Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri Perubahan Gugatan. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri Perubahan Gugatan. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

Sabtu, 13 Februari 2021

Contoh Surat Kuasa Cerai Talak

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Permohonan Dispensasi Nikah Non Muslim", pada kesempatan yang berbahagia ini platform Hukumindo.com akan membahas mengenai Contoh Surat Kuasa untuk keperluan Cerai Talak di institusi Pengadilan Agama. Perhatikan contoh berikut ini:[1]


S U R A T   K U A S A

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : AA Bin CC
NIK : .............
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : .................../.................... 
Agama : Islam
Pendidikan : .................
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : ............., RT/RW: 003/001, Desa: ....., Kecamatan: .........., Kabupaten/Kota: .........., Provinsi: .............

Untuk selanjutnya disebut sebagai “Pemberi Kuasa”.

Dalam hal ini memilih domisili hukum pada Kantor kuasanya yaitu “OPQ” Law Firm, yang alamatnya disebut di bawah ini, menerangkan dengan Surat Kuasa ini memberikan kuasa penuh kepada:

Tegar Nasution, S.H., M.H.

Pekerjaan : Advokat-advokat dan Konsultan Hukum pada “OPQ” Law Firm.
Alamat : Jl. ............., RT/RW: 003/001, Desa: ....., Kecamatan: .........., Kabupaten/Kota: .........., Provinsi: ..............

Yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, untuk selanjutnya disebut sebagai “Penerima Kuasa”.

-------------------------------K H U S U S-------------------------------

Guna bertindak sebagai Kuasa Hukum Pemberi Kuasa, untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mewakili dan/atau mendampingi, sebagai “Pemohon” dalam perkara perdata Cerai Talak pada jurisdiksi hukum Pengadilan Agama ....................., melawan:

Nama : HIJ Binti XYZ
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl. Lahir : ................./.................
Agama : Islam
Pendidikan : .............
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Alamat : Perum............., RT/RW: 003/001, Desa: ....., Kecamatan: .........., Kabupaten/Kota: .........., Provinsi: ..............

Selanjutnya dalam perkara a quo disebut sebagai “Termohon”.

Untuk hal tersebut di atas, kepada Penerima Kuasa sebagai Kuasa Hukum dikuasakan untuk:

Menghadap Ketua/Majelis Hakim/Pejabat-pejabat Pengadilan Agama .................., para pejabat pada Instansi Pemerintah maupun Institusi Swasta pada semua tingkat pangkat dan jabatan atau pihak-pihak lain yang terkait sehubungan dengan perkara tersebut di atas demi kepentingan Pemberi Kuasa:

• Membuat, menandatangani dan mengajukan Surat Gugatan dan Perubahan Gugatan; Menerima dan menandatangani Surat Panggilan Sidang (relaas-relaas); Menghadiri setiap persidangan-persidangan; Mendampingi dalam proses mediasi di Luar maupun di dalam Pengadilan; Melakukan perdamaian atas segala akibat hukum gugatan a quo baik di dalam maupun di luar persidangan atas seizin Pemberi Kuasa; Membuat, menandatangani dan mengajukan Replik serta membantah gugatan rekonpensi dalam hal diperlukan; Mengajukan Bukti-bukti surat dan Saksi-saksi; Menanggapi, menerima dan atau menolak Jawaban, Gugatan Rekonpensi, Duplik, Bukti-bukti Surat, Saksi-saksi dan Keterangan Saksi-saksi, maupun Ahli-ahli, yang diajukan oleh Tergugat; Mengajukan Kesimpulan-kesimpulan; Mendamping Pemberi Kuasa dalam pembacaan ikrar talak oleh Pemberi Kuasa; Menghadiri pembacaan penetapan-penetapan maupun putusan-putusan; Menerima dan menanda tangani Surat Pemberitahuan Isi Putusan/Penetapan; Memohon dan menerima Turunan Resmi Putusan/Penetapan; Menolak dan atau memohon Pelaksanaan Putusan (Executie); Menyerahkan segala pembayaran-pembayaran dan menandatangani bukti-bukti pembayaran; Membuat, menandatangani dan mengajukan, memberi atau menerima serta menolak setiap surat-surat, dokumen-dokumen, akta-akta dan tanda terima sehubungan dengan perkara tersebut di atas demi kepentingan Pemberi Kuasa;

• Bertindak dengan perbuatan-perbuatan lainnya tanpa ada yang dikecualikan asalkan tidak bertentangan dengan Hukum dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehubungan dengan perkara tersebut di atas demi kepentingan Pemberi Kuasa;

• Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi (recht van substitutie) dan secara tegas dengan hak retensi.

................, 9 Februari 20....

Penerima Kuasa                                              Pemberi Kuasa

Ttd.                                                                       Ttd.

Tegar Nasution, S.H., M.H.                              AA Bin CC
(Advokat)                                                      (Pemohon)
____________
Referensi:

1. Dokumen pribadi penulis.

Rabu, 23 Desember 2020

Contoh Permohonan Perubahan Nama

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Contoh Permohonan Isbat Nikah Contentius (Muslim)" serta artikel yang berjudul "Contoh Surat Gugatan Cidera Janji", dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Contoh Permohonan Ganti Nama. Contoh sebagaimana berikut ini:[1]


Perihal: Permohonan Perubahan Nama

Kepada Yth:
Ketua Pengadilan Negeri Surabaya
Di,
     Surabaya


Dengan hormat

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama                               : Dyah Ayu Ratnamurti Pribadi, S.H.
Tempat/Tanggal Lahir     : Surabaya / 30 November 1985
Agama                             : Islam
Jenis Kelamin                  : Perempuan
Kebangsaan                     : Indonesia
Pekerjaan                         : Swasta
Alamat                             : Jl. Darmo Indah Asri 3-AD/2 RT 2/RW 4, 
                                           Kel. Karangpoh, Kec.Tandes - Surabaya.

Dengan ini pemohon hendak mengajukan Permohonan Perubahan Nama dengan alasan-alasan/dalil-dalil sebagai berikut:
  1. Bahwa para pemohon menikah secara sah menurut hukum di surabaya Pada hari Senin, tanggal 14 Desember 2009, sebagaimana tercatat dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Tandes Nomor: 6330/82/XII /2009, tertanggal 14 Desember 2009, sekarang telah cerai sebagaimana di jelaskan dalam akta perceraian Nomor: 4254/AC/2014/PA, Surabaya tertanggal 21 Oktober 2014;
  2. Bahwa dari perkawinanya tersebut pemohon dikarunia 2 (dua) orang anak yang diberi nama: SATRIA DZAKY NURCAHYO, laki-laki lahir Surabaya, tanggal 23 Februari 2011, sebagaimana tercatat dalam kutipan akta kelahiran Nomor : 3578-LU-03042012-0070, tertanggal 3 April 2012;
  3. Bahwa oleh karena penyebutan dan atau penulisan nama anak Pemohon pada Kutipan kelahiran Nomor: 3578-LU-03042012-0070 tertanggal 3 April 2012, yaitu SATRIA DZAKY NURCAHYO menjadi SATRIA DZAKY NUR;
  4. Bahwa untuk mencatat dan mendaftar tentang pembetulan dan atau perubahan nama tersebut pada catatan Pinggir dalan daftar kelahiran daftar kelahiran Tahun yang sedang berjalan ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya terlebih dahulu harus ada ijn dari Pengadilan Negeri;
Berdasarkan uraian dan alasan-alasan tersebut diatas, maka Pemohon mohon kepada bapak Ketua Pengadilan Negeri Surabaya agar berkenan memberikan penetapan sebagai berikut:
  1. Mengabulkan Permohonan Pemohon;
  2. Memberikan ijin kepada Pemohon untuk membetulkan nama pada Kutipan Akta Kelahiran No: 3578-LU-03042012-0070, Tertanggal 3 April 2012, yang semula tertulis SATRIA DZAKY NURCAHYO menjadi SATRIA DZAKY NUR;
  3. Memerintahkan kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota Surabaya untuk melakukan Catatan Pinggir tentang pembetulan dan atau perubahan nama seperti tersebut di atas dalam Register Kelahiran Tahun yang sedang berjalan yang diperuntukan untuk itu;
  4. Membebankan biaya permohonanan menurut Hukum;
  5. Mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo et Bono);
Demikian permohonan perubahan nama ini kami sampaikan, atas perkenannya kami mengucapkan terima kasih.

Hormat kami,


Ttd.

Dyah Ayu Ratnamurti Pribadi, S.H.
(Pemohon)
____________
Referensi:

1. Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 05/Pdt. P/2015/PN. Sby, tanggal 5 Februari 2015 (diakses pada situs www.mahkamahagung.go.id).

Senin, 16 November 2020

Contoh Jawaban Gugatan Perdata

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com pada label Praktik Hukum telah membahas mengenai "Cara Membuat Surat Gugatan Perceraian (Jakarta)", kemudian platform ini juga telah membahas "Cara Membuat Surat Gugatan Perceraian (Tangerang)", ada juga telah dibahas perihal "Tutorial Membuat Gugatan", juga telah dibahas "Tiga Larangan Hukum Acara Terkait Merubah Surat Gugatan", dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Contoh Jawaban Gugatan Perdata.

