantarkannya sebagai pemimpin lokal AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia), dan bermarkas di gedung Bank Rakyat, Talang. Mereka merampas rumah pegawai Belanda dan pedagang kaya lalu membagikan kepada rakyat miskin. Akhir gerakannya ini menjadi tidak terkendali.[5]

Pada 4 November misalnya, dua orang pemimpin perjuangan Tegal dan wakil ketua KNI (Komite Nasional Indonesia) Tegal, terbunuh di Talang. Maka, ketika Kutil diadili, masyarakat membelanya. Di pengadilan, Kutil mengakui semua pembunuhan yang dilakukannya. Dalam kondisi seperti itulah, Hakim Soeprapto harus mengambil keputusan. Dan ia memilih alasan-alasan hukum, bukan politik. Siapa pun, tidak boleh melakukan pembunuhan tanpa proses hukum. Kutil yang telah terbukti di meja hijau melakukan serangkaian pembunuhan, akhirnya 21 Oktober 1946, dijatuhi vonis mati. Ia tercatat sebagai penerima vonis mati pertama di Indonesia setelah masa kemerdekaan.[6]

Pada zaman Belanda dan Jepang, Soeprapto telah empat kali menuntut hukuman mati bagi perkara pembunuhan sadis. Soal vonis mati tetap dianggapnya perlu sampai ketika ia menjabat Jaksa Agung. Ketika sejumlah perkara besar terjadi tahun 1958, seperti Peristiwa Cikini, peledakan granat saat Presiden Soekarno di SD Cikini. Soeprapto menganggap tepat saatnya dilaksanakan hukuman mati, karena begitu banyak jatuh korban jiwa tewas akibat peristiwa itu. Soeprapto wafat pada 2 Desember 1964. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.[7]
____________________
References:

1. "R. Soeprapto (Jaksa Agung)", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/R._Soeprapto_(jaksa_agung)
2. Ibid.
3. "Sosok Jaksa Agung R Soeprapto yang Kini Jadi Nama Flyover di Bandung", www.detik.com., Diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Link: https://www.detik.com/jabar/berita/d-6409906/sosok-jaksa-agung-r-soeprapto-yang-kini-jadi-nama-flyover-di-bandung
4. Wikipedia., Op.Cit.,
5. www.detik.com., Op.Cit.
6. www.detik.com., Op.Cit.
7. www.detik.com., Op.Cit.

Kamis, 22 Desember 2022

Notonagoro, Akademisi Hukum Dan Pelopor Filsafat Pancasila

(liputan68.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Soepomo, Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya", "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama", "Mengenal Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK Pertama", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Notonagoro, Akademisi Hukum Dan Pelopor Filsafat Pancasila'.

Biografi Singkat

Prof. Dr. (H.C.) Mr. Drs. Notonagoro (10 Desember 1905 – 23 September 1981) adalah seorang akademisi hukum dan pemikir Indonesia. Ia dikreditkan sebagai orang pertama yang mendekati falsafah negara Pancasila secara filosofis. Ia mengajar sebagai guru besar di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia merupakan peneliti dan pemikir filsafat Pancasila. Ia lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 10 Desember 1905, dan wafat pada 23 September 1981. Ia menikah dengan Gusti Raden Ayu Koestimah putri Pakubuwono X, Raja keraton Surakarta. Gelar keraton yang kemudian ia sandang adalah Raden Mas Tumenggung Notonagoro.[1]

Notonagoro lahir dengan nama Sukamto di Sragen, Jawa Tengah, Indonesia pada 10 Desember 1905. Setelah menikah dengan Gusti Raden Ayu Koostimah, putri Pakubuwono X, Susuhunan Surakarta, sebagai pegawai negeri ('"abdi dalem"') '"Kasunanan"' kerajaan, ia dipromosikan ke pangkat '"Bupati Anom"', diberi gelar kerajaan '"Raden Mas Tumenggung"' dan diberi nama 'dewasa' '"Notonagoro"'. Riwayat pendidikannya adalah sarjana Meester in de Rechten tahun 1929 dari Rechtshogeschool di Jakarta, Doktorandus in de indologi (Drs.) pada tahun 1932, dan gelar terakhir doktor honoris causa dalam ilmu filsafat, yang dianugrahkan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.[2]

Perjalanan kariernya dimulai pada tahun 1932-1938 di kantor pusat keuangan negeri Surakarta. selain itu, pada tahun 1933-1939 mengajar di Particuliaere Algemene Middelbare School di Jakarta, dan menjadi ketua bank pada tahun 1933-1940. Setahun setelah Indonesia merdeka, Notonagoro diminta untuk bergabung dengan Kementerian Kemakmuran; tahun berikutnya, ia mulai mengajar di Fakultas Pertanian di Klaten, Jawa Tengah. Pada tahun 1949 ia membantu pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, kemudian menjadi dosen tamu yang mengajar hukum agraria. Pada tahun 1952 ia telah menjadi dekan fakultas hukum. Notonagoro menjadi pendiri Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968. Atas kiprahnya bersama universitas dan pemikiran tentang Pancasila, Notonagoro dianugerahi gelar doktor kehormatan bidang filsafat dari Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember 1973. Ia meninggal pada 23 September 1981.[3]

Notonagoro, Akademisi Hukum Dan Pelopor Filsafat Pancasila

Sumbangsih pemikiran hukum Notonagoro. Pascapemilu Indonesia pertama tahun 1955, konstituante diberi mandat untuk merumuskan konstitusi baru menggantikan UUD Sementara 1950. Namun, karena banyaknya intrik antargolongan dan kepentingan sidang konstituante sering deadlock, sampai 1958 undang-undang baru tersebut belum jadi. Hingga akhirnya keluarlah Dekret Presiden pada 5 Juli 1959 yang mengembalikan UUD 45 sebagai UUD Republik Indonesia. Salah satu tokoh yang berkontribusi terhadap keluarnya dekret tersebut ialah Prof. Dr. Notonagoro.[4]

Koento Wibisono Siswomigardjo yang merupakan Asisten Notonagoro mengisahkan peran sentral Notonagoro dalam keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Ia berkisah di tengah macetnya sidang-sidang konstituante, Notonagoro pada Februari 1959 menginisiasi Seminar Pancasila di DIY. Dalam seminar tersebut melalui pidato, Notonagoro memberi saran untuk kembali ke UUD 1945. Ia juga menjelaskan secara ilmiah tempat dan kedudukan Pancasila itu di dalam ketatanegaraan Indonesia.[5]

Dalam menyelidiki penyebab asli Pancasila, Prof. Notonagoro melibatkan penggunaan teori kausalitas. Berdasarkan teori kausalitas, causa material Pancasila berasal dari tradisi, budaya, dan agama milik Indonesia. Tradisi di sini adalah dalam arti hubungannya dengan sosial, ekonomi, masalah politik dan struktur negara. Tapi itu penting menegaskan di sini bahwa tradisi dapat diubah menjadi sila-sila Pancasila bahkan berpikir tidak sama sekali. Causa materialis Pancasila berasal dari budaya Indonesia melibatkan segala sesuatu yang dihasilkan oleh pikiran manusia seperti sains, teknologi, ekonomi, seni, dll.[6]

Pemahaman budaya ditentukan oleh poin ilmiah lihat, dalam hal ini, budaya lokal Indonesia yang diambil sebagai sila-sila Pancasila belum dijelaskan di sini. Selain itu, causa materialis dari Pancasila berasal dari agama dapat diekspresikan di seluruh realitas Indonesia sebagai orang-orang beragama yang mengakui Kesatuan Besar Allah. Prinsip ketuhanan ini cenderung menunjukkan bahwa orang Indonesia percaya Allah. Lebih dari ini, setiap orang Indonesia percaya pada Tuhan pada dasar agama dan iman mereka.[7] 
____________________
References:

1. "Notonagoro", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Notonagoro
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Notonagoro Sang Pelopor Filsafat Pancasila", //kagama.co., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://kagama.co/2018/05/31/notonagoro-sang-pelopor-filsafat-pancasila/
5. Ibid.
6. Op.Cit., id.wikipedia.org.
7. Op.Cit., id.wikipedia.org.

