Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Oktober 2022

Sekilas Karir Hukum Bill Clinton

(gettyimages)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "[Jika] Saya Kuasa Hukum Lesti Kejora", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln" dan "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Sekilas Karir Pengacara Bill Clinton'. Pada bagian ini masih akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum.

Biografi Singkat 

William Jefferson Clinton (lahir 19 Agustus 1946 dengan nama William Jefferson Blythe III) adalah Presiden Amerika Serikat ke-42. Ia menjabat dua kali masa jabatan periode 20 Januari 1993 hingga 20 Januari 2001. Sebelum terpilih menjadi presiden, Clinton selama sekitar 12 tahun adalah Gubernur Arkansas yang ke-40 dan ke-42. Istrinya, Hillary Rodham Clinton, adalah Senator dari daerah pemilihan New York. Clinton mendirikan yayasan William J. Clinton Foundation dan menjadi ketuanya. Clinton adalah Presiden Amerika Serikat dari partai Demokrat (Amerika Serikat).[1]

Pada masa pemerintahan Clinton, rakyat AS menikmati perdamaian dan kesejahteraan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan periode manapun dalam sejarah AS. Pada tahun 1998, Clinton hendak dimakzulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, menjadi Presiden AS ke-2 yang hendak dimakzulkan setelah Andrew Johnson. Hal ini kemudian tidak terwujud, sehingga ia menyelesaikan masa jabatannya kedua secara utuh.[2]

Masa kepresidenan. Clinton dan pasangannya dalam permilihan presiden, Senator Al Gore dari Tennessee, yang pada saat itu berusia 44 tahun, mewakili generasi baru dalam kepemimpinan politik AS. Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, baik Gedung Putih maupun Kongres dikuasai oleh partai yang sama. Tapi situasi ini tidak bertahan lama; Partai Republik berjaya di kedua kamar di Kongres pada 1994. Ia berhasil:[3]
  • Menempatkan tingkat pengangguran dan tingkat inflasi pada titik terendah dalam 30 tahun.
  • Tingkat kepemilikan rumah tertinggi dalam sejarah AS.
  • Menurunkan tingkat kejahatan di sejumlah wilayah.
  • Mengurangi tugas-tugas kesejahteraan.
  • Mengusulkan anggaran berimbang pertama dalam beberapa dekade serta berhasil mencapai surplus anggaran.

Sebagai bagian dari rencana perayaan milenium tahun 2000, Clinton menghimbau rakyatnya untuk melancarkan inisiatif nasional untuk mengakhiri diskriminasi rasial. Namun ada pula pendapat yang mengatakan bahwa keberhasilan pemerintahan Clinton pada awal masa jabatannya dikarenakan kebijaksanaan jangka panjang yang diterapkan oleh mantan Presiden Ronald Reagan mulai menunjukkan hasil. Setelah kegagalan pada tahun keduanya berkenaan dengan program besar reformasi di bidang kesehatan, Clinton mengubah penekanan, sembari menyatakan bahwa "era pemerintahan besar telah berakhir." Ia mengatur undang-undang untuk meningkatkan mutu pendidikan, melindungi pekerjaan para orang tua yang harus mengurus anak-anak yang sakit, membatasi penjualan senjata api genggam, serta memperkuat aturan­-aturan yang berhubungan dengan lingkungan hidup.[4]

Di kancah internasional, ia berhasil mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Bosnia yang tercabik oleh perang dan ke Irak yang dibombardir setelah Saddam Hussein menghentikan inspeksi PBB atas bukti-bukti keberadaan senjata nuklir, kimia dan biologis. Ia menjadi tokoh global dalam pengembangan NATO, perdagangan intemasional yang lebih terbuka, serta kampanye global melawan penjualan narkoba. Ia mendapat sambutan yang besar dalam kunjungan-kunjungannya ke Amerika Selatan, Eropa, Rusia, Afrika, dan Tiongkok dalam upaya mempromosikan kebebasan ala AS. Setelah pemilu pada tahun 1998, Gedung Putih memakzulkan Clinton karena adanya skandal seks dengan Monica Lewinsky.[5]