Tiga Teknik Menjawab Gugatan

Secara struktur tulisan, dalam sebuah jawaban atas gugatan perdata adalah anti tesis dari surat gugatan perdata. Sama juga dengan struktur tulisan dalam surat gugatan, isinya ya posita dan petitum juga. Akan tetapi perlu diperhatikan, terdapat perbedaan juga dalam sebuah struktur surat jawaban atas gugatan perdata, terutama adalah dalam surat jawaban atas gugatan perdata dimungkinkan bagi Tergugat atau Turut Tergugat untuk mengajukan tangkisan atau eksepsi dalam surat Jawabannya, serta dimungkinkan juga untuk mengajukan gugatan balik atau rekonvensi. Soal panjang atau pendeknya surat jawaban adalah relatif, sangat tergantung dari gugatan yang akan dijawab serta materi yang menjadi persoalan dalam sebuah perkara.

Dalam membuat surat jawaban gugatan perdata, berikut akan penulis uraikan berdasarkan pengalaman penulis sebagai advokat praktik. Cara ini adalah hasil pengalaman penulis selama berkecimpung dalam profesi advokat. Tentu saja pengalaman penulis ini bisa dibandingkan dengan literatur yang ada, ataupun pengalaman-pengalaman lain dari sidang pembaca yang budiman. Penulis telah turut merasakan bahwa pengalaman ("jam praktik") adalah guru terbaik yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Pertama, adalah teknik membuat jawaban dengan menjawab hal-hal pokok dari gugatan lawan. Biasanya teknik ini digunakan oleh pemula yang tingkat ketelitiannya perlu ditingkatkan, atau oleh orang yang awam hukum namun memaksa untuk berpraktik karena dirundung keadaan tertentu seperti keterpaksaan karena kondisi ekonomi. Keunggulan teknik ini menurut penulis tidak ada, karena jawaban akan rentan mempunyai celah. Kelemahannya adalah akan terlalu banyak celah yang mungkin tercipta.

Kedua, adalah teknik membuat jawaban dengan mengetik kembali point gugatan lawan dan menjawabnya satu persatu tanpa ada yang terlewatkan. Teknik ini biasanya digunakan oleh orang-orang yang sangat teliti dan tidak mau melewatkan satu point pun dari Gugatan lawannya. Teknik ini seringkali dengan cara menulis kembali point gugatan lawannya, dan jawaban atas gugatan lawannya ada persis di bawahnya, dalam kasus tertentu jawaban ini agak menjorok ke samping dengan membentuk paragraf tersendiri. Keunggulan teknik ini adalah ketelitian yang maksimal. Adapun kelemahannya adalah kadang kala terjadi pengulangan atas jawaban yang telah diutarakan sebelumnya diutarakan kembali setelahnya.

Ketiga, adalah teknik membuat jawaban dengan merujuk pada point-point gugatan lawan dan memberikan jawaban. Teknik ini memungkinkan menjawab gugatan lawan dengan efisiensi dan efektifitas yang lebih baik dari teknik kedua. Contoh riil-nya adalah dengan cara merujuk pada gugatan lawan pada angka tertentu dan paragraf tertentu kemudian memberikan jawabannya. Meskipun demikian, selama penulis menggunakan teknik ini terdapat kelemahannya juga karena kadang kala terdapat acuan gugatan lawan yang tidak memakai angka dan skema penulisan yang rapih, selain itu bagi sebagian yang lain dikarenakan jawaban kita merujuk pada kode tulisan gugatan lawan yang tertentu (misalnya paragraf 1 dan seterusnya), menjadikan tugas membaca jawaban haruslah disandingkan juga pada dokumen sidang yang lain (Gugatan lawan), kadang dokumen setiap sidang telah tercecer atau tidak build in sehingga cukup merepotkan.

Bagaimana sidang pembaca, teknik mana yang akan anda gunakan?

Contoh Surat Jawaban Gugatan Perdata

Contoh-contoh surat jawaban gugatan perdata cukup banyak di literatur berupa buku maupun artikel-artikel di dunia maya, bahkan dokumen-dokumen yang dapat diunduh dari beragam situs internet. Jika kita menggunakan mesin pencari google, ia mempunyai algoritmanya tersendiri dalam memilih sumber-sumber yang relevan, namun sidang pembaca yang budiman dapat memilih sesuai relevansi dan kebutuhannya masing-masing. Di bawah ini penulis pilihkan salah satu contoh yang cukup baik sebagai berikut:[1]


Jawaban Tergugat  IV

Kepada Yth.:
Ibu Ketua Majelis Hakim Perkara
Perdata No.14/Pdt.G/2010/PN. SGT.
Di –
   Pengadilan Negeri Sengeti 


Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini: ANDI GUNAWAN, S.H., Advokat/Penasehat Hukum pada Kantor Lembaga Bantuan Hukum dan Keadilan (LBHK) beralamat di Jl. Ir. H. Juanda, Lr. Anda No. 22 RT: 25 RW: 08, Simpang III Sipin, Kota Jambi. Kode Pos 36126, Telp. 0741-61452.

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama mewakili kepentingan Pemberi Kuasa dari ST. ZAHAR AZIZ  selaku Tergugat IV berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Desember 2010.

Dengan ini perkenankanlah Kami selaku Kuasa Hukum dari Tergugat IV mengajukan Jawaban dan gugatan Rekonvensi atas Gugatan  Para Penggugat tertanggal 9 Desember 2010, sebagai berikut:


DALAM EKSEPSI

1. Bahwa Tergugat  IV menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Para Penggugat, kecuali yang diakui dan dinyatakan secara tegas dalam Jawaban ini;

2. Bahwa dalil Gugatan Para penggugat mengalami kurang pihak, dimana dalam gugatan para Penggugat tidak mengikut sertakan Ahli Waris dari Alm. H. Usman Hamid Cs. selaku Pemilik asal hak atas tanah Sertifikat Hak Milik No.: 309 Tahun 1990 dan juga tidak mengikut sertakan Camat Jambi Luar Kota selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah, karena Tergugat IV didalam memperoleh sebidang tanah berdasarkan sertifikat Hak Milik No.: 309 Tahun 1990 berdasarkan Akta Jual Beli No.: 351/JLK/1990 tertanggal 22 Juni 1990 yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Dengan tidak diikut sertakan pihak-pihak tersebut, secara hukum gugatan yang diajukan Para Penggugat mengalami kurang pihak.

3. Bahwa dalil gugatan Para Penggugat mengalami kekaburan (obscuur libel), hal mana terlihat dari:
a. Bahwa apa yang diuraikan dalam dalil gugatan Para Penggugat tentanng Letak objek  tanah yang disengketakan adalah tidak jelas dan terang, karena tidak menyebutkan secara tegas dimana lokasi yang sebenarnya objek tanah  sengketa tersebut berada. Sedangkan tanah milik Tergugat IV dahulunya terletak di RT. 15 Kelurahan Pal Merah, Kec. Jambi Selatan , kemudian terjadi perubahan wilayah termasuk kedalam Wilayah Desa Kebun IX Kec. Mestong Kabupaten Muaro Jambi, dan sekarang telah berubah lagi dan termasuk kedalam wilayah RT. 05  Desa Mekar Jaya Kec. Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi;

b. Bahwa Para Penggugat telah  keliru didalam menguraikan status kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki oleh Tergugat IV, karena Tergugat IV tidak lagi memiliki Hak Atas Tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 309 Tahun 1990, melainkan memiliki hak atas berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3216  Tahun 2008  seluas ± 12.918 M2 dan Nomor 3217 Tahun 2008 seluas ± 8017 M2 di atas tanah objek yang disengketakan , begitu pula batas – batas yang dimiliki oleh Tergugat IV tidak sesuai apa yang diuraikan dalam dalil gugatan penggugat;

4. Bahwa kedudukan hukum Para Penggugat selaku  pihak dalam hal mengajukan gugatan terhadap  Tergugat IV adalah tidak sah dan tidak mempunyai dasar hukum sama sekali, hal mana dikarenakan objek tanah yang dimiliki oleh Tergugat IV berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.: 3216 Tahun 2008 dan No.: 3217 Tahun 2008 diperoleh dari Alm. H Usman Abdul Hamid Cs. berdasarkan sertifikat 309 Tahun 1990, tanah mana termasuk dalam objek perkara dalam Perkara Perdata No.: 05/Pdt.G/1990/PN.M.BLN. Jo. No.: 16/Pdt/1993/ PT.JBI Jo. No.: 840 K/Pdt./1994  yang telah diajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara No.: 191 PK/Pdt./1999 terhadap perkara mana dimenangkan oleh Alm. H. Usman Abdul Hamid Cs. Dan perkara tersebut telah mempunyai kekuatan hukum Pasti. Untuk itu sudah sepatutnya secara hukum Gugatan Para Penggugat  ditolak atau tidak dapat diterima;

5. Bahwa bila dilihat dari Posita gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat tidak sesuai apa yang menjadi posita gugatannya, kerena tidak ada relevansi sama sekali dengan perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat IV. Dimana dalam uraian Posita tidak terlihat sama sekali adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh  Tergugat  IV. Dan justru apa yang telah dilakukan oleh Tergugat IV dalam hal memiliki tanah tersebut  telah sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Dengan tidak menggambarkan secara jelas bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat IV. Maka sudah sepatutnya secara hukum gugatan Para Penggugat dapat ditolak atau tidak dapat diterima;

Selanjutnya mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk dapat memutus dalam putusan dengan Amar sebagai berikut:

– Menerima Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;

– Menyatakan  Gugatan Penggugat dapat ditolak atau tidak dapat diterima;

– Menghukum  Para  Penggugat  untuk membayar semua biaya yang timbul akibat perkara ini.