Selasa, 20 Desember 2022

Natasa Pirc Musar, Presiden Perempuan Pertama Slovenia

(www.eureporter.co)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Surat Eksepsi (Nota Keberatan) Pidana Penipuan Dan Penggelapan", "Soepomo, Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Natasa Pirc Musar, Presiden Perempuan Pertama Slovenia'.

Biografi Singkat

Nataša Pirc Musar, lahir 9 Mei 1968, terkenal karena putusan dan buku-bukunya tentang kebebasan informasi, opini hukum, dan kasus-kasus hukum tingkat tinggi, partai politik Sosial Demokrat Slovenia, dan klien-klien terkenal lainnya. Pada putaran kedua pemilihan presiden pada November 2022, ia terpilih sebagai presiden Slovenia perempuan pertama.[1]

Seorang Pengacara 

Nataša adalah seorang pengacara dan penulis buku asal Slovenia, dia pernah menjabat sebagai Komisioner Informasi (2004-2014), jurnalis dan mantan presiden Palang Merah Slovenia (2015-2016).[2] Pirc Musar pernah didapuk sebagai pengacara untuk melindungi kepentingan Melania Trump selama suaminya, Donald Trump, menjabat sebagai presiden AS. Melania Trump sendiri lahir di Slovenia. Pada 2016, Pirc Musar dan kliennya menggugat majalah Suzy di Slovenia karena mengarahkan opini bahwa Melania Trump dulu bekerja sebagai pendamping papan atas saat berkarier sebagai model internasional. Namun, kasus ini berujung damai di luar pengadilan.[3]

Bertekad untuk Menjembatani Kesenjangan Antara Ideologi Politik

Pengacara hak-hak liberal Natasa Pirc Musar memenangkan pemilihan presiden putaran kedua pada Ahad (13/11/2022). Dia menjadi kepala negara perempuan pertama di Slovenia. Dia menjadi kepala negara perempuan pertama di Slovenia, dan bertekad untuk menjembatani kesenjangan antara ideologi politik kiri dan kanan di negara Alpen yang berpenduduk 2 juta itu.[4]

Pirc Musar mengungguli mantan Menteri Luar Negeri Slovenia, Anze Logar yang  dengan raihan 54 persen melawan 46 persen.  Kemenangan Pirc Musar mendorong blok liberal negara itu, menyusul kemenangan koalisi kiri-tengah dalam pemilihan parlemen Slovenia pada bulan April. “Tugas pertama saya adalah membuka dialog di antara semua warga Slovenia. Dalam pemilihan demokratis, warga Slovenia telah menunjukkan negara seperti apa yang mereka inginkan. Sepanjang hidup saya, saya menganjurkan nilai-nilai yang sama yaitu demokrasi, hak asasi manusia, toleransi.  Sudah waktunya untuk berhenti berurusan dengan masa lalu.  Banyak hal yang harus dilakukan ke depan,” ujar Pirc Musar.[5]

Pirc Musar (54 tahun) akan menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai presiden sejak Slovenia merdeka di tengah pecahnya Yugoslavia pada 1991. Dalam pemungutan suara putaran pertama yang digelar dua pekan lalu, Pirc Musar berada di urutan kedua Setelah Logar. Tetapi karena tidak asa satu pun dari tujuh kandidat yang berhasil mengumpulkan lebih dari 50 persen dukungan untuk mengklaim kemenangan langsung. Dengan demikian, Logar dan Pirc Musar lolos ke putaran kedua.  Analis di Slovenia telah meramalkan bahwa pemilih sentris dan liberal akan mendukung Pirc Musar.[6]

Pirc Musar akan menggantikan Presiden Borut Pahor, seorang politisi sentris yang telah menjabat dua periode. Presiden terpilih akan mencalonkan perdana menteri dan anggota mahkamah konstitusi, yang kemudian dipilih di parlemen, dan mengangkat anggota komisi antikorupsi.[7]
____________________
References:

1. "Nataša Pirc Musar", wikipedia.org., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Nata%C5%A1a_Pirc_Musar
2. Ibid.
3. "Pengacara Melania Trump, Natasa Pirc Musar, Terpilih Jadi Presiden Wanita Pertama Slovenia", akurat.co., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://akurat.co/pengacara-melania-trump-natasa-pirc-musar-terpilih-jadi-presiden-wanita-pertama-slovenia
4. "Mengenal Natasa Pirc Musar, Presiden Perempuan Pertama Slovenia", republika.co.id., Diakses pada tanggal 17 Desember 2022, Link: https://www.republika.co.id/berita/rlbu42335/mengenal-natasa-pirc-musar-presiden-perempuan-pertama-slovenia
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.

Kamis, 15 Desember 2022

Soepomo, Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

(Wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai ''.

Biografi Singkat

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum generasi pertama yang ada di Indonesia, Soepomo turut pula berperan dalam pembentukan sistem hukum nasional hingga akhir hayatnya.  Pria yang lahir pada tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah ini berasal dari keluarga aristokrat Jawa. Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono, Bupati Anom Sukoharjo kala itu. Sedangkan kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.[1]

Karena berasal dari keluarga priyayi, Soepomo beruntung memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), setingkat dengan sekolah dasar, di Boyolali pada tahun 1917. Di tahun 1920, Soepomo lalu meneruskan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) yang terletak di kota Solo. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia dan lulus di tahun 1923. Setelah lulus, ia menjadi pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Menteri Kehakiman pertama di Indonesia ini kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Rijksuniversiteit Leiden/Leiden University di Belanda tahun 1924 di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum asal Belanda yang terkenal sebagai perancang ilmu hukum adat Indonesia.[2]

Di tahun 1927, Soepomo resmi menyandang gelar Doktor dengan disertasinya yang berjudul:  Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Dalam disertasi tersebut, Soepomo mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta secara tajam, namun dengan bahasa yang halus dan tidak langsung.[3]

Dasar Negara Dan Arsitek UUD 1945

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang terdiri dari:[4]
  1. Persatuan;
  2. Kekeluargaan;
  3. Keseimbangan lahir batin;
  4. Musyawarah; dan 
  5. Keadilan sosial. 

Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945.[5]

Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

Tak hanya tentang asas negara, pada 31 Mei 1945 Soepomo juga didapuk untuk menuturkan beberapa teori tentang negara. Menurut dia, setidaknya ada tiga teori. Pertama, teori negara individualistik yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau dan Herbert Spencer yang berlaku di Eropa Barat dan Amerika. Di sini negara harus melakukan kontrak sosial dengan warganya dan konstitusinya amat sarat dengan kepentingan individualisme. Kedua, teori pertentangan kelas ala Marx, Engel dan Lenin yang menyebutkan kaum buruh harus menguasai negara –diktator proletariat-, agar negara tak lagi dijadikan kaum borjuis sebagai mesin penindas. Sementara teori ketiga adalah teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Hegel dan Adam Muller yang mengedepankan kesatuan (integralistik) negara dengan masyarakat sehingga negara tak diperkenankan memihak golongan warga tertentu.[6]

Dari ketiga teori itu, Soepomo cenderung memilih teori integralistik. Di dalam buku Risalah BPUPKI dan PPKI terbitan Sekretaris Negara, Soepomo menggambarkan dua negara yang saat itu menerapkan paham integralistik, yaitu Jerman Nazi dengan persatuan antara pemimpin dan rakyatnya serta kekaisaran Dai Nippon dengan hubungan lahir batin di bawah keluarga Kaisar Tenno Heika. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, kata Soepomo kala itu.[7] Pandangan beliau ini konsisten dengan corak pemikiran hukumnya pada Disertasi beliau tentang hukum adat.

