Kamis, 15 Desember 2022

Soepomo, Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

(Wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai ''.

Biografi Singkat

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum generasi pertama yang ada di Indonesia, Soepomo turut pula berperan dalam pembentukan sistem hukum nasional hingga akhir hayatnya.  Pria yang lahir pada tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah ini berasal dari keluarga aristokrat Jawa. Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono, Bupati Anom Sukoharjo kala itu. Sedangkan kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.[1]

Karena berasal dari keluarga priyayi, Soepomo beruntung memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School), setingkat dengan sekolah dasar, di Boyolali pada tahun 1917. Di tahun 1920, Soepomo lalu meneruskan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) yang terletak di kota Solo. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan hukum di Bataviasche Rechtsschool di Batavia dan lulus di tahun 1923. Setelah lulus, ia menjadi pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Menteri Kehakiman pertama di Indonesia ini kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan ke Rijksuniversiteit Leiden/Leiden University di Belanda tahun 1924 di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven, profesor hukum asal Belanda yang terkenal sebagai perancang ilmu hukum adat Indonesia.[2]

Di tahun 1927, Soepomo resmi menyandang gelar Doktor dengan disertasinya yang berjudul:  Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Dalam disertasi tersebut, Soepomo mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta secara tajam, namun dengan bahasa yang halus dan tidak langsung.[3]

Dasar Negara Dan Arsitek UUD 1945

Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang terdiri dari:[4]
  1. Persatuan;
  2. Kekeluargaan;
  3. Keseimbangan lahir batin;
  4. Musyawarah; dan 
  5. Keadilan sosial. 

Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945.[5]

Penentang Paham Hak Individualistik Dan Turunannya

Tak hanya tentang asas negara, pada 31 Mei 1945 Soepomo juga didapuk untuk menuturkan beberapa teori tentang negara. Menurut dia, setidaknya ada tiga teori. Pertama, teori negara individualistik yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, JJ Rousseau dan Herbert Spencer yang berlaku di Eropa Barat dan Amerika. Di sini negara harus melakukan kontrak sosial dengan warganya dan konstitusinya amat sarat dengan kepentingan individualisme. Kedua, teori pertentangan kelas ala Marx, Engel dan Lenin yang menyebutkan kaum buruh harus menguasai negara –diktator proletariat-, agar negara tak lagi dijadikan kaum borjuis sebagai mesin penindas. Sementara teori ketiga adalah teori integralistik yang diajarkan Spinoza, Hegel dan Adam Muller yang mengedepankan kesatuan (integralistik) negara dengan masyarakat sehingga negara tak diperkenankan memihak golongan warga tertentu.[6]

Dari ketiga teori itu, Soepomo cenderung memilih teori integralistik. Di dalam buku Risalah BPUPKI dan PPKI terbitan Sekretaris Negara, Soepomo menggambarkan dua negara yang saat itu menerapkan paham integralistik, yaitu Jerman Nazi dengan persatuan antara pemimpin dan rakyatnya serta kekaisaran Dai Nippon dengan hubungan lahir batin di bawah keluarga Kaisar Tenno Heika. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, kata Soepomo kala itu.[7] Pandangan beliau ini konsisten dengan corak pemikiran hukumnya pada Disertasi beliau tentang hukum adat.

Pada bagian lain dalam sidang BPUPKI itu pula Soepomo sempat menolak masuknya Hak Asasi Manusia (HAM) ke dalam konstitusi. Ia beranggapan konsep HAM adalah produk negara individualistik dimana HAM adalah pemberian alam dan negara, "..menurut pikiran saya aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights", ujar Soepomo.[8]

Sikap Soepomo yang menentang habis paham individualistik dan produk turunannya seperti HAM dalam sidang BPUPKI sebenarnya tak bisa dilepaskan dari keahlian Soepomo pada bidang hukum adat. Dalam bukunya berjudul Hubungan Individu dan Masyarakat dalam Hukum Adat, Soepomo menegaskan bahwa individu adalah anggota dari masyarakat. Yang primer, menurut Soepomo, bukan individu. Melainkan masyarakat yang berdiri di tengah kehidupan hukum. Kehidupan individu terutama ditujukan mengabdi kepada masyarakat. Namun, pengabdian tersebut tidak dianggap beban individu dan sebuah pengorbanan. Lantaran mengedepankan paham integralistik ini, Soepomo dicap sebagai penganut negara totaliter dan anti HAM. Di dalam sidang BPUPKI, Soepomo –dan belakangan Soekarno- harus berdebat dengan M. Yamin dan M Hatta tentang konsep HAM dan paham integralistik itu.[9] 