DALAM KONVENSI

1. Bahwa apa yang telah dikemukakan dalam Eksepsi juga dimasukkan dalam Konvensi ini, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan;

2. Bahwa pada prinsipnya Tergugat  IV menyangkal dan  menolak dalil-dalil Gugatan yang diajukan Penggugat, kecuali yang diakui secara tegas dalam Jawaban ini;

3. Bahwa apa yang dikemukakan Para Penggugat pada point 2 dalil gugatanya, pada dasarnya Tergugat IV tidak pernah mengetahui tentang adanya Sertifikat Hak Milik No.: 751 Tahun 1981 atas nama Junaidi Milik Para Tergugat. Karena Tergugat didalam memperoleh atau memiliki tanah objek yang disengketakan diperoleh dari Alm. H. Usman Abdul Hamid Cs. Yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik No. 309 Tahun 1990 seluas ± 37.595 M2 atas nama Alm. H. Usman Abdul Hamid Cs. didasarkan kepada Akta Jual Beli No.: 351/JLK/1990 tertanggal 22 Juni 1990 yang dikeluarkan oleh Camat Jambi Luar Kota selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang. Selama dalam proses balik nama dan  pengukuran tanah dilapangan atas sertifikat Hak Milik No.: 309 Tahun 1990 oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batang Hari tidak ada pihak-pihak yang menyanggah ataupun keberatan atas terbitnya Sertifikat  Hak Milik No. 309 Tahun 1990 Milik Alm. Usman Abdul Hamid Cs. pada saat itu. Disamping itu juga terhadap tanah yang dimiliki Alm. H. Usman Abdul Hamid Cs. berdasarkan Sertifikat Hak milik 309 Tahun 1990 adalah merupakan salah satu sebagaian tanah miliknya yang telah dikuasainya terlebih dahulu yang telah diterbitkan sertifikat  dari Lahan miliknya seluas ± 80 Ha. (delapan puluh Hektar) yang diikut sertakan dalam mempertahankan tanah miliknya, dengan mengajukan gugatan Pekara Perdata No.: 05/Pdt.G/1990/PN.M.BLN di Pengadilan Negeri Bulian, yang telah dilakukan upaya Hukum Banding Perkara No.:16/Pdt./1993/ PT. JBI, Kasasi No.: 840 K/Pdt./1994 dan Peninjauan Kembali (PK) No.: 191 PK/Pdt./1999. perkara tersebut semuanya dimenangkan oleh Alm. H. Abdul Hamid Cs. dan telah mempunyai kekuatan hukum pasti. Atas dasar mana secara hukum terlihat keberadaan sertifikat Hak Milik No.: 751 Tahun 1981 milik Para Penggugat bukan berada diatas tanah Milik Tergugat IV. Untuk itu sudah sepatutnya secara hukum gugatan Penggugat dapat ditolak;

4. Bahwa apa yang didalilkan  oleh Para Penggugat pada point 3 adalah tidak berdasar dan beralasan hukum sama sekali, hal mana dikarenakan keberadaan Sertifikat Hak Milik  No.: 751 Tahun 1981 milik Para Tergugat  patut dipertanyakan keabsahannya? Apakah memang benar dikeluarkan oleh instansi terkait, karena bila dilihat secara hukum dasar sertifikat No.: 751 Tahun 1981 didasarkan kepada Gambar Tanah yang bukan dibuat oleh instansi terkait dan juga dasar perolehan haknya tidak jelas. Disamping itu juga letak objek tanahnya tidak dijelas dan terang dimana letak posisi tanah yang sebenarnya,  Para Penggugagat dalam  hal menempatkan lokasi tanahnya hanya didasarkan hasil dari apa yang dilakukan oleh Saudara Chandra Kirana dan  masyarakat menggunakan RT. 33 Kelurahan Lingkar selatan Kec. Jambi Selatan. Hal mana sangat berbeda dengan status lokasi kepemilikan tanah Hak milik Tergugat IV. secara hukum jelas berdasarkan Putusan Pengadilan dalam perkara No.: 05/Pdt.G/1990/PN.M.BLN yang telah mempunyai kekuatan hukum pasti, objek tanah yang disengketakan dahulunya termasuk dalam wilayah RT.15 Kel. Pal Merah Kec. Jambi Selatan, kemudian terjadi perubahan sehingga masuk kedalam wilayah  Desa Kebun IX Kec. Mestong Kabupaten Muaro Jambi, dan sekarang telah berubah lagi menjadi RT.05 Desa Mekar Jaya, Kec. Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi. Berdasarkan fakta hukum tersebut, jelas terlihat keberadaan sertifikat No.751 Tahun 1981 tidak tumpang tindih dan tidak berada di atas tanah milik Tergugat IV yang telah diterbitkan sertifikat Hak Milik No.: 3216 dan 3217. Oleh karenanya cukup beralasan hukum gugatan Para Penggugat Patut untuk ditolak;

5. Bahwa pada point 4 dan 5 dalil gugatan Para Penggugat adalah  tidak benar dan beralasan hukum sama sekali. Karena tanah objek sengketa dahulunya adalah kebun karet milik Alm. Usman Abdul Hamid Cs. yang sebahagian tanahnya telah diterbitkan sertifikat termasuk salah satu sertifikat 309 Tahun 1990 yang kemudian dijual kepada Tergugat IV. Pada waktu itu tidak ada sama sekali alm. Junaidi maupun Para Penggugat  mengakui itu tanah miliknya. Dan baru pada bulan Maret 2002 Alm. Junaidi telah melakukan pengrusakan di Tanah Milik Tergugat IV, perbuatan Alm. Junaidi tersebut dilaporkan kekepolisian dan disidangkan di Pengadilan Negeri Muara Bulian dalam Perkara Pidana No.: 123/Pid.B/2003/PN. MBLN, sejak kejadian itu Alm. Junaidi sampai meninggal dunia tidak berani lagi mengganggu Tanah Milik Tergugat IV, dan ternyata kemudian pada bulan Januari 2007 telah didoser lagi oleh Saudara Kim Lay (Edi Gunawan), atas perbuatan tersebut Tergugat IV Menemui Saudara Kim Lay memberitahukan untuk menghentikan segala kegiatan diatas tanah tersebut. Hal mana tidak ditanggapi oleh Sdr. Kim Lay dan menyatakan dia sudah beli tanah tersebut dari Penggugat Imar binti Abdulah (Istri Alm. Junaidi). Atas kejadian mana Tergugat IV membuat laporan Pengaduan di Kepolisian di Polres Murao Jambi dengan No.: Pol. LP/B-02/I/2009/SPK tertanggal 7 Januari 2009, Proses perkara mana sudah  P.21 untuk dilimpahkan Kejaksaan, ternyata belum dapat dilimpahkan terhalang karena Sdr. Kim Lay (Edi Gunawan) tidak mau menyerahkan  Sertifikat Asli No.: 751 Tahun 1981 untuk disita sebagai barang bukti, hingga sampai saat sekarang Sdr. Kim Lay sulit untuk ditemui, jadi adalah tidak benar kalau Para Penggugat telah mengelola tanah tersebut dan membangun rumah dan pagar. Namun entah kenapa akhirnya Para Penggugat mengajukan Gugatan Perkara  Perdata ini. Secara hukum Tergugat IV masih tetap menguasai tanah miliknya  berdasarkan sertifikat Hak Milik No.: 3216 dan 3217 Tahun 2008.

6. Bahwa dalil gugatan Para Penggugat Pada Poin 6, 7 dan 8 terlalu dini mengatakan Sertifikatnya tumpang tindih dengan sertifikat milik Tergugat IV. Pada prinsipnya Tergugat IV tidak pernah mengakui keberadaan adanya sertifikat hak Milik No.: 751 Tahun 1981 milik Para Penggugat tersebut. karena berdasarkan hasil pemeriksaan dikepolisian dan juga berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pihak Tergugat VI (BPN Muaro Jambi) sebagaimana surat Kepala Kantor Pertanahan. Kabupaten Muaro Jambi Tertanggal 26 Agustus 2009 dan tertanggal 17 Nopember 2009 yang menjelaskan hasilnya sebagai berikut:

Data Lapangan (Objek) SHM No.: 751.

–  Bahwa SHM No.: 751/Pal Merah tanggal 03-12-1981 berikut pecahannya belum tergambar/belum terploting pada peta pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Muaro Jambi.

