Kamis, 19 Januari 2023

Bismar Siregar, Mantan Hakim Agung yang Dinilai Progresif

(tribunnews.com)

Oleh:
Tim Hukumindo


Biografi Singkat

Bismar Siregar, S.H. (15 September 1928 – 19 April 2012) adalah mantan Hakim agung Mahkamah Agung. Ia menjadi Hakim Agung periode 1984-2000. Ia dikenal sebagai sosok hakim agung yang progresif.[1] Alumnus Universitas Indonesia ini mengawali karir dengan menjadi Jaksa di Kejaksaan Negeri  Palembang pada 1957 hingga tahun 1959. Kemudian berlanjut di Kejaksaan Negeri Makasar dan Ambon pada tahun 1959 - 1961. Karir sebagai hakim dimulai pada tahun 1961 pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang.[2]

Saat bersekolah di bangku Sekolah Dasar, Bismar Tidak lulus. Namun kegigihan luar biasanya berbuah hasil saat dia akhirnya diterima saat mendaftar ke SMP di Sipirok. Karena kondisi keuangan yang tidak baik, bangku SMA baru dilanjutkan di tanah perantauan Bandung. Seragam putih abu-abu baru ditanggalkannya 10 tahun kemudian. Nasib baik berpihak pada Bismar. Dengan kemampuan yang dimiliki, dia berhasil memanfaatkan peluang saat mengikuti ujian penerimaan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Pintu menjadi hakim pun terbuka.[3]

Namanya juga pernah tercantum sebagai hakim di PN Pontianak selama 6 tahun hingga 1968. Kemudian Bismar menjadi panitera di Mahkamah Agung pada 1969-1971. Kariernya menanjak saat menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara/Timur pada 1971-1980. Bismar menghembsukan nafas terakhirnya pada hari Kamis, 19 April 2012 pada pukul 12.25 WIB di Rumah Sakit Fatmawati. Dia mengalami pendarahan di kepala dengan sebelumnya mendadak pingsan pada 16 April 2012 ketika melukis di rumahnya.[4]

Mantan Hakim Agung Progresif

Pria kelahiran Sipirok, Sumatera Utara, 15 September 1928 ini memang telah lama meninggalkan kursi pengadil, namun namanya masih terus akrab di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, sejumlah keputusan keras lahir dari balik pribadi yang lembut. Bagi beberapa orang, keputusan hukum yang dibuat Bismar terlihat kontroversial. Ketegasannya Bismar ditunjukkan bahwa dia tidak mau disuap dan tidak bisa dibeli.[5]

Sosok Bismar menjadi cermin bagi para hakim karena kebeningan hati nuraninya. Nurani inilah yang selalu menjadi andalan Bismar setiap kali mengambil keputusan, sebab baginya hati nurani tidak bisa diajak berbohong. Tak berlebihan bila dikatakan Bismar Siregar adalah pendekar hukum langka yang berani melawan arus demi tegaknya keadilan. Baginya, undang-undang dan hukum hanyalah sarana untuk mencapai keadilan. Semasa menjadi hakim, Bismar kerap melakukan terobosan hukum. Ia pun tak mau diintervensi siapapun dalam mengambil keputusan, termasuk oleh atasannya.[6]

Bismar adalah representasi hakim yang punya watak, yang tak mau terkungkung oleh kekakuan hukum di atas kertas, hakim yang mengutamakan keadilan daripada kepastian hukum. Bismar digambarkan sebagai sosok hakim yang kontroversial. Putusannya seringkali melawan arus. “Selama menjadi hakim, beliau telah memutuskan perkara dengan pertimbangan-pertimbangan yang ‘tidak biasa’ dilakukan oleh penegak hukum saat itu,” tulis Guru Besar UIN Jakarta, M. Bambang Pramono, beberapa hari setelah Pak Bismar wafat.[7]

Prof. Bustahunl Arifin, senior sekaligus kolega Bismar di Mahkamah Agung, pun tak ketinggalan memberikan pujian. “Apapun yang dilakukan Bismar, dilakukannya dengan keimanan yang kukuh”. Bismar, tulis Prof. Burtanul Arifin di Varia Peradilan edisi Mei 2009, adalah orang yang istiqomah. “Dia tidak segan mengeluarkan pendapat yang berbeda dari pendapat mainstream,” kata advokat senior Todung Mulya Lubis.[8]

Semasa hidupnya Pak Bismar sering mengirimkan tulisan ke media massa. Melacak semua tulisan Pak Bismar sama sulitnya dengan memastikan berapa sebenarnya jumlah artikel dan paper yang pernah Pak Bismar hasilkan semasa hidupnya. Ini juga tak mudah karena tulisan Pak Bismar  tak semuanya terekam di media massa. Kali lain, Pak Bismar membuat tulisan untuk kebutuhan khutbah dan seminar, ada pula untuk kebutuhan mengajar di beberapa kampus. Bahkan beberapa di antaranya adalah ‘testimoni’ Pak Bismar untuk tokoh hukum, atau kata pengantar dalam buku tertentu.[9]

Karena itu, membuat tulisan tentang sosok, gagasan, dan sepak terjang Bismar dalam tulisan panjang berseri tentu bukan pekerjaan mudah. Sebagian besar jurnalis yang meliput bukanlah generasi yang hidup pada masa Pak Bismar menjalankan profesinya sebagai hakim. Kami beruntung Pak Bismar meninggalkan warisan kekayaan intelektual yang tak terhingga. Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai media massa, termasuk majalah ilmiah yang terbit pada dekade 1970 sampai 1980-an. Sebagian tulisan-tulisan Pak Bismar kemudian dibukukan.  Dalam upaya memahami lebih dekat hakim yang pelukis itu,  kami sangat banyak terbantu oleh karya-karyanya dan karya orang lain yang menyinggung Pak Bismar. Pekerjaan besarnya adalah bagaimana memilah-milah informasi dari karya itu agar layak dituliskan ulang dalam tulisan panjang berseri di hukumonline. Apalagi, gagasan dan sepak terjang Pak Bismar bukan hanya ada di lapangan hukum, tetapi juga bidang seni, pendidikan, dan sosial budaya.[10] 
____________________
References:

1. "Bismar Siregar", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Link: https://id.wikipedia.org/wiki/Bismar_Siregar
2. "Profil Bismar Siregar", m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Link: https://m.merdeka.com/bismar-siregar/profil
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. "Bismar Siregar, Hakim Kontroversial yang Berhati Nurani", www.hukumonline.com., Diakses pada tanggal 22 Desember 2022, Link: https://www.hukumonline.com/berita/a/bismar-siregar--hakim-kontroversial-yang-berhati-nurani-lt559d06730db6c/
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Knowing Joint Venture Companies in FDI Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Basic Requirements for Foreign Direct I...