Pada bagian lain dalam sidang BPUPKI itu pula Soepomo sempat menolak masuknya Hak Asasi Manusia (HAM) ke dalam konstitusi. Ia beranggapan konsep HAM adalah produk negara individualistik dimana HAM adalah pemberian alam dan negara, "..menurut pikiran saya aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights", ujar Soepomo.[8]

Sikap Soepomo yang menentang habis paham individualistik dan produk turunannya seperti HAM dalam sidang BPUPKI sebenarnya tak bisa dilepaskan dari keahlian Soepomo pada bidang hukum adat. Dalam bukunya berjudul Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Soepomo menegaskan bahwa individu adalah anggota dari masyarakat. Yang primer, menurut Soepomo, bukan individu. Melainkan masyarakat yang berdiri di tengah kehidupan hukum. Kehidupan individu terutama ditujukan mengabdi kepada masyarakat. Namun, pengabdian tersebut tidak dianggap beban individu dan sebuah pengorbanan. Lantaran mengedepankan paham integralistik ini, Soepomo dicap sebagai penganut negara totaliter dan anti HAM. Di dalam sidang BPUPKI, Soepomo –dan belakangan Soekarno- harus berdebat dengan M. Yamin dan M Hatta tentang konsep HAM dan paham integralistik itu.[9] 

Soepomo meninggal akibat serangan jantung di Jakarta pada tanggal 12 September 1958. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga kampung Yosoroto, Solo.[10] 
____________________
References:

1. "Soepomo Profil", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/soepomo/profil
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Kisah Soepomo, ahli hukum sekaligus Menteri Kehakiman pertama RI", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/pendidikan/kisah-soepomo-ahli-hukum-sekaligus-menteri-kehakiman-pertama-ri.html
5. Ibid.
6. "Soepomo, Tokoh Hukum Penjunjung Kolektivisme Adat", www.hukumonline.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.hukumonline.com/berita/a/soepomo-tokoh-hukum-penjunjung-kolektivisme-adat-hol23183/
7. Ibid. 
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Op.Cit., www.merdeka.com.

Rabu, 14 Desember 2022

Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama

(wikipedia.org.)

Oleh:
Mahmud Kusuma, S.Fil., S.H., M.H.
(Certified Attorneys at Law)

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Recognizing Gratification According to the Corruption Crime Act", "Mengenal Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK Pertama", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama'.

Biografi Singkat

Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. (lahir di Palembang, 17 April 1956) Pendidikan dasar dan menengah di Palembang, tamat/lulus 1973,[1] adalah akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2010. Sejak Juni 2012 sampai dengan Juli 2017, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari lembaga yang sebelumnya bernama Dewan kehormatan KPU yang juga ia pimpin pada tahun 2009 dan 2010. DKPP ini ia perkenalkan sebagai lembaga peradilan etika pertama dalam sejarah, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Sebelumnya ia merupakan pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003–2008) dan diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Indonesia.[2]

Adapun riwayat pendidikan tinggi Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut:[3]
  1. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1982 (Sarjana Hukum).
  2. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1984 (Magister Hukum).
  3. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta (1986-1990).
  4. Van Vollenhoven Institute, serta Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor by research dalam ilmu hukum (1990).
  5. Post-Graduate Summer Refreshment Course on Legal Theories, Harvard Law School, Cambridge, Massachussett, 1994.

Tahun 1998 diangkat menjadi Guru Besar Penuh Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan dipercaya sebagai Ketua dan Penanggungjawab Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.[4]

Karir Hukum

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak tahun 1981. Sejak tahun 1998 diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, dan sejak 16 Agustus 2003 berhenti sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama menduduki jabatan Hakim Konstitusi, sehingga berubah status menjadi Guru Besar Luar Biasa. Guru Besar Luar Biasa Hukum Tata Negara pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), sejak 2002; Anggota Tim Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 1988-1993. Anggota Kelompok Kerja Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas), 1985-1995. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum (DPKSH), 1999. Ketua Bidang Hukum Tim Nasional Reformasi Nasional Menuju Masyarakat Madani, 1998-1999, dan Penanggungjawab Panel Ahli Reformasi Konstitusi (bersama Prof. Dr. Bagir Manan, SH), Sekretariat Negara RI, Jakarta, 1998-1999. Anggota Tim Nasional Indonesia Menghadapi Tantangan Globalisasi, 1996-1998. Anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I (PAH I), Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (BP-MPRRI) dalam rangka Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (2001-2002). Senior Scientist bidang Hukum BPP Teknologi, Jakarta, 1990-1997. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, 1993-1998. Anggota Tim Pengkajian Reformasi Kebijakan Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1994-1997. Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, 1998-1999 (Asisten Wakil Presiden B.J. Habibie yang kemudian menjadi Presiden RI sejak Presiden Soeharto mengundurkan diri pada bulan Mei 1998). Ketua Tim Pengkajian Kebijakan Perbukuan Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1995-1997. Diangkat dalam jabatan akademis Guru Besar dalam Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998. Koordinator dan Penanggungjawab Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum dan Masalah Kenegaraan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2000-2005; Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia, 2001-2003; Penasehat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002-2003. Penasehat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, 2002-2003. Anggota tim ahli berbagai rancangan undang-undang bidang hukum dan politik, Departemen Dalam Negeri, Departemen Hukum dan HAM, serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan, sejak 1997-2003. Pengajar pada berbagai Diklatpim Tingkat I dan Tingkat II Lembaga Administrasi Negara (LAN) sejak tahun 1997; Pengajar pada kursus KSA dan KRA Lembaga Pertahanan dan Keamanan Nasional (LEMHANNAS) sejak tahun 2002. Penghargaan: Bintang Mahaputra Utama (1999). Pengabdian dalam Jabatan Kenegaraan: 1.Bidang Eksekutif: Senior Scientist BPP Teknologi, 1990-1995. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1993-1998. Asisten Wakil Presiden RI, 1998-1999. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistim Hukum Republik Indonesia, 1998-1999. Penasihat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan, 2002-2003. 2.Bidang Legislatif: Tim Ahli DPR-RI, 1988-1989; Anggota MPR-RI Utusan Golongan, 1997-1998; Tim Ahli BP-MPR, 2001-2002. Penasihat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002-2003. 3.Bidang Yudikatif: Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003-2008. Pengabdian melalui Organisasi Non-Pemerintah (Swasta): Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (2005-2010) setelah sebelumnya sebagai Ketua Dewan Pakar (2000-2005). Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Indonesia, Jakarta, 2000-2005. Chairman of the Indonesian Committee of the International Association of Traffic and Safety Sciences, berpusat di Tokyo, 2001 - 2003. Founder and the first Secretary General of the Executive Board of the International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resources Development (IIFTIHAR), 1996-1998. Ketua Umum Perhimpunan Indonesia untuk Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) di bawah binaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1995-1999. Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Pembinaan Sumber Daya Manusia dan IPTEK, organisasi pengelola beasiswa doctor dan post doctor, sejak 1998; Wakil Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Jakarta, sejak 2000; Anggota Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), 1985-2000. Pembantu Rektor III Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta, 1985-1992. Sekretaris Jenderal Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam, 1986-1993.[5]
____________________
References:

1. "PROFIL HAKIM: Jimly Asshiddiqie", www.mkri.id., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://www.mkri.id/index.php?page=web.ProfilHakim2&id=625&menu=3
2. "Jimly Asshiddiqie", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Jimly_Asshiddiqie
3. "Profil Jimly Asshiddiqie", m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://m.merdeka.com/jimly-asshiddiqie/profil
4. "Jimly Asshiddiqie", tatanegara.ui.ac.id., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://tatanegara.ui.ac.id/bidang-studi/jimly-asshiddiqie/
5. Op.Cit., www.mkri.id.