Soepomo meninggal akibat serangan jantung di Jakarta pada tanggal 12 September 1958. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga kampung Yosoroto, Solo.[10] 
____________________
References:

1. "Soepomo Profil", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/soepomo/profil
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Kisah Soepomo, ahli hukum sekaligus Menteri Kehakiman pertama RI", www.merdeka.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.merdeka.com/pendidikan/kisah-soepomo-ahli-hukum-sekaligus-menteri-kehakiman-pertama-ri.html
5. Ibid.
6. "Soepomo, Tokoh Hukum Penjunjung Kolektivisme Adat", www.hukumonline.com., Diakses pada tanggal 15 Desember 2022, Link: https://www.hukumonline.com/berita/a/soepomo-tokoh-hukum-penjunjung-kolektivisme-adat-hol23183/
7. Ibid. 
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Op.Cit., www.merdeka.com.

Rabu, 14 Desember 2022

Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama

(wikipedia.org.)

Oleh:
Mahmud Kusuma, S.Fil., S.H., M.H.
(Certified Attorneys at Law)

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Recognizing Gratification According to the Corruption Crime Act", "Mengenal Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK Pertama", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi RI Pertama'.

Biografi Singkat

Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. (lahir di Palembang, 17 April 1956) Pendidikan dasar dan menengah di Palembang, tamat/lulus 1973,[1] adalah akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden pada tahun 2010. Sejak Juni 2012 sampai dengan Juli 2017, ia dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari lembaga yang sebelumnya bernama Dewan kehormatan KPU yang juga ia pimpin pada tahun 2009 dan 2010. DKPP ini ia perkenalkan sebagai lembaga peradilan etika pertama dalam sejarah, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Sebelumnya ia merupakan pendiri dan menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003–2008) dan diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Indonesia.[2]

Adapun riwayat pendidikan tinggi Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut:[3]
  1. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1982 (Sarjana Hukum).
  2. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1984 (Magister Hukum).
  3. Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta (1986-1990).
  4. Van Vollenhoven Institute, serta Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor by research dalam ilmu hukum (1990).
  5. Post-Graduate Summer Refreshment Course on Legal Theories, Harvard Law School, Cambridge, Massachussett, 1994.

Tahun 1998 diangkat menjadi Guru Besar Penuh Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan dipercaya sebagai Ketua dan Penanggungjawab Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.[4]