–  Pemegang sertifikat SHM No.: 751 (Pal Merah) menunjuk lokasi di Desa Kebun Sembilan yang telah mempunyai sertifikat SHM No.: 309.

– Terhadap sertifikat SHM No.: 309 telah mempunyai kekuatan hukum (Azas Delimitasi Kontradiktur) yang dapat ditunjukan kebenarannya di lapangan.

–  Data pendukung SHM No.: 309 :

a.  Surat Tugas Pengukuran Nomor : 127/SP-P/2007 tanggal 26 Januari 2007.

b. Peta hasil Rekontruksi Pengukuran SHM No.: 309 Desa Kebun  Sembilan atas nama Zakar Aziz.

c. Surat Keterangan Pendaftaran tanah (SKPT) No.: 1005/SKPT/2001 tanggal 6 November 2001.

Berdasarkan fakta tersebut, jelas terlihat keberadaan Sertifikat SHM No.: 751 Tahun 1981 berikut pecahannya tidak tergambar dan terdaftar pada Kantor Petanahan Kabupaten Muaro Jambi. Dengan demikian secara hukum keberadaan sertifikat SHM No.: 751 Tahun 1981 berikut Pecahanya tidak tumpang tindih dengan SHM No.: 309 Tahun 1990  milik Tergugat IV. Oleh karenanya sudah sepatutnya secara hukum  gugatan Para Penggugat patut untuk ditolak;

7. Bahwa tidak beralasan hukum bagi Para Penggugat untuk meminta diletakkan Sita Jaminan atas tanah objek yang disengketakan. Karena tanah objek yang disengketakan adalah bukan Hak milik para Penggugat, melainkan milik Tegugat IV berdasarkan bukti kepemilkan Hak atas tanah sertifikat No.: 3216 dan 3217 Tahun 2008. untuk itu sudah sepatutnya secara hukum permohonan sita mana patut untuk ditolak;

8. Bahwa  untuk  dalil-dalil gugatan yang selebihnya yang tidak ditanggapi, pada prinsipnya Tergugat IV tetap menolaknya;

9. Bahwa oleh karena dalil-dalil gugatan Para Penggugat  tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat, maka sangatlah patut dan beralasan hukum untuk menolak atau tidak dapat diterima Gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat;


DALAM REKONVENSI

1. Bahwa apa yang telah dikemukakan dalam Konvensi juga dimasukkan dalam Rekonvensi ini, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan;
2. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi ada memiliki 2 bidang tanah berdasarkan seretifikat Hak Milik No.: 3216 Tahun 2008 seluas ± 12.918 M2 dan No.: 3217 tahun 2008 seluas ± 8017 M2  yang berlokasi di RT.05 Desa Mekar Jaya  Kec. Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi dengan batas-batas sebagai berikut:

Sertifikat Hak milik No.: 3216 Tahun 2008 dengan batas-batas sebagai berikut:
a.   Utara berbatasan dengan         :       St. Zaher Aziz.
b.   Selatan berbatasan dengan      :        St. Zaher Aziz.
c.   Barat berbatasan dengan         :        Alm. Usman Abdul Hamid.
d.   Timur berbatasan dengan        :        Jln. Lingkar selatan.

Sertifikat Hak Milik No.: 3217 Tahun 2008 dengan batas-batas sebagai berikut:
a.   Utara berbatasan dengan        :       St. Zaher Aziz.
b.  Selatan berbatasan dengan      :        Hendrik JK.
c.  Barat berbatasan dengan         :        Alm. Usman Abdul Hamid.
d.  Timur berbatasan dengan        :        Jln. Lingkar Selatan.

3. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi memperoleh hak atas tanah tersebut berdasarkan jual-beli dengan Almarhum  H. Usman Abdul Hamid Cs. yang telah memiliki sertifikat hak milik Milik No.: 309 Tahun 1990 proses jual beli mana berdasarkan Akta Jual Beli No.: 351/JLK/1990 tertanggal 22 Juni 1990, yang dilakukan dihadapan Camat Jambi Luar Kota selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah, terhadap jual-beli mana telah dilakukan proses balik nama. Adapun tanah milik Almarhum H. Usman Abdul Hamid Cs yang telah diterbitkan sertifikat No.: 309 Tahun 1990 adalah merupakan tanah objek perkara dalam Pekara Perdata No.: 05/Pdt.G/1990/PN.M.BLN di Pengadilan Negeri Bulian, yang telah dilakukan upaya Hukum Banding Perkara No.:16/Pdt/1993/PT.JBI, Kasasi No.: 840 K/Pdt./1994 dan Peninjauan Kembali (PK) No.: 191 PK/ Pdt./1999. Tanah tersebut adalah  merupakan salah satu sebagian tanah yang dikuasainya terlebih dahulu yang telah diterbitkan sertifikat yang diikut sertakan dalam gugatan perkara tersebut. adapun hasil keputusan perkara tersebut semuanya dimenangkan oleh Alm. H. Abdul Hamid Cs. dan telah mempunyai kekuatan hukum pasti;

4. Bahwa sejak pembelian  dari tahun 1990 Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi IV telah mengurus dan mengelola tanah tersebut serta melakukan pemagaran dengan kawat berduri dan menempatkan seorang penjaga kebun. Pada saat itu  tidak pernah ada gangguan dari siapapun juga.  Dan baru pada bulan Maret 2002 Alm. Junaidi  (Suami Imar Tergugat Rekonvensi) telah melakukan pengerusakan di Tanah Milik Penggugat Rekonvensi, perbuatan Alm. Junaidi tersebut dilaporkan kekepolisian dan disidangkan di Pengadilan Negeri Muara Bulian dalam Perkara Pidana No.: 123/Pid. B/2003/PN. MBLN, sejak kejadian itu Alm. Junaidi sampai meninggal dunia tidak berani lagi mengganggu Tanah Milik Penggugat Rekonvensi. Selama tidak ada gangguan lagi diatas tanah tersebut, Penggugat Rekonvensi talah melakukan  jual-beli atas tanah sertifikat No.: 309 Tahun 1990 sehingga terjadi pemecahan sertifikat No.: 309 Tahun 1990  menjadi 3 (tiga) bidang tanah yang masing-masing bersertifikat Hak Milik Nomor: 3215, 3216, 3217, Tahun 2008;

5. Bahwa baru kemudian pada bulan Januari 2007 tanah milik Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi  di ratakan dengan mengunakan alat berat  Doser  oleh Saudara Kim Lay (Edi Gunawan), atas perbuatan tersebut Tergugat IV Menemui Saudara Kim Lay dan memberitahukan untuk menghentikan segala kegiatan di atas tanah tersebut. Pemberitahuan dan peringatan mana tidak ditanggapi oleh Sdr. Kim Lay dan menyatakan dia sudah beli tanah tersebut dari Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi Imar binti Abdulah (Istri Alm. Junaidi), atas kejadian mana Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi  membuat laporan Pengaduan di Kepolisian di Polres Murao Jambi dengan No.: Pol. LP/B-02/I/2009/SPK tertanggal 7 Januari 2009, Proses perkara mana sudah P.21 untuk dilimpahkan Kejaksaan, ternyata belum dapat dilimpahkan  terhalang karena Sdr. Kim Lay (Edi Gunawan) tidak mau menyerahkan Sertifikat Asli No.: 751 Tahun 1981 untuk disita sebagai barang bukti, hingga sampai saat sekarang Sdr. Kim Lay sulit untuk ditemui;

6. Bahwa terhadap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Para Tergugat Rekonvensi/Para Penggugat Konvensi yang telah menjual dan atau menyuruh orang lain menguasai tanah milik Penggugat Rekonvensi yang termasuk sebagian dalam Sertifikat Hak Milik No.: 3216 seluas ± 5000 M2  dan seluruhnya yang termasuk dalam sertifikat Hak Milik No.: 3217 seluas ± 8017 M2, dengan cara mendirikan Rumah dan membangun pagar beton yang didasarkan kepada Sertifikat Hak Milik No.: 751 Tahun 1981 atas nama Alm. Junaidi  adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Karena secara hukum keberadaan sertifikat No.: 751 Tahun 1981 tidak berada diatas tanah milik Penggugat Rekonvensi dan tidak tumpah tindih dengan penerbitan Sertifikat  Hak Milik No.: 3216 dan 3217 Tahun 2008 Milik Penggugat Rekonvensi/ Tergugat IV Konvensi;

7. Bahwa berdasarkan Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian Polres Muaro Jambi berdasarkan Laporan Polisi No.: LP/B-02/I/2009/SPK tertanggal 7 Januari 2009, serta berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pihak Tergugat VI (BPN Muaro Jambi) sebagaimana surat Kepala Kantor Pertanahan. Kabupaten Muaro Jambi Tertanggal 26 Agustus 2009 dan tertanggal 17 Nopember 2009 perihal  penemuan Lokasi Administrasi SHM No.: 751 Tahun 1981 yang menjelaskan hasilnya sebagai berikut:

Data Lapangan ( Objek ) SHM No.: 751.