Jumat, 09 Desember 2022

Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara

(Dreamstime)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Giving or Promising Something to a Judge in the Corruption Crime Act", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara'.

Biografi Singkat

Tony Blair Lahir di Edinburgh, 6 Mei 1953, Tony Blair adalah mantan Perdana Menteri Inggris termuda yang pernah terpilih saat itu. Wawasan yang luas serta sikap terbuka kepada siapa saja membuat pemilik nama lengkap Anthony Charles Lynton Blair ini terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 1997. Pria yang akrab disapa Blair ini mulai terjun ke dunia politik saat dirinya bergabung dengan sebuah partai politik, Labour Party, pada tahun 1983.[1]

Serius bergelut dengan dunia politik membuat Blair dengan mudah duduk sebagai Menteri Dalam Negeri kabinet bayangan pada tahun 1988, hanya berselang lima tahun dari pertama kali ia tercatat sebagai anggota partai. Saat itu, Blair mendesak partainya agar berpindah sebagai pusat politik dan memimpin advokasi tradisional serta memberikan berbagai macam pelayanan publik yang diyakini sebagai pendekatan publik sekaligus dapat menarik massa lebih banyak. Pada tahun 1994, Blair terpilih sebagai Ketua Partai Buruh dalam pemilu yang diadakan pada bulan Juli. Terlepas dari itu semua, ia menggantikan John Smith, Ketua Partai sebelumnya, yang meninggal secara tiba-tiba. Ketika memimpin, Blair menamai partainya dengan sebutan New Labour Party atau Partai Buruh Baru. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kepada khalayak ramai jika partai yang ia pimpin kini berbeda dengan partai sebelumnya, sehingga rakyat diharapkan untuk tidak ragu-ragu dalam memilih partainya nanti jika maju dalam pemilu.[2]

Pada pemilu tahun 1997, Blair yang sebelumnya mengumumkan janji untuk tidak akan menaikkan pajak pendapatan rakyat berhasil terpilih dan memenangkan banyak suara. Ia dinyatakan menang telak dengan perolehan kursi dan mayoritas tertinggi sepanjang sejarah atas Partai Konservatif yang telah memimpin Inggris selama 18 tahun. Banyak jajak pendapat menuturkan berdasarkan hasil survei bahwa Blair merupakan Perdana Menteri paling populer yang pernah ada.  Selama masa kepemimpinannya, Blair terbukti menjalankan janjinya selama masa kampanye yaitu tidak menaikkan pajak pendapatan rakyat. Tak hanya itu, keterbukaan dan keluasan wawasan Blair mampu meraup banyak simpatisan rakyat yang kemudian memilihnya sebagai Perdana Menteri Inggris selama tiga periode berturut-turut (1997, 2001, dan 2005).[3]

Kepemimpinan Blair selama menjabat sebagai Perdana Menteri dalam empat tahun pertama diakui rakyat bertindak secara tegas dan cerdas terlihat pada kontribusinya dalam bernegosiasi untuk menyelesaikan konflik Jumat Agung yang terjadi di Irlandia Utara selama tiga puluh tahun berturut-turut. Konflik tersebut terjadi di antara kaum Katolik minoritas dan Protestan. Saat itu, mengikuti peristiwa pengeboman dalam mobil atau biasa dikenal Omagh Bombing, anggota Real Irish Republican Army (RIRA) semula menolak adanya perdamaian, namun, Blair terus mengupayakan perdamaian dengan melakukan serangkaian perundingan damai antara pihak-pihak yang bertikai. Ia menyatakan dukungannya pada perdamaian di Irlandia. Akhirnya, pada April 1998 para pihak-pihak terkait, termasuk para tentara militer, menyatakan kesediaannya untuk berdamai. Sehingga perang selama tiga dekade tersebut berhasil diselesaikan dengan syarat-syarat perjanjian yaitu menyerahkan wilayah utara kepada pihak Irlandia Utara. Sedangkan pihak Republik Irlandia mendapatkan wilayah di bagian selatan. Dalam kejadian itu terdapat 29 orang tewas dan ratusan orang mengalami luka-luka. Nama Blair semakin di atas awan begitu ia berhasil membantu Irlandia dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Tak hanya itu, keberhasilannya dalam mendirikan badan perwakilan terpilih di Skotlandia dan Wales, mendirikan kerja sama secara politis dengan partai ketiga, Partai Demokrat Liberal, serta mengurangi jumlah pengangguran di Inggris nyatanya mampu menarik banyak simpatisan untuk memilihnya kembali dalam pemilu.[4]

Pada pemilu yang digelar tahun 2005, Blair terpilih kembali sebagai Perdana Menteri dan partainya meraup kemenangan untuk ketiga kalinya. Ia merupakan Perdana Menteri dan Ketua Partai terlama dalam jabatan. Namun, di tahun yang sama, banyak rakyat mengecam tindakan Blair yang mendukung Amerika Serikat dalam menginvasi Afganistan pada tahun 2001 serta Irak pada tahun 2003. Saat itu, kepopulerannya semakin merosot mengingat tindakannya yang disebut oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, sebagai kejahatan perang. Tindakannya banyak menimbulkan kontroversi, bahkan 139 anggota parlemen menolak dengan sikap yang ditunjukkan Blair.[5]

Secara otomatis, tindakan kontroversial yang banyak membunuh rakyat Afganistan dan Irak menurunkan kredibilitasnya. Terbukti pada pemilu yang diadakan dua tahun berikutnya yakni tahun 2007, Blair tidak banyak mendapatkan suara. Ia mengalami kekalahan telak atas Gordon Brown, mantan menteri Keuangan, yang juga populer karena terbukti telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris. Blair resmi mengakhiri jabatannya sebagai Perdana Menteri pada 27 Juni 2007. Pada bulan Mei 2008, ayah dari empat orang anak ini mendirikan Tony Blair Faith Foundation dan berselang satu tahun ia mendirikan Faith and Globalisation Initiative yang bekerjasama dengan Yale University, Durham University, dan National University of Singapore.[6]

Karir Sebagai Pengacara

Tony Blair adalah seorang pengacara lulusan Oxford University.[7] Dia lulus dari Universitas Oxford jurusan hukum, setelah lulus kuliah dia langsung berkarier sebagai pengacara.[8] Sumber yang penulis dapatkan di jagad maya sangat sedikit yang membahas mengenai karirnya sebagai pengacara. Hanya diketahui bahwa beliau setelah lulus dari fakultas hukum Universitas Oxford, kemudian pernah meniti karir sebagai pengacara, sebelum menjadi politisi anggota partai buruh Inggris. 
____________________
References:

1. "Profil Tony Blair", merdeka.com., Diakses pada tanggal 9 Desember 2022, Link: https://m.merdeka.com/tony-blair/profil
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Profil Tony Blair, Mantan PM Inggris yang Jadi Dewan Penasihat IKN", kabar24.bisnis.com., Diakses pada tanggal 09 Desember 2022, Link: https://kabar24.bisnis.com/read/20221020/19/1589688/profil-tony-blair-mantan-pm-inggris-yang-jadi-dewan-penasihat-ikn

Rabu, 07 Desember 2022

Michelle Obama, Sekilas Karirnya Sebagai Pengacara

(gettyimages)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen", "Maria Ulfah, Sarjana Hukum Perempuan Pertama Indonesia", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Michelle Obama, Sekilas Karirnya Sebagai Pengacara'.