Karir Hukum

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak tahun 1981. Sejak tahun 1998 diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, dan sejak 16 Agustus 2003 berhenti sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama menduduki jabatan Hakim Konstitusi, sehingga berubah status menjadi Guru Besar Luar Biasa. Guru Besar Luar Biasa Hukum Tata Negara pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), sejak 2002; Anggota Tim Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 1988-1993. Anggota Kelompok Kerja Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas), 1985-1995. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum (DPKSH), 1999. Ketua Bidang Hukum Tim Nasional Reformasi Nasional Menuju Masyarakat Madani, 1998-1999, dan Penanggungjawab Panel Ahli Reformasi Konstitusi (bersama Prof. Dr. Bagir Manan, SH), Sekretariat Negara RI, Jakarta, 1998-1999. Anggota Tim Nasional Indonesia Menghadapi Tantangan Globalisasi, 1996-1998. Anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I (PAH I), Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (BP-MPRRI) dalam rangka Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (2001-2002). Senior Scientist bidang Hukum BPP Teknologi, Jakarta, 1990-1997. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, 1993-1998. Anggota Tim Pengkajian Reformasi Kebijakan Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1994-1997. Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, 1998-1999 (Asisten Wakil Presiden B.J. Habibie yang kemudian menjadi Presiden RI sejak Presiden Soeharto mengundurkan diri pada bulan Mei 1998). Ketua Tim Pengkajian Kebijakan Perbukuan Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1995-1997. Diangkat dalam jabatan akademis Guru Besar dalam Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998. Koordinator dan Penanggungjawab Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum dan Masalah Kenegaraan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2000-2005; Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia, 2001-2003; Penasehat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002-2003. Penasehat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, 2002-2003. Anggota tim ahli berbagai rancangan undang-undang bidang hukum dan politik, Departemen Dalam Negeri, Departemen Hukum dan HAM, serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan, sejak 1997-2003. Pengajar pada berbagai Diklatpim Tingkat I dan Tingkat II Lembaga Administrasi Negara (LAN) sejak tahun 1997; Pengajar pada kursus KSA dan KRA Lembaga Pertahanan dan Keamanan Nasional (LEMHANNAS) sejak tahun 2002. Penghargaan: Bintang Mahaputra Utama (1999). Pengabdian dalam Jabatan Kenegaraan: 1.Bidang Eksekutif: Senior Scientist BPP Teknologi, 1990-1995. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1993-1998. Asisten Wakil Presiden RI, 1998-1999. Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistim Hukum Republik Indonesia, 1998-1999. Penasihat Ahli Menteri Perindustrian dan Perdagangan, 2002-2003. 2.Bidang Legislatif: Tim Ahli DPR-RI, 1988-1989; Anggota MPR-RI Utusan Golongan, 1997-1998; Tim Ahli BP-MPR, 2001-2002. Penasihat Ahli Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002-2003. 3.Bidang Yudikatif: Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003-2008. Pengabdian melalui Organisasi Non-Pemerintah (Swasta): Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (2005-2010) setelah sebelumnya sebagai Ketua Dewan Pakar (2000-2005). Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Indonesia, Jakarta, 2000-2005. Chairman of the Indonesian Committee of the International Association of Traffic and Safety Sciences, berpusat di Tokyo, 2001 - 2003. Founder and the first Secretary General of the Executive Board of the International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resources Development (IIFTIHAR), 1996-1998. Ketua Umum Perhimpunan Indonesia untuk Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) di bawah binaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1995-1999. Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Pembinaan Sumber Daya Manusia dan IPTEK, organisasi pengelola beasiswa doctor dan post doctor, sejak 1998; Wakil Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Jakarta, sejak 2000; Anggota Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), 1985-2000. Pembantu Rektor III Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta, 1985-1992. Sekretaris Jenderal Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam, 1986-1993.[5]
____________________
References:

1. "PROFIL HAKIM: Jimly Asshiddiqie", www.mkri.id., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://www.mkri.id/index.php?page=web.ProfilHakim2&id=625&menu=3
2. "Jimly Asshiddiqie", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Jimly_Asshiddiqie
3. "Profil Jimly Asshiddiqie", m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://m.merdeka.com/jimly-asshiddiqie/profil
4. "Jimly Asshiddiqie", tatanegara.ui.ac.id., Diakses pada tanggal 13 Desember 2022, Link: https://tatanegara.ui.ac.id/bidang-studi/jimly-asshiddiqie/
5. Op.Cit., www.mkri.id.

Jumat, 09 Desember 2022

Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara

(Dreamstime)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Giving or Promising Something to a Judge in the Corruption Crime Act", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris Yang Juga Pengacara'.

Biografi Singkat

Tony Blair Lahir di Edinburgh, 6 Mei 1953, Tony Blair adalah mantan Perdana Menteri Inggris termuda yang pernah terpilih saat itu. Wawasan yang luas serta sikap terbuka kepada siapa saja membuat pemilik nama lengkap Anthony Charles Lynton Blair ini terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 1997. Pria yang akrab disapa Blair ini mulai terjun ke dunia politik saat dirinya bergabung dengan sebuah partai politik, Labour Party, pada tahun 1983.[1]

Serius bergelut dengan dunia politik membuat Blair dengan mudah duduk sebagai Menteri Dalam Negeri kabinet bayangan pada tahun 1988, hanya berselang lima tahun dari pertama kali ia tercatat sebagai anggota partai. Saat itu, Blair mendesak partainya agar berpindah sebagai pusat politik dan memimpin advokasi tradisional serta memberikan berbagai macam pelayanan publik yang diyakini sebagai pendekatan publik sekaligus dapat menarik massa lebih banyak. Pada tahun 1994, Blair terpilih sebagai Ketua Partai Buruh dalam pemilu yang diadakan pada bulan Juli. Terlepas dari itu semua, ia menggantikan John Smith, Ketua Partai sebelumnya, yang meninggal secara tiba-tiba. Ketika memimpin, Blair menamai partainya dengan sebutan New Labour Party atau Partai Buruh Baru. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kepada khalayak ramai jika partai yang ia pimpin kini berbeda dengan partai sebelumnya, sehingga rakyat diharapkan untuk tidak ragu-ragu dalam memilih partainya nanti jika maju dalam pemilu.[2]