– Bahwa SHM No.: 751/Pal Merah tanggal 03-12-1981 berikut pecahannya belum tergambar/belum terploting pada peta pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Muaro Jambi.
– Pemegang sertifikat SHM No.: 751 (Pal Merah) menunjuk lokasi di Desa Kebun Sembilan yang telah mempunyai sertifikat SHM No.: 309.
– Terhadap sertifikat SHM No.: 309 telah mempunyai kekuatan hukum (Azas Delimitasi Kontradiktur) yang dapat ditunjukan kebenarannya dilapangan.
– Data pendukung SHM No.: 309:
a. Surat Tugas Pengukurab No.: 127/SP-P/2007 tanggal 26 Januari 2007.
b. Peta hasil Rekontruksi Pengukuran SHM No.: 309 Desa Kebun  Sembilan atas nama Zakar Aziz.
c. Surat Keterangan Pendaftaran tanah (SKPT) No.: 1005/SKPT/2001 tanggal 6 Nopember 2001.

Berdasarkan fakta tersebut, jelas terlihat keberadaan Sertifikat SHM No.: 751 Tahun 1981 berikut pecahannya tidak tergambar dan terdaftar pada Kantor Petanahan Kabupaten Muaro Jambi. Dengan demikian secara hukum keberadaan sertifikat SHM No.: 751 Tahun 1981 berikut dengan Pecahanya SHM No.: 752 Tahun 1981, SHM No.: 899 Tahun 1982 dan SHM No.: 901 Tahun 1982, tidak tumpang tindih dengan SHM No.: 309 Tahun 1990 yang sekarang telah dipecah menjadi SHM No.: 3215, 3216 dan 3217 Tahun 2002 milik Tergugat IV. Oleh karenanya sudah sepatutnya secara hukum Sertifikat Hak Milik No.: 751 Tahun 1981 atas nama Junaidi Milik Para Tergugat Rekonvensi tidak mempunyai kekuatan hukum;

8. Bahwa oleh karena dasar kepemilikan sertifikat Hak Milik Para Tergugat Rekonvensi SHM. No.: 751 Tahun 1981 tidak tergambar dan terdaftar di Kantor Badan Petanahan Muaro Jambi (Tergugat VI Konvensi), maka terhadap tindakan dan perbuatan Para Tergugat Rekonvensi yang telah menjual dan menyuruh mengusai tanah milik Penggugat Rekonvensi tidak berdasar sama sekali. Oleh karena itu sudah sepatut secara hukum dapat dinyatakan atau diperintahkan kepada Para Tergugat Rekonvensi dan atau orang lain yang perolehannya dari Para Tergugat Rekonvensi untuk segera mengosongkan dan membongkar bangunan rumah dan pagar yang ada diatas tanah Milik Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi  berdasarkan sertifikat Hak milik No.: 3216 dan 3217 Tahun 2008 untuk diserahkan kepada Penggugat Rekonvensi secara sukarela tanpa suatu beban apapun juga;

9. Bahwa untuk menjamin agar gugatan Penggugat Rekonvensi tidak sia-sia dikemudian hari, yang dikhawatirkan akan dialihkan atau dipindah tangan kepada orang lain, maka sudah sepatutnya secara hukum dimohonkan kepada Ibu/Bapak Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat meletakkan sita jaminan (Conservatoir Beslag) atas tanah objek yang disengketakan:                      

10. Bahwa untuk supaya Para Tergugat Rekonvensi tidak ingkar di dalam melaksanakan isi putusan ini, maka sudah sepatutnya apabila Tergugat lalai di dalam menjalankan isi putusan ini, dapat dihukum membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta Rupiah) setiap harinya.

11. Bahwa oleh karena Gugatan Rekonvensi yang diajukan oleh Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi didukung bukti-bukti dan dasar hukum yang jelas, maka sudah sepatutnya putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uit voorbaar bij vooraad) walaupun ada verzet, banding dan kasasi.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan Tergugat IV Konvensi serta gugatan Penggugat Rekonvensi  di atas,  selanjutnya  mohon kepada Ibu/Bapak Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan memutus perkara dengan amar sebagai berikut:


DALAM KONVENSI:

– Menyatakan  menolak Gugatan Para Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan tidak dapat diterima;
– Menghukum Para Penggugat untuk membayar segala biaya yang ditimbulkan dalam Perkara ini;

DALAM REKONVENSI:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Rekonvensi Penggugat Rekonvensi/Terguigat IV Konvensi  seluruhnya;
2. Menyatakan Pengugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi selaku pemilik yang sah  atas 2 (dua) bidang berdasarkan sertifikat Hak milik yaitu :

Sertifikat Hak milik No.: 3216 Tahun 2008  seluas ± 12918 M2 dengan batas-batas sebagai berikut:
a.   Utara berbatasan dengan       :  St. Zaher Aziz.
b.   Selatan berbatasan dengan    :  St. Zaher Aziz.
c.   Barat berbatasan dengan       :  Alm. Usman Abdul Hamid.
d.   Timur berbatasan dengan      :  Jln. Lingkar selatan.

Sertifikat Hak Milik No.: 3217 Tahun 2008 seluas ± 8017 M2  dengan batas-batas sebagai berikut:
a.   Utara berbatasan dengan       :   St. Zaher Aziz.
b.   Selatan berbatasan dengan    :   Hendrik JK.
c.   Barat berbatasan dengan       :    Alm. Usman Abdul Hamid.
d.   Timur berbatasan dengan      :   Jln. Lingkar Selatan.

3. Menyatakan Sertifikat Hak Milik No.: 3216 Tahun 2008  dan No.: 3217 Tahun 2008 milik Penggugat Rekonvensi/Tergugat IV Konvensi adalah sah dan berkekuatan hukum;

4. Menyatakan terhadap objek tanah sengketa berdasarkan sertifikat Hak Milik No.: 309 Tahun 1990 atas nama St. Zaher Aziz seluas ± 37.595 M2 berikut pemecahannya No.: 3215, 3216 dan 3217 Tahun 2008 atas nama St. Zaher Aziz adalah merupakan tanah Hak Milik Alm. H. Usman Hamid Cs. yang termasuk dalam objek Perkara dalam Perkara Perdata No.: 05/Pdt.G/1990/PN.M.BLN di Pengadilan Negeri Bulian, yang telah dilakukan upaya Hukum Banding Perkara No.: 16/Pdt/1993/PT.JBI, Kasasi  No.: 840 K/Pdt./1994 dan Peninjauan Kembali (PK) No.: 191 PK/Pdt./1999, yang telah mempunyai kekuatan Hukum Pasti;

5. Menyatakan terhadap perbuatan Para Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi yang telah menguasai tanah tanah milik Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi IV didasarkan kepada Sertifikat Hak Milik No. 751 Tahun 1981 adalah tidak benar dan merupakan perbuatan perbuatan melawan hukum;

6. Menyatakan Sertifikat hak Milik No.: 751 Tahun 1981 atas nama Junaidi milik Para Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi berikut dengan pemecahanya SHM. No.: 752 Tahun 1981, SHM. No.: 899 Tahun 1982 dan SHM. No.: 901 Tahun 1982 tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak tumpang tindih dengan keberadaan Sertifikat Hak Milik No.: 309 Tahun 1990 yang sekarang telah dipecah menjadi Sertifikat Hak Milik No.: 3216 Tahun 2008 dan No.: 3217 Tahun 2008 milik Penggugat Rekonvensi;

7. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi  dan siapapun yang mendapat hak dari padanya, untuk segera mengosong/meninggalkan serta membongkar bangunan rumah dan pagar yang berada diatas tanah objek sengketa;

8. Memerintahkan kepada Para Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dan siapapun yang mendapat hak dari padanya atas tanah objek perkara yang dikuasainya,  termasuk sebagian tanah objek perkara ke dalam Sertifikat Hak Milik No.: 3216 seluas ± 5000 M2  dan seluruh objek tanah perkara yang termasuk dalam sertifikat Hak Milik No.: 3217 seluas ± 8017 M2, yang berlokasi di Desa Mekar Jaya Rt.05 Kec. Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi. Untuk diserahkan kepada Penggugat Rekonvensi tanpa suatu beban apapun juga;

9. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan atas tanah objek yang disengketakan;

10. Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum Banding dan Kasasi;

11. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) setiap harinya apabila lalai dalam melaksanakan isi Putusan ini;

12. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini;
      
Sekiranya Ibu/Bapak Majelis Hakim dalam perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Demikianlan Jawaban dan Gugatan Rekonvensi ini disampaikan, atas perhatian dan perkenannya diucapkan terima kasih.


Jambi,  23 Pebruari   2011

Hormat Kami,

Kuasa Hukum Tergugat IV Konvensi/Penggugat Rekonvensi.


Ttd.

A G, S.H.
_________________
Referensi:

1. "Jawaban Tergugat IV/ST. Zaher Azis", Kantor Hukum Helmi Dan Rekan, 20 Oktober 2011, Diakses pada tanggal 15 November 2020, https://helmilaw.wordpress.com/2011/10/20/jawaban-tergugat-ivst-zaher-azis/

Sabtu, 14 November 2020

Kewajiban Hadir Pada Persidangan Pertama Bagi Para Pihak Di Pengadilan Agama

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya pada label Sudut Pandang Hukum telah dibahas perihal "Perbedaan Pilpres Di Amerika Dengan Indonesia", pada kesempatan ini platform Hukumindo.com akan membahas mengenai Kewajiban Hadir Pada Persidangan Pertama Bagi Penggugat Di Pengadilan Agama.