Biografi Singkat

Michelle Obama (lahir 17 Januari 1964) adalah pengacara, penulis, dan mantan ibu negara Amerika Serikat. Ia menikah dengan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama. Keluarganya berasal dari etnis Afrika-Amerika.[1]

Beberapa kerabatnya tinggal di Carolina Selatan. Fraser Robinson, Jr. adalah kakeknya yang lahir sekitar tahun 1912 di Georgetown, Carolina Selatan dan meninggal tahun 1996. Fraser Robinson III, lahir tahun 1935 adalah petugas pompa di perusahaan air kota Chicago yang meninggal tahun 1990. Sedangkan ibunya bernama Marian Robinson atau Marian Shields lahir pada bulan Juli 1937 dan bekerja sebagai sekertaris di Katalog Spiegel. Kakak laki-lakinya bernama Craig Robinson yang lahir tahun 1962 telah menjadi kepala pelatih regu bola basket di Universitas Negara Bagian Oregon.[2]

Michelle dan Barack Obama menikah tahun 1992 dan dikaruniai dua orang putri bernama Malia Ann Obama yang lahir tahun 1998 dan Natasha Obama lahir tahun 2001.[3]

Karir Sebagai Pengacara

Michelle lulus dari Whitney M. Young Magnet High School pada tahun 1981 dan melanjutkan pendidikannya di Princeton University 1985 dan lulus pada tahun dengan memperoleh gelar B.A di bidang sosiologi. Michelle dianjurkan mendaftar ke Princeton oleh penasihat sekolah menengah yang merasa nilai nya tidak memadai. Namun ia lulus dari perguruan tinggi dengan pujian. Dia adalah salah satu dari beberapa siswa kulit hitam bersekolah di Princeton pada saat itu, dan pengalaman membuatnya sadar akan isu-isu ras.[4]

Setelah lulus dari Harvard Law School, Michelle bergabung dengan firma hukum Sidley Austin sebagai rekan yang mengkhususkan diri dalam pemasaran dan kekayaan intelektual. Pada tahun 1988, ia bertemu dengan Barack Obama untuk yang pertama kalinya di sebuah pertemuan musim panas di tempat ia berkerja. Pada tahun 1992, mereka akhirnya menikah dan memiliki dua putri, yakni Malia dan Sasha.[5]

Setelah pemilihan suaminya ke Senat AS pada bulan November 2004, Michelle diangkat wakil presiden urusan komunitas dan eksternal di Universitas Chicago Medical Center pada Mei 2005. Meskipun peran ganda Barack di Washington, DC dan Chicago, Michelle tidak menganggap mengundurkan diri dari posisinya dan dan pindah ke ibukota negara. Hanya setelah Barack mengumumkan kampanye presiden apakah ia menyesuaikan jadwal pekerjaannya; Mei 2007 ia memotong jam-nya sebesar 80% untuk mengakomodasi kebutuhan keluarga selama pencalonannya.[6]

Dengan posisi suaminya sebagai politisi nasional terkemuka, Michelle Obama telah menjadi bagian dari budaya populer. Pada Mei 2006, Majalah Essence mencatat nama Michelle di antara "25 Perempuan yang paling menginspirasi dunia". Pada bulan-bulan awalnya sebagai Ibu Negara, ia mengunjungi tempat penampungan tunawisma dan dapur umum. Dia juga mengirim perwakilan ke sekolah dan menganjurkan pelayanan publik.[7] 
____________________
References:

1. "Michelle Obama", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 29 November 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Michelle_Obama
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Michelle Obama" m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 29 November 2022, Link: https://m.merdeka.com/michelle-obama/profil
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.

Selasa, 06 Desember 2022

Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen

(wikipedia.org.)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Blangko Surat Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada", "Hazairin, Begawan Hukum Adat Dari Tanah Bengkulu", "Fidel Castro Ternyata Pernah Membuka Kantor Hukum", "Sekilas Karir Pengacara Mahatma Gandhi" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen'.

Biografi Singkat

Mr. Mohammad Roem (bahasa Arab: محمد روم, translit. Muhammad Rūm‎; 16 Mei 1908 – 24 September 1983) adalah seorang diplomat dan salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama masa kepemimpinan presiden Soekarno, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan kemudian Mendagri. Dia paling terkenal untuk mengambil bagian dalam Perjanjian Roem-Roijen selama revolusi Indonesia.[1]

Roem lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 16 Mei 1908. Ayahnya adalah Dulkarnaen Djojosasmito, dan ibunya adalah Siti Tarbijah. Dia pindah ke Pekalongan karena Parakan dilanda wabah penyakit menular seperti kolera dan influenza. Pada tahun 1915, ia belajar di Volksschool dan dua tahun kemudian melanjutkan ke Hollandse Inlandsche Sekolah sampai 1924. Pada tahun 1924, ia menerima beasiswa untuk belajar di "School tot Opleiding van Indische Artsen" - STOVIA (Sekolah Pendidikan untuk Dokter Pribumi) setelah mengikuti ujian pemerintah. Tiga tahun kemudian, ia menyelesaikan ujian tahap pendahuluan dan dipindahkan ke Algemene Middelbare Sekolah, dan lulus pada tahun 1930.[2]

Kehidupan pribadi. Roem menikahi Markisah Dahlia pada tahun 1932. Mereka memiliki dua anak, laki-laki, Roemoso, lahir pada tahun 1933 dan seorang gadis, Rumeisa, lahir pada tahun 1939. Roem meninggal pada 24 September 1983 akibat dari gangguan paru-paru, dengan meninggalkan seorang istri dan satu anak.[3]

Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen

Setelah mengikuti tes masuk Kedokteran Perguruan tinggi, dan ditolak, ia berpindah ke hukum, memasuki Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) pada tahun 1932 dan memperoleh gelar Meester in de Rechten pada tahun 1939.[4] Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta dikemudian hari menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dengan kata lain, M. Roem adalah seorang sarjana hukum setelah lulus pada tahun 1939.

Mohammad Roem juga dikenal sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen pada tahun 1949, yang membahas mengenai luas wilayah Republik Indonesia. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Belanda diwakili oleh Dr. Van Royen, sehingga perundingan tersebut pun memakai nama dari kedua orang tokoh tersebut yang dikenal dengan perundingan 'Roem-Royen'. Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan Roem-Royen yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.[5] Dalam kaitannya dengan artikel ini, hal penting yang patut diperhatikan di sini adalah bahwa pemimpin delegasi RI ketika perundingan Roem-Roijen adalah seorang sarjana hukum. 
____________________
References:

1. "Mohamad Roem", wikipedia.org., Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Mohamad_Roem
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "Mohammad Roem", kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id., Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=14&presiden_id=1&presiden=sukarno

Kamis, 01 Desember 2022

Elza Syarief, Salah Satu Advokat Perempuan Populer Indonesia

(detik.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Related To The Balikpapan Bay Oil Spill Case, Pertamina Won the Lawsuit", "Elza Syarief, Salah Satu Advokat Perempuan Terkemuka Indonesia", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Elza Syarief, Salah Satu Advokat Perempuan Populer Indonesia'.