Pada pemilu tahun 1997, Blair yang sebelumnya mengumumkan janji untuk tidak akan menaikkan pajak pendapatan rakyat berhasil terpilih dan memenangkan banyak suara. Ia dinyatakan menang telak dengan perolehan kursi dan mayoritas tertinggi sepanjang sejarah atas Partai Konservatif yang telah memimpin Inggris selama 18 tahun. Banyak jajak pendapat menuturkan berdasarkan hasil survei bahwa Blair merupakan Perdana Menteri paling populer yang pernah ada.  Selama masa kepemimpinannya, Blair terbukti menjalankan janjinya selama masa kampanye yaitu tidak menaikkan pajak pendapatan rakyat. Tak hanya itu, keterbukaan dan keluasan wawasan Blair mampu meraup banyak simpatisan rakyat yang kemudian memilihnya sebagai Perdana Menteri Inggris selama tiga periode berturut-turut (1997, 2001, dan 2005).[3]

Kepemimpinan Blair selama menjabat sebagai Perdana Menteri dalam empat tahun pertama diakui rakyat bertindak secara tegas dan cerdas terlihat pada kontribusinya dalam bernegosiasi untuk menyelesaikan konflik Jumat Agung yang terjadi di Irlandia Utara selama tiga puluh tahun berturut-turut. Konflik tersebut terjadi di antara kaum Katolik minoritas dan Protestan. Saat itu, mengikuti peristiwa pengeboman dalam mobil atau biasa dikenal Omagh Bombing, anggota Real Irish Republican Army (RIRA) semula menolak adanya perdamaian, namun, Blair terus mengupayakan perdamaian dengan melakukan serangkaian perundingan damai antara pihak-pihak yang bertikai. Ia menyatakan dukungannya pada perdamaian di Irlandia. Akhirnya, pada April 1998 para pihak-pihak terkait, termasuk para tentara militer, menyatakan kesediaannya untuk berdamai. Sehingga perang selama tiga dekade tersebut berhasil diselesaikan dengan syarat-syarat perjanjian yaitu menyerahkan wilayah utara kepada pihak Irlandia Utara. Sedangkan pihak Republik Irlandia mendapatkan wilayah di bagian selatan. Dalam kejadian itu terdapat 29 orang tewas dan ratusan orang mengalami luka-luka. Nama Blair semakin di atas awan begitu ia berhasil membantu Irlandia dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Tak hanya itu, keberhasilannya dalam mendirikan badan perwakilan terpilih di Skotlandia dan Wales, mendirikan kerja sama secara politis dengan partai ketiga, Partai Demokrat Liberal, serta mengurangi jumlah pengangguran di Inggris nyatanya mampu menarik banyak simpatisan untuk memilihnya kembali dalam pemilu.[4]

Pada pemilu yang digelar tahun 2005, Blair terpilih kembali sebagai Perdana Menteri dan partainya meraup kemenangan untuk ketiga kalinya. Ia merupakan Perdana Menteri dan Ketua Partai terlama dalam jabatan. Namun, di tahun yang sama, banyak rakyat mengecam tindakan Blair yang mendukung Amerika Serikat dalam menginvasi Afganistan pada tahun 2001 serta Irak pada tahun 2003. Saat itu, kepopulerannya semakin merosot mengingat tindakannya yang disebut oleh mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, sebagai kejahatan perang. Tindakannya banyak menimbulkan kontroversi, bahkan 139 anggota parlemen menolak dengan sikap yang ditunjukkan Blair.[5]

Secara otomatis, tindakan kontroversial yang banyak membunuh rakyat Afganistan dan Irak menurunkan kredibilitasnya. Terbukti pada pemilu yang diadakan dua tahun berikutnya yakni tahun 2007, Blair tidak banyak mendapatkan suara. Ia mengalami kekalahan telak atas Gordon Brown, mantan menteri Keuangan, yang juga populer karena terbukti telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris. Blair resmi mengakhiri jabatannya sebagai Perdana Menteri pada 27 Juni 2007. Pada bulan Mei 2008, ayah dari empat orang anak ini mendirikan Tony Blair Faith Foundation dan berselang satu tahun ia mendirikan Faith and Globalisation Initiative yang bekerjasama dengan Yale University, Durham University, dan National University of Singapore.[6]