Selama penulis menjalankan profesi sebagai advokat praktik, dalam kasus-kasus perceraian seringkali timbul pertanyaan dari principal (pemberi kuasa) terkait dengan kewajiban untuk hadir pada sidang pertama ketika mengajukan gugatan di Pengadilan Agama. Bagi sebagian besar mereka, mungkin menjadi tanda tanya bahwa ketika seseorang sudah memberikan kuasa kepada seorang kuasa hukum, semua hal ihwal terkait perkaranya di Pengadilan sudah diwakilkan dan menjadi tanggung jawab pengacara, singkat kata mereka tahu nya terima beres saja. Akan tetapi kadang kala aturan hukum berkata lain.

Aturan Hukum

Ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-undang Nomor: 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-undang Nomor: 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, berbunyi sebagai berikut:[1]
"(1). Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak;

(2). Dalam sidang perdamaian tersebut, suami-isteri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu;

(3). Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka Penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi;

(4). Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan."

Wajib Hadir Secara Pribadi Pada Sidang Pertama 

Dari ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa agenda sidang pertama pada sidang perkara perceraian di Pengadilan Agama adalah dengan agenda perdamaian. Kecuali dalam hal suami atau istri bertempat tinggal di luar negeri, maka pada agenda sidang pertama dimaksud adalah wajib hukumnya untuk hadir secara pribadi di depan sidang.

Jika penulis bandingkan dalam tataran praktik, sidang pembaca juga perlu lebih jeli, karena ketentuan ini juga mensyaratkan adanya surat panggilan yang sah dan patut kepada para pihak. Pemanggilan kepada Tergugat mesyaratkan sah dan patut, terkait kepatutan ini dilakukan maksimal 3 (tiga) kali pemanggilan. Hal ini berarti, tidak menutup kemungkinan bahwa pada sidang pertama dan kedua, Tergugat tidak hadir. Dengan demikian agenda sidang dimaksud untuk dilakukan perdamaian oleh majelis hakim pokok perkara tidak selalu dapat dilakukan pada sidang panggilan pertama. Artinya, setelah dilakukan pemanggilan, entah pertama, kedua ataupun panggilan ketiga, baru para pihak hadir (Penggugat dan Tergugat), maka dapatlah agenda perdamaian ini dilaksanakan.

Selanjutnya, dalam hal Penggugat dan Tergugat sudah hadir keduanya, maka hakim pokok perkara akan menanyakan kepada Para Pihak apakah masih mungkin dilakukan perdamaian? Dalam hal jawaban kedua belah pihak terjadi perdamaian, maka perkara akan dicabut. Dalam hal salah satu pihak atau kedua belah pihak menjawab bahwa perkara dilanjutkan atau tidak ada perdamaian, maka hakim pokok perkara akan memerintahkan para pihak untuk melakukan mediasi. Sidang kemudian selesai ditunda untuk dilanjutkan ke agenda berikutnya mendengar hasil mediasi.

Pada proses mediasi, hal yang sama juga akan ditanyakan oleh Mediator, apakah masih mungkin dilakukan perdamaian oleh para pihak. Hanya saja terdapat perbedaan di sini, bahwa yang menjadi pemeriksa adalah mediator, bukan hakim pokok perkara. Demikian informasi ini semoga bermanfaat bagi sidang pembaca yang budiman.

________________
Referensi:

1. Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-undang Nomor: 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-undang Nomor: 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor: 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Sabtu, 31 Oktober 2020

Inisiator Omnibus Law Cipta (Lapangan) Kerja

(Suara.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya pada label Sudut Pandang Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Dasar Hukum Surat Gugatan Wajib Bermeterai", dan pada kesempatan ini akan dibahas Inisiator Omnibus Law Cipta (Lapangan) Kerja di Indonesia, kemudian disahkan sebagai Undang-undang Nomor: 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Pada artikel ini, pertama tama akan dibahas mengenai Terminologi Omnibus Law, kemudian akan dibahas sejarah omnibus law, setelah itu akan dibahas para inisiator omnibus law Cipta (Lapangan) Kerja, dan terakhir adalah kesimpulan.

Terminologi Omnibus Law

Beberapa pengertian mengenai apa itu omnibus law dalam literatur diawali dengan pemahaman secara gramatikal, yakni kata omnibus yang berasal dari bahasa Latin berarti “untuk semuanya” (Toruan dalam “Pembentukan Regulasi Badan Usaha dengan Model Omnibus Law”,  2017:464).[1]

Di dalam Black’s Law Dictionary, definisi omnibus adalah: "for all; containing two or more independent matters. Applied most commonly to a legislative bill which comprises more than one general subject (Black, 1990: 1087). Artinya: Untuk semua/seluruhnya; mengandung dua atau lebih hal-hal yang berdiri sendiri Seringkali digunakan dalam RUU yang terdiri lebih dari satu subjek umum".[2]

Dari definisi omnibus, kemudian diarahkan ke omnibus bill. Black (1990: 1087) mendefinisikan omnibus bill sebagai berikut: "A legislative bill including in one act various separate and distinct matters, and frequently one joining a number of different subjects in one measure in such a way as to compel the executive authority to accept provisions which he does not approve or else defeat the whole enactment". Artinya: Sebuah RUU dalam satu bentuk yang mengatur bermacam-macam hal yang terpisah dan berbeda, dan seringkali menggabungkan sejumlah subjek yang berbeda dalam satu cara, sedemikian rupa sehingga dapat memaksa eksekutif untuk menerima ketentuan yang tidak disetujui atau juga membatalkan seluruh pengundangan.[3]

Dari segi hukum, kata Omnibus memang sering disandingkan dengan kata law atau bill. Artinya adalah sebuah peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi atau hasil penggabungan beberapa aturan dengan substansi dan tingkatan yang berbeda.[4]

Sementara, definisi yang lebih sederhana menyebutkan omnibus bill adalah: "a bill consisting of a number of related but separate parts that seeks to amend and/or repeal one or several existing Acts and/or to enact one or several new Acts." (House of Commons, Glossary of Parliamentary Procedure, 2011: 38). Artinya: Sebuah RUU yang terdiri dari sejumlah bagian terkait tetapi terpisah yang berupaya untuk mengubah dan/atau mencabut satu atau beberapa undang-undang yang ada dan/atau untuk membuat satu atau beberapa undang-undang baru.[5] 

Dapat penulis tambahkan, di negara kita Indonesia, usaha untuk mentransliterasikan istilah omnibus law ini juga beredar istilah 'Undang-undang Sapu Jagat'. Secara sepintas, istilah ini acap kali digunakan dalam dunia persilatan, akan tetapi jika ingin diterapkan sebagai istilah hukum, rasanya perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam. Serta tidak menutup kemungkinan untuk mengambil diksi yang lain dalam usaha mentransliterasikannya. 

Sejarah Omnibus Law 

Penggunaan Omnibus Law telah banyak dilakukan oleh negara di dunia terutama yang menggunakan tradisi common law system. Di dunia terdapat dua sistem hukum yakni common law system dan civil law system. Indonesia mewarisi tradisi civil law system.[6]

Sejarah omnibus dapat dilihat di beberapa negara yang telah menerapkan misalnya Amerika Serikat, Kanada hingga Inggris. Konsep Omnibus Law sebenarnya sudah cukup lama. Di Amerika Serikat (AS) tercatat UU tersebut pertama kali dibahas pada 1840.[7]

Di Kanada, background paper yang dipublikasikan Library of Parliament dari Parlemen Kanada tentang Omnibus bill: Frequently Ask Questions, Bedard (2012: 2) menyatakan sulit untuk menyatakan kapan pertama kali omnibus bill diajukan di Parlemen Kanada. House of Commons Procedure and Practice memperkirakan praktek Omnibus Bill dimulai pada tahun 1888, ketika sebuah usul RUU diajukan dengan tujuan meminta persetujuan terhadap dua perjanjian jalur kereta api yang terpisah. Namun, RUU semacam omnibus juga ditengarai ada pada awal 1868, yaitu pengesahan sebuah undang-undang untuk memperpanjang waktu berlakunya beberapa undang-undang pasca-Konfederasi Kanada.[8]

Salah satu Omnibus Bill terkenal di Kanada (yang kemudian menjadi Criminal Law Amendment Act, 1968-69 yang terdiri dari 126 halaman dan 120 klausul) adalah perubahan terhadap Criminal Code yang disetujui pada masa kepemimpinan Pierre Eliot Trudeau (Menteri Kehakiman di pemerintahan Lester Pearson). Undang-undang ini mengubah beberapa kebijakan, yaitu masalah homoseksual, prostitusi, aborsi, perjudian, pengawasan senjata, dan mengemudi dalam keadaan mabuk.[9]

Konsep hukum omnibus juga telah dicoba oleh negara-negara Asia Tenggara. Di Vietnam, penjajakan penggunaan teknik omnibus dilakukan untuk implementasi perjanjian WTO.[10]

Di Filipina, penggunaan Omnibus Law lebih mirip dengan apa yang ingin dilakukan di Indonesia. Filipina memiliki Omnibus Investment Code of 1987 and Foreign Investments Act Of 1991. Berdasarkan policy paper yang disusun oleh Aquino, Correa, dan Ani (2013: 1), pada 16 Juli 1987, Presiden Corazon C. Aquino menandatangani Executive Order No. 26 yang dikenal sebagai The Omnibus Investments Code of 1987 (Peraturan Omnibus tentang Investasi Tahun 1987). Peraturan tersebut ditujukan untuk mengintegrasikan, memperjelas, dan menyelaraskan peraturan perundang-undangan tentang investasi untuk mendorong investasi domestik dan asing di negara tersebut. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan tentang fungsi dan tugas Dewan Investasi (Board of Investments); investasi dengan insentif; insentif untuk perusahaan multinasional; dan insentif untuk perusahaan pemrosesan ekspor.[11] Dapat penulis tambahkan di sini, bahwa tradisi omnibus law adalah berasal dari civil law system dengan contoh negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada yang dalam perjalanannya kemudian diadopsi juga oleh negara-negara penganut tradisi common law system seperti Indonesia. 