Latar Belakang dan Pendidikan

Elza Syarief berasal dari keluarga Minangkabau. Ia anak sulung dari tiga bersaudara. Ayahnya Drs. Syarief Samsuddin, seorang dosen ekonomi lulusan dari Universitas Indonesia tahun 1958. Ayahnya merupakan pejabat tinggi pada Bank Rakyat Indonesia, dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Muda Bank Rakyat Indonesia dan ibunya Betty Boerhanuddin lahir di Palembang.[1]

Elza meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jayabaya pada 1987, Magister Hukum di bidang Hukum Bisnis dari Universitas Padjajaran pada tahun 2003 dengan nilai Cumlaude, dan Doktor di bidang Hukum Bisnis dari Universitas Padjajaran pada 2009 dengan nilai Cumlaude.[2] Ia juga menjadi dosen di Universitas Internasional Batam sejak 2010.[2]

Elza banyak dikenal sebagai kuasa hukum para selebritis dan pengusaha. Selain itu ia juga menjadi dosen tetap di Universitas Internasional Batam untuk pasca sarjana dan di beberapa universitas antara lain Universitas Jayabaya, Universitas Tarumanegara, Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, Universitas Pancasila, Iblam dan juga sebagai pengajar tetap bagi para calon advokat di FHP Law School, serta di Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (PERHAKHI).[3]

Pada Tahun 2013 Elza Syarief menjadi Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) lalu pada tanggal 17 Februari 2016 Elza Syarief mendirikan organisasi Perkumpulan Perempuan Wirausaha Indonesia (PERWIRA) dan pada 21 Maret 2022 terpilih kembali untuk kedua kalinya menjadi Ketua Umum Perkumpulan Perempuan Wirausaha Indonesia (PERWIRA) periode 2022- 2027. Organisasi Perwira merupakan organisasi pertama yang mana Anggaran Dasarnya menetapkan tentang penggunaan Digital untuk kegiatan PERWIRA termasuk juga untuk kegiatan kongres pusat maupun daerah.[4]

Elza Syarief hingga saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum di Ikatan Keluarga Minang. Pada tahun 2014 s/d 2019 Elza diangkat sebagai Ketua Umum Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI). Elza Syarief juga sebagai Pendiri  DPP Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada tahun 2010 dan Elza Syarief menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sejak tahun 2004-2015.[5]

Karier Advokat

Karier pengacaranya bermula ketika ia ikut bergabung dengan Ikatan Warga Satya, yaitu kumpulan mantan CPM maupun POM AD. Elza sempat berkarier di kantor pengacara milik O.C. Kaligis sebelum akhirnya pada tahun 1991 ia membuka kantor hukum sendiri, Elza Syarief & Partner. Elza banyak menangani kasus-kasus korporat besar, terutama perusahaan milik keluarga Soeharto. Beberapa perusahaan yang ditanganinya ialah Mandala Permai, Citra Nasional, Timor Motor, Timor Industri Complement, Mandala Citra Unggulan, serta Humpuss.[6]

Penampilannya tenang, simpatik, sabar serta cerdas dengan pengalamannya sebagai pengacara kawakan, menumbuhkan kepercayaan di keluarga Soeharto. Dia pernah menjadi pengacara Bambang Trihatmodjo dan Siti Hardijanti Rukmana. Namanya sontak menjadi terkenal setelah ia menjadi kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus tukar guling Bulog dengan Goro, perusahaan milik Tommy. Dan Tommy bebas dalam kasus ini yang ditangani oleh Elza Syarief.[7]

Demikian juga kasus yang menarik Perhatian yaitu kasus korupsi Nazaruddin dalam perkara Wisma Atlet dan 39 kasus lainnya. Selain menjadi advokat korporat besar, Elza juga sering menangani kasus-kasus selebritis. Beberapa kasus selebritis yang telah ia tangani antara lain kasus Kristina dalam upaya perceraiannya dengan Al-Amin Nasution, sebagai pengacara MD Entertainment yang berkasus dengan Cinta Laura, menjadi pengacara Maia Estianty dalam upaya perceraian dengan Ahmad Dhani, kuasa hukum Tamara Bleszynski, Cut Memey, Cut Keke, Nikita Willy, aktor Gary Iskak, Emilia Contesa, kuasa hukum Denada Tambunan dan adiknya tentang warisan, Denada Tambunan tentang perceraian, Jessica Iskandar serta pembela Ratu Felisha dalam kasus pemukulan Andika. Adjie Massaid, Anjasmara, Manohara, Ratna Sarumpaet, dan masih banyak lagi. Elza juga menjadi anggota advokat Tim Merah Putih yang mengusung pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa untuk gugatan hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi.[8]

Pada tahun 2006, Elza ikut serta mendirikan Partai Hanura tetapi ia dipecat pada tanggal 24 Juli 2014 karena Elza tidak setuju adanya pernyataan bahwa  Prabowo dinyatakan telah melanggar HAM begitu juga dengan pamannya bernama Mayjen TNI (Purn) Chairawan K. Nursyiman dinyatakan melanggar HAM padahal Elza adalah kuasa hukum dari kurang lebih 50 jenderal yang dianggap melanggar HAM dan telah memperjuangkannya bersama-sama Mayor Jenderal TNI (Purn) Zacky Anwar Makarim untuk melakukan upaya hukum sehingga akhirnya dinyatakan oleh Dunia Internasional bahwa di Indonesia tidak terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI.[9]

Tetapi kemudian pada bulan Februari 2015, Elza dipilih oleh Bapak Wiranto dan masuk kembali di Partai Hanura dan menjabat sebagai Ketua Perempuan. Kemudian pada bulan Maret 2015 karena kesibukannya, Elza mengundurkan diri dari Partai Hanura. Kemudian akhir April 2015, Elza dilantik oleh Bapak Prabowo Subianto menjabat sebagai Ketua Divisi Penyelesaian Sengketa di Mahkamah Konstitusi Gerindra.Kemudian tahun 2019 Elza ditunjuk sebagai Ketua Mahkamah Partai di Partai Berkarya tetapi Partai Berkarya diambil alih oleh Muchdi P.R. Elza juga sebagai kuasa hukum dari Eurico Guterres orang NTT pro integrasi dan akhirnya di Mahkamah Agung dia dibebaskan. Elza juga sebagai Kuasa Hukum Fadel Muhammad Wakil Ketua MPR RI. Elza menjadi Narasumber di berbagai Televisi dan Acara-Acara di berbagai Televisi.[10] 
____________________
References:

1. "Elza Syarief", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 29 November 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Elza_Syarief
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.

Senin, 28 November 2022

Sudargo Gautama, Advokat Dan Ahli Hukum Perdata Internasional

(belbuk.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Bribery in Corruption Act", "Hazairin, Begawan Hukum Adat Dari Tanah Bengkulu", "Fidel Castro Ternyata Pernah Membuka Kantor Hukum" dan "Sekilas Karir Pengacara Mahatma Gandhi", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Sudargo Gautama, Advokat Dan Ahli Hukum Perdata Internasional'.