Sekilas Karir Hukum

Clinton bersekolah di Hot Springs High School, yang merupakan sekolah kulit putih murni dan peringkat di atas sebagian besar sekolah umum di Arkansas. Kepala sekolah Johnny May McKee adalah wanita lain yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan Bill.[6]

Kepala sekolah merekrut staf yang bekerja keras untuk membuat pemimpin dari orang-orang yang percaya bahwa pelayanan publik sepadan dengan waktu mereka. Dia mengirim Bill Clinton dan anak laki-laki lain sebagai perwakilan Arkansas ke konvensi politik bernama Boys Nation yang diadakan di Washington D.C. di taman mawar Gedung Putih ketika dia berusia 17 tahun. Di sinilah dia mendapat kesempatan untuk berjabat tangan dengan presiden saat itu, John F. Kennedy di Gedung Putih. Jabat tangan dengan presiden Kennedy itu membuat Bill Clinton bertekad menjadi presiden Amerika Serikat.[7]

Setelah lulus SMA, dia melanjutkan ke Universitas Georgetown yang mayoritas beragama Katolik. Namun, dengan kepribadiannya yang kuat, Bill Clinton mengklaim tempatnya dan mencalonkan diri sebagai presiden mahasiswa di tahun pertamanya juga setelahnya sebelumnya memenangkan pemilihan di tahun pertama dan kedua tetapi Clinton kalah karena dia tampil sangat politis untuknya rekan-rekan. Clinton kemudian magang di bawah Senator Arkansas, J. William Fulbright. Setelah menyelesaikan kelulusannya dari Universitas Georgetown, ia kemudian melanjutkan ke Universitas Oxford, dan selanjutnya, Clinton memutuskan untuk pindah ke Universitas Yale untuk mengejar gelar sarjana hukum.[8]

Ketika masih remaja, Bill unggul di sekolah. Clinton mulai menunjukkan minat dalam politik dan urusan internasional sejak usia muda. Sejak usia muda, ia tertarik pada musik gospel dan dikenal sebagai pemuda yang berambisi dan berbakat. Presiden Clinton dianugerahi banyak penghargaan sebagai mahasiswa. Bill Clinton telah dianugerahi banyak gelar kehormatan dari berbagai universitas termasuk gelar doktor kehormatan hukum. Banyak patung di sekolah telah dibangun untuk menghormatinya.[9]

Presiden Clinton bertemu Hillary ketika dia belajar hukum di Universitas Yale. Hillary Rodham Clinton melahirkan anak tunggal mereka, Chelsea Clinton. Bill Clinton sekarang menjadi kakek dari tiga anak Chelsea. Clinton menjadi Jaksa Agung Arkansas pada tahun 1976. Clinton tetap menjabat selama dua tahun sebagai Jaksa Agung. Kemudian dia mencalonkan diri sebagai gubernur negara bagian Arkansas dan dia terpilih sebagai gubernur, pada pemilihannya dia menjadi gubernur termuda, pada usia 32 tahun, di negara bagian itu.[10] Penulis sangat sedikit mendapatkan sumber terkait dengan karir hukum salah satu mantan presiden Amerika Serikat ini, namun yang pasti beliau menyandang sarjana hukum dari Universitas Yale, bahkan mempunyai gelar Doktor kehormatan di bidang hukum. 
____________________
References:

1. "Bill Clinton", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 15 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Bill_Clinton
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. "Fakta Masa Kecil Bill Clinton: Politisi dan Pengacara Amerika!", 7flammes.com, Diakses pada tanggal 15 Oktober 2022, https://7flammes.com/id/themes/19710-bill-clinton-childhood-facts-american-politician-and-attorn
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.

Jumat, 14 Oktober 2022

Franklin D. Roosevelt, Pernah Berkarir Sebagai Pengacara Bidang Maritim

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Woodrow Wilson: Akademisi Hukum Yang Terjun Ke Dunia Politik", "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", "Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik" dan "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Franklin D. Roosevelt, Pernah Berkarir Sebagai Pengacara Bidang Maritim'. Pada bagian ini masih akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum.