Inisiator Omnibus Law Cipta (Lapangan) Kerja

Omnibus Law Cipta (Lapangan) Kerja dibuat dalam proses yang cukup panjang. Bahkan Luhut mengakui, bahwa salah satu pencetus ide dibuatnya Omnibus Law dimaksud adalah dirinya. Ia menceritakan ide itu muncul pada waktu dia menjabat sebagai Menko Polhukam pada periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi. Saat itu dia melihat banyaknya keruwetan dalam undang-undang yang saling tumpang tindih dan menyebabkan peluang korupsi.[12]

Waktu itu, lanjut Luhut, dia melakukan diskusi dengan para menteri lainnya untuk membahas permasalahan tersebut. "Waktu itu kan Pak Mahfud dan juga Pak Jimly Asshiddiqie, Pak Seno Adji, Pak Sofyan Djalil, dari kantor saya ada pak Lambong, untuk mendiskusikan gimana caranya. Karena kalau satu persatu undang-undang itu direvisi nggak tau sampai kapan selesainya," terangnya. "Kemudian waktu lah datang ide dari Pak Sofyan di Amerika pernah disebut omnibus. Nah omnibus ini tidak menghilangkan undang-undang tapi menyelaraskan isi undang-undang itu jangan sampai tumpang tindih atau saling berkait saling mengikat dengan yang lain," tambah Luhut.[13] Menurut catatan penulis, waktu itu Sofyan Djalil menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia atau Kepala Bapennas.

Namun hasil dari pembicaraan saat ini belum ditindaklanjuti. Barulah di periode kedua Jokowi ide untuk membuat Omnibus Law mulai serius dilakukan. "Karena kesibukan sana sini belum terjadi, baru mulai dibicarakan kembali oleh Presiden akhir tahun lalu dan sekarang buahnya sekarang. Jadi itu proses panjang bukan proses tiba-tiba," tutupnya.[14] Hal ini membuktikan bahwa pemikiran untuk menerbitkan sebuah produk hukum sapu jagat telah ada sejak periode pertama pemerintahan Joko Widodo.

Kesimpulan

Menurut hemat penulis, omnibus law ini adalah istilah hukum yang menunjuk pada sebuah produk undang-undang yang mencakup revisi atas cakupan lintas klaster secara bersamaan. Klaster-klaster hukum yang berkaitan dikumpulkan dalam satu undang-undang untuk kemudian dilakukan revisi yang bermaksud membentuk norma baru yang diharapkan baik oleh Pemerintah maupun DPR. Merujuk pada Undang-undang Cipta (Lapangan) Kerja yang telah disahkan DPR, sebenarnya tidak secara langsung memakai istilah omnibus law, namun dari materi dan muatan serta teknik hukumnya adalah sejalan dengan istilah produk hukum dimaksud. 

Dari aspek sejarah, meskipun omnibus law ini berasal dari tradisi civil law system, tidak ada halangan dari segi hukum untuk kemudian diadopsi di negara dengan tradisi common law system seperti di Indonesia. Dan bukan hal yang tidak mungkin jika kemudian di masa yang akan datang di negeri ini akan ada produk hukum serupa.

Secara strategis, rezim pemerintahan Joko Widodo untuk periode kedua ini bermaksud memotong regulasi-regulasi yang menghambat investasi. Tujuan ini hanya dapat dilakukan dengan jalan menerbitkan sebuah produk hukum. Secara teknis, kemunculan omnibus law Cipta (Lapangan) Kerja di Indonesia digawangi oleh Luhut Binsar Panjaitan selaku Menko Marvest, kemudian ada Sofyan Jalil dengan pengetahuannya selaku jebolan S2 dan S3 hukum dari negeri Paman Sam, menterjemahkan ke dalam kerangka hukum dengan cara membentuk omnibus law. Setidaknya berpegang pada keterangan Luhut di atas, untuk M. Mahfud M.D.Jimly Asshiddiqiedan Indriyanto Seno Adji belum terlihat jangkauan pengetahuannya pada konsep hukum yang satu ini.
_____________
Referensi:

1. "Mengenal Apa Itu Omnibus Law Beserta Konsep dan Sejarah Perkembangannya", merdeka.com, Diakses pada tanggal 30 Oktober 2020, https://www.merdeka.com/jatim/mengenal-apa-itu-omnibus-law-beserta-konsep-dan-sejarah-perkembangannya-kln.html?page=2
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. "Arti dan Sejarah Omnibus Law Atau UU Sapu Jagat", tirto.id., Diakses pada tanggal 30 Oktober 2020, https://tirto.id/arti-dan-sejarah-omnibus-law-atau-uu-sapu-jagat-f5Du 
7Ibid
8Ibid
9Ibid
10Ibid
11Ibid
12Ibid
13. "Ungkap Pencetus Ide Omnibus Law, Luhut: Jujur Saya yang Mulai", detik.com, Diakses pada tanggal 30 Oktober 2020, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5222804/ungkap-pencetus-ide-omnibus-law-luhut-jujur-saya-yang-mulai
14. Ibid.

Senin, 24 Agustus 2020

Pembatasan Perkara Yang Dapat Dikasasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Mengintegrasikan Sistem Manajemen dalam Peradilan", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pembatasan Perkara yang Dapat Dikasasi.

Sistem ini seringkali ahli M. Yahya Harahap, S.H. kemukakan dalam berbagai tulisan. Bahkan alam kedudukan beliau sebagai Ketua Tim RUU Perubahan UU Nomor: 14 Tahun 1985, hal itu merupakan salah satu bagian yang tidak luput dari pembaruan sistem Peradilan di masa yang akan datang. Konsep ini dapat dijelaskan dengan singkat sebagai berikut:[1]
  1. Struktur Peradilan Tetap, jadi struktur peradilan yang ada sekarang tetap dipertahankan. Tidak perlu diubah, sehingga secara instansional tetap terdapat: a). Peradilan tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri (PN); b). Tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi (PT); dan c). Kasasi oleh Mahkamah Agung (MA).
  2. Jenis Perkara Diklasifikasikan Berdasarkan Kualitas, jenis perkara biasa dan jenis perkara kecil (small claim). Dapat penulis tambahkan, bahwa terkait dengan perkara kecil, atau small claim, telah diatur dalam Perma Nomor: 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Betul bahwa untuk perkara jenis ini, dengan segala ketentuannya, tidak dikenal upaya hukum Kasasi, hanya banding saja, itu pun masih di Pengadilan Negeri setempat. 
Sistem ini bertujuan untuk:[2]
  1. Untuk memperpendek atau mengurangi upaya hukum terhadap perkara kecil;
  2. Untuk menghindari penumpukan (backlog) perkara pada tingkat Kasasi.
Realitanya, meskipun telah diterapkan Perma Nomor: 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, tidak serta merta membuat perkara yang melakukan upaya hukum sampai Kasasi berkurang signifikan. Hal ini tentu dikarenakan salah satunya alasan bahwa Perma dimaksud hanya meminimalisasi saja, nyatanya kriteria perkara sederhana juga sangat terbatas dan dengan syarat-syarat yang ketat. Sehingga belum mampu mengurangi ditempuhnya upaya hukum Kasasi oleh para pencari keadilan.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 231.
2. Ibid. Hal.: 231-232.

Selasa, 04 Agustus 2020

Pemanggilan Terhadap yang Meninggal

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pemanggilan Tergugat yang Berada di Luar Negeri", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pemanggilan Terhadap yang Meninggal.