Biografi Singkat

Sudargo Gautama memiliki nama asli Gouw Giok Siong (lahir di Jakarta, tahun 1928) adalah seorang pakar hukum perdata internasional dan hukum antar golongan. Dia meraih gelar doktor di Universitas Indonesia, dengan disertasi: Segi-Segi Hukum Peraturan Perkawinan Campuran pada tahun 1955.[1]

Sebagai seorang mahasiswa di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia, Gautama muda dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan tekun. Beliau memulai kuliah di pertengahan tahun 1947 dan lulus untuk layak menyandang gelar meester in de rechten (Mr) pada 18 Desember 1950. Dengan demikian, masa studi yang normalnya 4-5 tahun diselesaikannya dalam waktu tiga setengah tahun![2]

Demikian antara lain cerita yang dikisahkan kepada penulis oleh Dr. Ko Swan Sik, juniornya di UI, yang kemudian menjadi Guru Besar Hukum Internasional di Erasmus Universiteit, Rotterdam. Disertasi Prof. Gautama yang berjudul “Segi-segi Hukum Peraturan Perkawinan Campuran” adalah disertasi hukum pertama yang ditulis dan dipertahankan dalam bahasa Indonesia. 12 Disertasi yang berhasil dipertahankan di awal tahun 1955 di depan sivitas akademika UI tak pelak menyita perhatian banyak penyelidik ilmu hukum dan bahasa di Van Vollenhoven Instituut, Universitas Leiden, Belanda. Khususnya mereka yang mempelajari bahasa hukum sebagai topik disertasi. Beliau mengakui bahasa Indonesia-nya yang masih bersifat terlampau “pasaran dan penuh hollandismen” sebagai kelemahan.[3]

Tanpa banyak pemberitaan, pada hari Senin 8 September 2008 di Perth, Australia telah berpulang salah seorang yuris terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia, Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dalam usia 80 tahun. Prof. Gautama, yang memiliki nama Tionghoa Gouw Giok Siong, sampai dengan akhir hayatnya adalah Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.[4]

Advokat Dan Ahli Hukum Perdata Internasional

Sebagai seorang advokat, beliau pernah bergabung bersama Mr. A. A. Maramis dan Mr. Iwa Kusumasumantri dalam satu kantor advokat. Nama yang disebut pertama adalah mantan anggota BPUPKI dan Menteri Keuangan pertama Republik Indonesia, sedangkan nama yang disebut terakhir adalah Rektor pertama Universitas Padjadjaran. Terakhir beliau berkantor di Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama and Associates yang terletak di bilangan elit ibukota, Jl. Merdeka Timur, Gambir.[5]

Sebagai advokat beliau dalam banyak kesempatan telah membela kepentingan Republik Indonesia di berbagai forum pengadilan di mancanegara. Hal ini paling tidak dimulai dari perkara yang kemudian terkenal dengan nama The Bremen Tobacco Case, di Bremen, Republik Federal Jerman. Kasus ini berawal dari terbitnya Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda. Sebagai pelaksanaan dari UU tersebut, perusahaanperusahaan milik Belanda yang ada di Indonesia dinasionalisasi dan dinyatakan sebagai milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia. Perkebunan tembakau milik NV Verenigde Deli-Maatschappijen dan NV Senembah-Maatschappij, keduanya adalah perusahaan Belanda, ikut dinasionalisasi dengan ganti kerugian yang akan ditetapkan kemudian. Sebagai gantinya Indonesia mendirikan Pusat Perkebunan Negara (PPN) Baru.[6]

Pemerintah kemudian menetapkan Bremen sebagai kota untuk memperdagangkan tembakau, dan membentuk Deutsch-Indonesische Tabakhandels GmbH, suatu perusahaan patungan PPN Baru dengan sejumlah pedagang tembakau asal Bremen. Pihak Deli-Senembah menilai tindakan nasionalisasi tersebut sebagai suatu tindakan barbar dan merupakan suatu bentuk tekanan politik terkait dengan masalah Irian Barat. Oleh karena itu, ketika tembakau hendak diperdagangkan di Bremen, mereka mengajukan klaim kepemilikan, karena menurut mereka Indonesia tidak benar-benar akan memberikan ganti kerugian atau kompensasi, sehingga yang terjadi bukan nasionalisasi melainkan ekspropriasi. Kasus ini kemudian disidangkan di Landgericht, Bremen. Isu-isu hukum dalam sengketa ini menyita perhatian dunia internasional. Di bidang hukum internasional (publik) salah satu isu hukum krusial adalah apakah kompensasi bagi DeliSenembah harus bersifat adequate, prompt, dan effective? Apakah nasionalisasi tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara (general principles of law as recognized by civilized nations)? Di bidang HPI, isu hukum krusial dari nasionalisasi tersebut adalah ketertiban umum (ordre public) dan doktrin tindakan negara (act of state doctrine). Pihak Deli-Senembah diperkuat dengan dukungan sebelas orang Guru Besar, yang antara lain adalah Prof. Logemann, Prof. Lemaire, dan Prof. Kollewijn dari Universitas Leiden. Mereka bertiga pernah menjabat Guru Besar di Rechtshogeschool (yang kemudian menjelma menjadi FHUI). Prof. Logemann untuk Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Prof. Kollewijn untuk Pengantar Ilmu Hukum dan kemudian Hukum Intergentiel, dan Prof. Lemaire menggantikan Prof. Kollewijn untuk mata kuliah-mata kuliah yang sama. Pihak Indonesia diperkuat oleh lima orang Guru Besar, yakni Prof. Dölle dan Prof. Zweigert, dan Prof. Ipsen dari Universitas Hamburg, Prof. Mr. Dr. Soekanto dan Prof. Gautama dari Universitas Indonesia. Gautama muda adalah murid Prof. Lemaire di UI. Maka terjadilah “pertarungan” antara guru lawan murid! Sengketa ini akhirnya diselesaikan melalui keputusan pengadilan banding, Oberlandesgericht, Bremen, pada tanggal 21 Agustus 1959, yang menguatkan putusan Landgericht tanggal 21 April 1959 dan 16 Juni 1959, yakni menolak gugatan pihak Deli-Senembah. Pengadilan Jerman menerima argumentasi Indonesia, yang antara lain adalah bahwa kompensasi yang bersifat adequate, prompt, dan effective tidak bisa diterapkan secara kaku. Jika diterapkan secara kaku, maka citacita luhur kemerdekaan yang antara lain memperbaiki perekonomian yang terpuruk pasca-kolonialisme hanya akan sia-sia akibat terkurasnya kas negara untuk membayar kompensasi sekaligus kepada pihak Belanda. Oleh karena itu, kompensasi yang wajib dibayarkan harus memperhatikan kondisi perekonomian dan kemampuan Indonesia. Dengan demikian nasionalisasi yang dilakukan Indonesia adalah sah![7]

Sengketa hukum lainnya yang cukup menyita perhatian dunia ilmu hukum adalah sengketa pencabutan izin oleh Pemerintah atas investasi di Hotel Kartika Plaza. Pihak investor asal Amerika AMCO menuntut Pemerintah di forum arbitrase International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) atas pencabutan izin tersebut, dan menuntut kompensasi sebesar US$ 17 ditambah bunga semenjak tahun 1981. Pemerintah Indonesia membentuk tim pengacara, dengan Prof. Gautama di dalamnya, untuk membela kepentingan Pemerintah. Argumentasi-argumentasi hukum yang diajukan oleh tim ini berhasil untuk menyakinkan para arbitrator, sehingga Indonesia hanya perlu memberikan kompensasi sebesar US$ 2,5 juta dengan bunga 6% per tahun sejak tahun 1990! 18 Di atas lahan hotel tersebut yang beralamat Jl. Moh. Husni Thamrin No. 9 tersebut kini sedang dibangun Gedung UOB Plaza.[8]

Produktivitas Prof. Gautama dalam menulis sungguh menggagumkan. Apalagi jika diingat bahwa kesibukan beliau sebagai seorang advokat yang memiliki banyak klien dari dalam negeri maupun mancanegara menyita banyak waktu. Untuk tetap produktif menulis, beliau merekam ide-idenya dengan menggunakan tape recorder. Kemudian rekaman tersebut diketik oleh asistennya, untuk kemudian ia periksa. Beliau adalah salah satu dari sedikit yuris Indonesia yang menuliskan buku tentang hukum Indonesia dalam bahasa Inggris.[9]