Karir Sebagai Pengacara

Tony Blair adalah seorang pengacara lulusan Oxford University.[7] Dia lulus dari Universitas Oxford jurusan hukum, setelah lulus kuliah dia langsung berkarier sebagai pengacara.[8] Sumber yang penulis dapatkan di jagad maya sangat sedikit yang membahas mengenai karirnya sebagai pengacara. Hanya diketahui bahwa beliau setelah lulus dari fakultas hukum Universitas Oxford, kemudian pernah meniti karir sebagai pengacara, sebelum menjadi politisi anggota partai buruh Inggris. 
____________________
References:

1. "Profil Tony Blair", merdeka.com., Diakses pada tanggal 9 Desember 2022, Link: https://m.merdeka.com/tony-blair/profil
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Profil Tony Blair, Mantan PM Inggris yang Jadi Dewan Penasihat IKN", kabar24.bisnis.com., Diakses pada tanggal 09 Desember 2022, Link: https://kabar24.bisnis.com/read/20221020/19/1589688/profil-tony-blair-mantan-pm-inggris-yang-jadi-dewan-penasihat-ikn

Rabu, 07 Desember 2022

Michelle Obama, Sekilas Karirnya Sebagai Pengacara

(gettyimages)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen", "Maria Ulfah, Sarjana Hukum Perempuan Pertama Indonesia", "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Michelle Obama, Sekilas Karirnya Sebagai Pengacara'.

Biografi Singkat

Michelle Obama (lahir 17 Januari 1964) adalah pengacara, penulis, dan mantan ibu negara Amerika Serikat. Ia menikah dengan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama. Keluarganya berasal dari etnis Afrika-Amerika.[1]

Beberapa kerabatnya tinggal di Carolina Selatan. Fraser Robinson, Jr. adalah kakeknya yang lahir sekitar tahun 1912 di Georgetown, Carolina Selatan dan meninggal tahun 1996. Fraser Robinson III, lahir tahun 1935 adalah petugas pompa di perusahaan air kota Chicago yang meninggal tahun 1990. Sedangkan ibunya bernama Marian Robinson atau Marian Shields lahir pada bulan Juli 1937 dan bekerja sebagai sekertaris di Katalog Spiegel. Kakak laki-lakinya bernama Craig Robinson yang lahir tahun 1962 telah menjadi kepala pelatih regu bola basket di Universitas Negara Bagian Oregon.[2]

Michelle dan Barack Obama menikah tahun 1992 dan dikaruniai dua orang putri bernama Malia Ann Obama yang lahir tahun 1998 dan Natasha Obama lahir tahun 2001.[3]

Karir Sebagai Pengacara

Michelle lulus dari Whitney M. Young Magnet High School pada tahun 1981 dan melanjutkan pendidikannya di Princeton University 1985 dan lulus pada tahun dengan memperoleh gelar B.A di bidang sosiologi. Michelle dianjurkan mendaftar ke Princeton oleh penasihat sekolah menengah yang merasa nilai nya tidak memadai. Namun ia lulus dari perguruan tinggi dengan pujian. Dia adalah salah satu dari beberapa siswa kulit hitam bersekolah di Princeton pada saat itu, dan pengalaman membuatnya sadar akan isu-isu ras.[4]

Setelah lulus dari Harvard Law School, Michelle bergabung dengan firma hukum Sidley Austin sebagai rekan yang mengkhususkan diri dalam pemasaran dan kekayaan intelektual. Pada tahun 1988, ia bertemu dengan Barack Obama untuk yang pertama kalinya di sebuah pertemuan musim panas di tempat ia berkerja. Pada tahun 1992, mereka akhirnya menikah dan memiliki dua putri, yakni Malia dan Sasha.[5]

Setelah pemilihan suaminya ke Senat AS pada bulan November 2004, Michelle diangkat wakil presiden urusan komunitas dan eksternal di Universitas Chicago Medical Center pada Mei 2005. Meskipun peran ganda Barack di Washington, DC dan Chicago, Michelle tidak menganggap mengundurkan diri dari posisinya dan dan pindah ke ibukota negara. Hanya setelah Barack mengumumkan kampanye presiden apakah ia menyesuaikan jadwal pekerjaannya; Mei 2007 ia memotong jam-nya sebesar 80% untuk mengakomodasi kebutuhan keluarga selama pencalonannya.[6]