Tata cara pemanggilan terhadap Tergugat yang meninggal dunia merujuk kepada ketentuan Pasal 390 ayat (2) HIR dan Pasal 7 Rv. Berdasarkan ketentuan itu, apabila Tergugat atau orang yang hendak dipanggil meninggal dunia, adalah sebagai berikut:[1]
  1. Apabila Ahli Waris Dikenal, Panggilan ditujukan kepada semua ahli waris sekaligus tanpa menyebutkan nama dan tempat tinggal mereka satu persatu. Dalam hal itu cukup disebut nama dan tempat tinggal Pewaris yang meninggal itu. Panggilan disampaikan di tempat tinggal almarhum (pewaris) yang terakhir.
  2. Apabila Ahli Waris Tidak Dikenal, a). Panggilan disampaikan kepada Kepala Desa (Lurah) di tempat tinggal terakhir almarhum; b). Selanjutnya, Kepala Desa (Lurah) segera menyampaikan Panggilan tersebut kepada ahli waris almarhum; c). Jika Kepala Desa (Lurah) tidak mengetahui dan tidak mengenal ahli waris, panggilan dikembalikan kepada Juru Sita yang dilampiri dengan surat keterangan tidak diketahui dan tidak dikenal. Atas dasar penjelasan Kepala Desa (Lurah) itu, Juru Sita dapat menempuh tata cara melalui Panggilan Umum.
Sedikit memberikan komentar terkait dalam hal apabila ahli waris dikenal, sepengalaman Penulis sebagai Advokat ketika beracara (perkara sengketa kepemilikan tanah di daerah Jakarta Selatan), justru diarahkan oleh majelis hakim untuk dilakukan perubahan surat gugatan, dan diminta untuk mencantumkan seluruh ahli waris beserta alamatnya. Tentu hal ini sungguh memberatkan, karena melacak hal demikian bukanlah pekerjaan yang mudah. Ternyata setelah membaca pendapat dari ahli M. Yahya Harahap, S.H. di atas dengan berpegang pada ketentuan Pasal 390 ayat (2) HIR dan Pasal 7 Rv, Panggilan cukup ditujukan kepada semua ahli waris sekaligus tanpa menyebutkan nama dan tempat tinggal mereka satu persatu, tentu hal ini sangat menggembirakan Penulis. Hal yang sama Penulis harapakan kepada sidang Pembaca. 
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 224.

Sabtu, 25 Juli 2020

Bentuk Panggilan Sidang

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pejabat Pelaksana Pemanggilan Sidang", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Bentuk Panggilan.

Berdasarkan Pasal 390 ayat (1) HIR dan Pasal 2 ayat (3) Rv, Panggilan dilakukan dalam bentuk:[1]
  • Surat tertulis (in writing);
  • Lazim disebut surat panggilan atau relaas panggilan maupun berita acara panggilan; dan
  • Panggilan tidak dibenarkan dalam bentuk lisan (oral), karena sulit membuktikan keabsahannya. Oleh karena itu, panggilan dalam bentuk lisan tidak sah menurut hukum.
Sejauh mana cakupan, pengertian bentuk tertulis, perlu diperhatikan perluasan jangkauan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Rv sebagai pedoman. Pasal ini membenarkan bentuk tertulis, meliputi:[2]
  • Telegram, dan
  • Surat tercatat.
Menurut pasal ini, panggilan yang dilakukan melalui telegram atau surat tercatat, dianggap sebagai panggilan atau pemberitahuan yang patut (properly). Bagaimana halnya bentuk panggilan elektronik melalui radio, televisi, atau komputer melalui internet? Dan bagaimana pula melalui iklan media cetak? Dari segi pendekatan hukum yang sempit dan kerangka berpikir formal, bentuk panggilan tersebut dianggap bertentangan dengan hukum. Akan tetapi zaman berubah, untuk mengakomodasi perubahan sosial, bentuk-bentuk tersebut kemudian diperbolehkan. Bahkan khusus mengenai bentuk panggilan melalui media cetak atau mass media, telah dibenarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 9 Tahun 1975, dalam hal:[3]
  • Apabila yang dipanggil tidak diketahui tempat tinggalnya, panggilan dilakukan melalui pengumuman di salah satu atau beberapa surat kabar atau mass media;
  • Sekurang-kurangnya dilakukan dua kali;
  • Tenggang waktu antara pengumuman yang pertama dan kedua adalah satu bulan.
Penulis dapat menambahkan, bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi (internet), saat ini dalam praktik beracara, khususnya pada ranah acara perdata, telah memanfaatkan teknologi dimaksud, konkritnya relaas panggilan sidang dikirimkan ke alamat e-mail Para Pihak atau Kuasa hukumnya.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 220.
2. Ibid. Hal.: 220.
3. Ibid. Hal.: 220.

Rabu, 01 Juli 2020

Asas Actor Sequitor Forum Rei

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Kewenangan Relatif Pengadilan Negeri", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Actor Sequitor Forum Rei.

Patokan menentukan kewenangan mengadili dihubungkan dengan batas daerah hukum Pengadilan Negeri, merujuk pada ketentuan Pasal 118 HIR (Pasal 142 RBg). Akan tetapi, untuk memperjelas pembahasannya, sengaja berorientasi juga pada Pasal 99 Rv. Berdasarkan ketentuan-ketentuan itu, dapat dijelaskan beberapa patokan menentukan kompetensi relatif sebagaimana dijelaskan berikut ini.[1]

1. Actor Sequitor Forum Rei

Patokan ini digariskan Pasal 118 ayat (1) HIR yang menegaskan: a). Yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat; b). Oleh karena itu, agar gugatan yang diajukan Penggugat tidak melanggar batas kompetensi relatif, gugatan harus diajukan dan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di wilayah atau daerah hukum tempat tinggal Tergugat.[2]

Mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di luar wilayah tempat tinggal Tergugat, tidak dibenarkan. Rasio (legis) penegakkan patokan actor sequitor forum rei atau forum domisili, bertujuan untuk melindungi Tergugat. Siapapun tidak dilarang menggugat seseorang, tetapi kepentingan Tergugat harus dilindungi dengan cara melakukan pemeriksaan di Pengadilan Negeri tempat tinggalnya, bukan di tempat tinggal Penggugat.[3]

a. Yang dimaksud dengan Tempat Tinggal Tergugat

-Tempat kediaman, atau
-Tempat alamat tertentu, atau
-Tempat kediaman sebenarnya.[4]

b. Sumber Menentukan Tempat Tinggal Tergugat

-Berdasarkan KTP,
-Kartu Rumah Tangga,
-Surat Pajak, dan
-Anggaran Dasar Perseroan.[5]

c. Perubahan Tempat Tinggal Setelah Gugatan Diajukan

Apabila terjadi perubahan tempat tinggal, setelah gugatan diajukan:
- Tidak memengaruhi keabsahan gugatan ditinjau dari segi kompetensi relatif;
- Hal ini demi menjamin kepastian hukum (legal certainty) dan melindungi kepentingan Penggugat dari kesewenangan dan itikad buruk Tergugat.[6]

d. Diajukan kepada Salah Satu Tempat Tinggal Tergugat

Apabila Tergugat memiliki dua atau lebih tempat tinggal yang jelas dan resmi, gugatan dapat diajukan Penggugat kepada salah satu Pengadilan Negeri, sesuai dengan daerah hukum tempat tinggal tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA Nomor: 604 K/Pdt/1984, tertanggal 28-9-1985.[7]

e. Kompetensi Relatif Tidak Didasarkan Atas Kejadian Peristiwa yang Disengketakan

Seperti yang sudah dijelaskan, Pasal 118 ayat (1) HIR telah menetapkan patokan kompetensi relatif Pengadilan Negeri mengadili suatu perkara, berdasarkan tempat tinggal tergugat (actor sequitor forum rei). Patokannya bukan locus delicti seperti yang diterapkan dalam perkara pidana.[8]

f. Penerapan Asas Actor Sequitor Forum Rei Apabila Objek Sengketa Benda Bergerak dan Tuntutan Ganti Kerugian Atas Perbuatan Melawan Hukum

Memang hal ini tidak disebut secara tegas dalam Pasal 118 ayat (1) HIR, namun hal itu disimpulkan jika ketentuan ini dihubungkan dengan Pasal 118 ayat (3), yang menegaskan, apabila objek gugatan barang tidak bergerak, Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya barang tersebut terletak. Dalam Rv, hal itu disebut dengan tegas dalam Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi: "Seorang tergugat dalam perkara pribadi yang murni mengenai benda-benda bergerak dituntut di hadapan hakim di tempat tinggalnya". Penerapannya ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2558 K/Pdt/1984, tanggal 20 Januari 1986. Menurut putusan ini, oleh karena yang disengketakan bukan mengenai benda tetap (barang tidak bergerak), melainkan tentang ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) kebun Penggugat terbakar, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) RBg (sama dengan Pasal 118 ayat (1) HIR), kompetensi relatif yang harus ditegakkan dalam penyelesaian perkara adalah berdasarkan asas actor sequitor forum rei, bukan asas forum rei sitae (letak barang) yang digariskan Pasal 142 (4) RBg (Pasal 118 ayat (3) HIR).[9]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 192.
2. Ibid. Hal.: 192.
3. Ibid. Hal.: 192.
4. Ibid. Hal.: 192. 
5. Ibid. Hal.: 193.
6. Ibid. Hal.: 193.
7. Ibid. Hal.: 193.
8. Ibid. Hal.: 193-194
9. Ibid. Hal.: 194.

Indonesia Immigration Implements Bridging Visa

  ( gettyimages ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Amount of Authorized Capital of For...