Sebagai seorang yuris, Prof. Gautama sangat produktif dalam menulis artikel ilmiah, baik di jurnal nasional maupun internasional. Beliau juga sangat produktif menulis artikel-artikel hukum di media massa. Buku-buku tulisan beliau berjumlah lebih dari seratus duapuluh judul! Banyak di antara buku-buku tersebut tetap dicetak-ulang. Meski kebanyakan buku-bukunya dapat dikategorikan sebagai a no book, karena hanya merupakan kumpulan sejumlah artikel dan makalahnya, tetapi perkembangan ilmu hukum dan informasi dinamika hukum nasional maupun internasional dipaparkannya dalam tanggung jawab ilmiah, sehingga para mahasiswa dan dosen tetap dapat mempelajari perkembangan ilmu hukum, khususnya ilmu HATAH.[10]

Sebagai seorang Guru Besar, Prof. Gautama telah menunaikan janjinya secara bertanggung jawab. Judul dari pidato pengukuhannya merupakan suatu bukti awal bahwa beliau kemudian mengembangkan ilmu pengetahuan yang dipercayakan kepadanya, yakni Hukum Perselisihan (Conflictenrecht) atau Hukum Kollisie (Collisierecht), yang juga dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional/HPI (international privatrecht), yang mencakup hukum antar golongan atau intergentil (intergentilrecht). Sebagai pengemban ilmu tersebut, Prof. Gautama mengusulkan perubahan nama bagi Hukum Perselisihan menjadi Hukum Antar Tata Hukum (HATAH) Ekstern dan HATAH Intern, yang di  dalamnya mencakup Hukum Antar golongan, Hukum Antar tempat, dan Hukum Antar waktu, untuk menggambarkan dengan tepat permasalahan hukum yang dibahas dalam cabang ilmu tersebut. Selanjutnya beliau menuliskan buku “Hukum Antar Golongan: Suatu Pengantar” untuk mata kuliah HATAH (Intern). Seri “Hukum Perdata Internasional Indonesia”, yang terdiri dari delapan buku, ditulis oleh Prof. Gautama untuk mata kuliah HPI. Penulisan seri HPI ini dilakukan karena luas bidang pembahasan HPI terlalu luas untuk dijadikan hanya sebagai satu buku. Mungkin juga ada pertimbangan ekonomi yakni agar harga buku lebih terjangkau bagi mahasiswa. Oleh karena itu, Prof. Gautama secara bertahap menyusun buku seri ini ke dalam tiga jilid Jilid I memuat bagian umum HPI, Jilid II memuat teori-teori dan prinsip-prinsip umum (règlèsgènèrales), dan Jilid II memuat bagian khusus (Besondere Teil). Buku-buku ini diterbitkan secara berurut, dan dengan produktifnya Prof. Gautama dalam menghasilkan karya tulis Prof. Zulfa Djoko Basuki pernah bercerita bagaimana para mahasiswa HATAH berusaha keras untuk tidak mengulang kuliah di tahun atau semester berikutnya. Karena pasti akan ada buku baru yang ditulis Prof. Gautama yang akan menjadi bahan bacaan tambahan dalam perkuliahan! Baru pada tahun 1977 Prof. Gautama menyarikan buku seri tersebut ke dalam suatu buku pengantar, yakni “Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia”. Buku-buku tersebut masih tetap menjadi buku pegangan wajib untuk perkuliahan HPI di FHUI bagi mahasiswa dengan program kekhususan hukum tentang hubungan transnasional. Nama mata kuliah ini sendiri tidak diubah menjadi HATAH Ekstern, dengan pertimbangan nama HPI sudah terlanjur populer dan umum diterima.[11] 
____________________
References:

1. "Sudargo Gautama", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Sudargo_Gautama
2. "In Memoriam Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama", staff.ui.ac.id., Oleh: Yu Un Oppusunggu, Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://staff.ui.ac.id/system/files/users/oppusunggu.un/publication/inmemoriamprof.gautama-jhp.pdf
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.

Jumat, 25 November 2022

Sebab Dissenting Opinion, Abdul Rahman Saleh Menjadi Jaksa Agung

(tokoh.id)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Concerning Attempts, Assistance or Evil Conspiracy to Commit Corruption Crimes", "Hazairin, Begawan Hukum Adat Dari Tanah Bengkulu" dan "Fidel Castro Ternyata Pernah Membuka Kantor Hukum", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Sebab Dissenting Opinion, Abdul Rahman Saleh Menjadi Jaksa Agung'.

Biografi Singkat

Abdul Rahman Saleh, S.H. (lahir di Pekalongan, 1 April 1941; biasa dipanggil Arman adalah Duta besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Denmark dan Republik Lithuania (berkedudukan di Kopenhagen) sejak 14 Juni 2008, serta Jaksa Agung Republik Indonesia pada masa Kabinet Indonesia Bersatu (2004-Mei 2007).[1]

Pendidikan: S1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 1967. S2 Notariat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) 1990. Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) 1995.[2]

Karier: Wartawan harian Nusantara Jakarta (1968-1972). Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta (1981-1984). Sekretaris Dewan Penyantun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI. Notaris/PPAT (1992 - 1999). Hakim Agung/ Ketua Muda Mahkamah Agung (1999 - 2004). Jaksa Agung RI (Oktober 2004 - Mei 2007). Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh R.I. untuk Kerajaan Denmark merangkap Lithuania (sejak 14 Juni 2008).[3] Buku: Memoar berjudul “Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz”, Penerbit Kompas, Juli 2008.

Sebab Dissenting Opinion & Pesan Moral Soal Integritas

Namanya mulai populer saat ia menjabat sebagai Hakim Agung dan menyampaikan dissenting opinion dalam kasus korupsi Bulog II. Ia pun terpilih sebagai Jaksa Agung pada era Kabinet Indonesia Bersatu. Pada saat terpilih, ia berjanji memperkarakan kasus korupsi besar pada 100 hari pertamanya. Namun, secara mengejutkan, pria yang akrab disapa Arman ini, salah satu dari tiga pejabat yang diganti saat reshuffle kabinet saat itu.[4]

Pria kelahiran Pekalongan, 1 April 1941 ini kemudian menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Denmark merangkap Republik Lithuania. Sebelum menjadi Jaksa Agung, lulusan Fakultas Hukum UGM ini memiliki banyak profesi. Ia pernah menjadi wartawan hukum dan juga bintang film.[5] Dalam sebuah acara halalbihalal Keluarga Besar Purna Adhyaksa (KBPA) di Kejaksaan Agung (Kejagung), eks Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh agar jaksa harus mempunyai integritas. "Yang paling penting itu integritas. Kalau soal menambah ilmu, pengalaman, itu kan sambil jalan ya. Tapi kalau integritas itu harga mati," ujar Abdul Rahman di sela acara di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. "Hanya orang-orang yang mempunyai integritas yaitu keberanian, kejujuran, keadilan boleh dan bisa bekerja di bidang hukum. Kalau nggak, dagang saja atau di profesi lainlah," sambung Abdul Rahman.[6] 

____________________
References:

1. "Abdul Rahman Saleh (Jaksa)", wikipedia.org., Diakses pada tanggal 22 November 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Rahman_Saleh_(jaksa)
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Sisi Lain Eks Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh", www.viva.co.id., Diakses pada tanggal 22 November 2022, Link: https://www.viva.co.id/arsip/529575-sisi-lain-eks-jaksa-agung-abdul-rahman-saleh
5. Ibid.
6. "Eks Jaksa Agung Abdul Rahman: Kalau Nggak Bisa Jadi Jaksa, Dagang Saja!", detik.com, Diakses pada tanggal 22 November 2022, Link: https://news.detik.com/berita/d-2986816/eks-jaksa-agung-abdul-rahman-kalau-nggak-bisa-jadi-jaksa-dagang-saja

Knowing Joint Venture Companies in FDI Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Basic Requirements for Foreign Direct I...