Dengan posisi suaminya sebagai politisi nasional terkemuka, Michelle Obama telah menjadi bagian dari budaya populer. Pada Mei 2006, Majalah Essence mencatat nama Michelle di antara "25 Perempuan yang paling menginspirasi dunia". Pada bulan-bulan awalnya sebagai Ibu Negara, ia mengunjungi tempat penampungan tunawisma dan dapur umum. Dia juga mengirim perwakilan ke sekolah dan menganjurkan pelayanan publik.[7] 
____________________
References:

1. "Michelle Obama", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 29 November 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Michelle_Obama
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Michelle Obama" m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 29 November 2022, Link: https://m.merdeka.com/michelle-obama/profil
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.

Selasa, 06 Desember 2022

Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen

(wikipedia.org.)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Blangko Surat Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada", "Hazairin, Begawan Hukum Adat Dari Tanah Bengkulu", "Fidel Castro Ternyata Pernah Membuka Kantor Hukum", "Sekilas Karir Pengacara Mahatma Gandhi" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Mengenal Mohamad Roem, Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen'.

Biografi Singkat

Mr. Mohammad Roem (bahasa Arab: محمد روم, translit. Muhammad Rūm‎; 16 Mei 1908 – 24 September 1983) adalah seorang diplomat dan salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama masa kepemimpinan presiden Soekarno, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan kemudian Mendagri. Dia paling terkenal untuk mengambil bagian dalam Perjanjian Roem-Roijen selama revolusi Indonesia.[1]

Roem lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada tanggal 16 Mei 1908. Ayahnya adalah Dulkarnaen Djojosasmito, dan ibunya adalah Siti Tarbijah. Dia pindah ke Pekalongan karena Parakan dilanda wabah penyakit menular seperti kolera dan influenza. Pada tahun 1915, ia belajar di Volksschool dan dua tahun kemudian melanjutkan ke Hollandse Inlandsche Sekolah sampai 1924. Pada tahun 1924, ia menerima beasiswa untuk belajar di "School tot Opleiding van Indische Artsen" - STOVIA (Sekolah Pendidikan untuk Dokter Pribumi) setelah mengikuti ujian pemerintah. Tiga tahun kemudian, ia menyelesaikan ujian tahap pendahuluan dan dipindahkan ke Algemene Middelbare Sekolah, dan lulus pada tahun 1930.[2]

Kehidupan pribadi. Roem menikahi Markisah Dahlia pada tahun 1932. Mereka memiliki dua anak, laki-laki, Roemoso, lahir pada tahun 1933 dan seorang gadis, Rumeisa, lahir pada tahun 1939. Roem meninggal pada 24 September 1983 akibat dari gangguan paru-paru, dengan meninggalkan seorang istri dan satu anak.[3]

Pemimpin Delegasi RI Dalam Perundingan Roem-Roijen

Setelah mengikuti tes masuk Kedokteran Perguruan tinggi, dan ditolak, ia berpindah ke hukum, memasuki Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) pada tahun 1932 dan memperoleh gelar Meester in de Rechten pada tahun 1939.[4] Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta dikemudian hari menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dengan kata lain, M. Roem adalah seorang sarjana hukum setelah lulus pada tahun 1939.

Mohammad Roem juga dikenal sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Royen pada tahun 1949, yang membahas mengenai luas wilayah Republik Indonesia. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Belanda diwakili oleh Dr. Van Royen, sehingga perundingan tersebut pun memakai nama dari kedua orang tokoh tersebut yang dikenal dengan perundingan 'Roem-Royen'. Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan Roem-Royen yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.[5] Dalam kaitannya dengan artikel ini, hal penting yang patut diperhatikan di sini adalah bahwa pemimpin delegasi RI ketika perundingan Roem-Roijen adalah seorang sarjana hukum. 
____________________
References:

1. "Mohamad Roem", wikipedia.org., Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Mohamad_Roem
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "Mohammad Roem", kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id., Diakses pada tanggal 20 November 2022, https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=14&presiden_id=1&presiden=sukarno

The Disappearance of Three Civil Rights Activists Inspired the Mississippi Burning Movie

( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Heavier Penalties Await for Vaping-related...