Kamis, 15 Desember 2022

Soepomo, Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

(Wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai ''.

Biografi Singkat

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum generasi pertama yang ada di Indonesia, Soepomo turut pula berperan dalam pembentukan sistem hukum nasional hingga akhir hayatnya.  Pria yang lahir pada tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah ini berasal dari keluarga aristokrat Jawa. Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono, Bupati Anom Sukoharjo kala itu. Sedangkan kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.[1]

Karena berasal dari keluarga priyayi, Soepomo beruntung memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), setingkat dengan sekolah dasar, di Boyolali pada tahun 1917. Di tahun 1920, Soepomo lalu meneruskan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) yang terletak di kota Solo. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia dan lulus di tahun 1923. Setelah lulus, ia menjadi pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Menteri Kehakiman pertama di Indonesia ini kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Rijksuniversiteit Leiden/Leiden University di Belanda tahun 1924 di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum asal Belanda yang terkenal sebagai perancang ilmu hukum adat Indonesia.[2]

Di tahun 1927, Soepomo resmi menyandang gelar Doktor dengan disertasinya yang berjudul:  Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Dalam disertasi tersebut, Soepomo mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta secara tajam, namun dengan bahasa yang halus dan tidak langsung.[3]

Dasar Negara Dan Arsitek UUD 1945

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang terdiri dari:[4]
  1. Persatuan;
  2. Kekeluargaan;
  3. Keseimbangan lahir batin;
  4. Musyawarah; dan 
  5. Keadilan sosial. 

Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945.[5]

Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

Tak hanya tentang asas negara, pada 31 Mei 1945 Soepomo juga didapuk untuk menuturkan beberapa teori tentang negara. Menurut dia, setidaknya ada tiga teori. Pertama, teori negara individualistik yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau dan Herbert Spencer yang berlaku di Eropa Barat dan Amerika. Di sini negara harus melakukan kontrak sosial dengan warganya dan konstitusinya amat sarat dengan kepentingan individualisme. Kedua, teori pertentangan kelas ala Marx, Engel dan Lenin yang menyebutkan kaum buruh harus menguasai negara –diktator proletariat-, agar negara tak lagi dijadikan kaum borjuis sebagai mesin penindas. Sementara teori ketiga adalah teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Hegel dan Adam Muller yang mengedepankan kesatuan (integralistik) negara dengan masyarakat sehingga negara tak diperkenankan memihak golongan warga tertentu.[6]

Dari ketiga teori itu, Soepomo cenderung memilih teori integralistik. Di dalam buku Risalah BPUPKI dan PPKI terbitan Sekretaris Negara, Soepomo menggambarkan dua negara yang saat itu menerapkan paham integralistik, yaitu Jerman Nazi dengan persatuan antara pemimpin dan rakyatnya serta kekaisaran Dai Nippon dengan hubungan lahir batin di bawah keluarga Kaisar Tenno Heika. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, kata Soepomo kala itu.[7] Pandangan beliau ini konsisten dengan corak pemikiran hukumnya pada Disertasi beliau tentang hukum adat.

Pada bagian lain dalam sidang BPUPKI itu pula Soepomo sempat menolak masuknya Hak Asasi Manusia (HAM) ke dalam konstitusi. Ia beranggapan konsep HAM adalah produk negara individualistik dimana HAM adalah pemberian alam dan negara, "..menurut pikiran saya aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights", ujar Soepomo.[8]

Sikap Soepomo yang menentang habis paham individualistik dan produk turunannya seperti HAM dalam sidang BPUPKI sebenarnya tak bisa dilepaskan dari keahlian Soepomo pada bidang hukum adat. Dalam bukunya berjudul Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Soepomo menegaskan bahwa individu adalah anggota dari masyarakat. Yang primer, menurut Soepomo, bukan individu. Melainkan masyarakat yang berdiri di tengah kehidupan hukum. Kehidupan individu terutama ditujukan mengabdi kepada masyarakat. Namun, pengabdian tersebut tidak dianggap beban individu dan sebuah pengorbanan. Lantaran mengedepankan paham integralistik ini, Soepomo dicap sebagai penganut negara totaliter dan anti HAM. Di dalam sidang BPUPKI, Soepomo –dan belakangan Soekarno- harus berdebat dengan M. Yamin dan M Hatta tentang konsep HAM dan paham integralistik itu.[9] 

Soepomo meninggal akibat serangan jantung di Jakarta pada tanggal 12 September 1958. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga kampung Yosoroto, Solo.[10] 
____________________
References:

1. "Soepomo Profil", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/soepomo/profil
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Kisah Soepomo, ahli hukum sekaligus Menteri Kehakiman pertama RI", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/pendidikan/kisah-soepomo-ahli-hukum-sekaligus-menteri-kehakiman-pertama-ri.html
5. Ibid.
6. "Soepomo, Tokoh Hukum Penjunjung Kolektivisme Adat", www.hukumonline.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.hukumonline.com/berita/a/soepomo-tokoh-hukum-penjunjung-kolektivisme-adat-hol23183/
7. Ibid. 
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Op.Cit., www.merdeka.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Knowing Joint Venture Companies in FDI Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Basic Requirements for Foreign Direct I...