Biografi Singkat

Franklin Delano Roosevelt (30 Januari 1882 – 12 April 1945) adalah Presiden Amerika Serikat ke-32 dan merupakan satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang terpilih empat kali dalam masa jabatan dari tahun 1933 hingga 1945, melebihi aturan konstitusi Amerika Serikat yang hanya memperbolehkan presiden menjabat dua periode. Ia salah satu tokoh abad ke-20 dan menempati urutan ketiga dalam sejarah kepresidenan Amerika Serikat. Lahir dalam keadaan berkecukupan, ia juga melewati masa-masa sakit yang membuatnya cacat. Ia menempatkan dirinya di barisan depan pendukung reformasi. Keluarga dan teman dekatnya memanggilnya Frank. Untuk warga Amerika, dia akrab dikenal sebagai FDR. Ia merupakan sepupu dari Presiden Theodore Roosevelt.[1]

Salah satu pencapaian Roosevelt yang terkenal dikarenakan kepemimpinannya membantu Amerika Serikat memulihkan diri dari masa "Depresi Hebat/(Great Depression)". Dalam perencanaan terhadap Perang Dunia II, dia mempersiapkan AS untuk menjadi "Gudang Senjata Demokrasi" melawan kekuatan Jerman Nazi dan Kekaisaran Jepang, namun aspek-aspek kepemimpinannya, terutama sikapnya terhadap Joseph Stalin yang dipandang naif, telah dikritik oleh beberapa sejarawan. Akhirnya visinya tentang organisasi internasional yang efektif untuk menjaga perdamaian tercapai dengan dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa.[2] Pada tanggal 12 April 1945 Roosevelt berkata, "Saya sakit kepala hebat", dia kemudian merosot ke depan dari kursinya dimana ia duduk, ia tidak sadar, dan dibawa ke kamarnya. Presiden kardiologis yang hadir, Dr. Howard Bruenn, mendiagnosis ia mengidap stroke masif. Pada pukul 3:35 sore hari itu, Franklin D. Roosevelt meninggal dunia pada usia 63 tahun.[3]

Karir Sebagai Pengacara

Lahir dari keluarga berada membuat Roosevelt kecil bisa belajar apapun. Antara lain menembak, polo, golf, hingga berlayar. Dia bersekolah di Sekolah Episkopal Groton di Massachusetts. Di sana, dia berkenalan dengan sang kepala sekolah, Endicott Peabody. Nantinya, Peabody bakal menjadi figur berpengaruh di kehidupan Roosevelt. Dia menjadi saksi pernikahan, dan mengunjungi Roosevelt ketika dia menjadi presiden. Roosevelt mengikuti teman-temannya di Groton masuk ke Universitas Harvard, dan mengambil jurusan Sejarah. "Saya sempat mengambil kursus ekonomi selama empat tahun. Apa yang saya pelajari di sana ternyata salah," kata Roosevelt kala itu.[4]

Roosevelt tergolong mahasiswa yang biasa-biasa saja selama di Harvard. Meski begitu, dia sempat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi di harian The Harvard Crimson. Sebuah jabatan yang tergolong prestisius karena mmebutuhkan ambisi besar, tenaga, dan kemampuan untuk mengatur segalanya. Pada 1901, sepupu Roosevelt, Theodore Roosevelt, menjadi Presiden AS. Gaya kepemimpinan serta semangat reformasi yang digaungkan membuat Roosevelt menjadikannya panutan. Roosevelt lulus dari Harvard pada 1903, dan sempat masuk ke Sekolah Hukum Columbia setahun berselang. Namun, tiga tahun kemudian, Roosevelt keluar setelah dinyatakan lolos tes pengacara di New York. Di 1908, dia bekerja pada firma terkenal di Wall Street, Carter Ledyard & Milburn, dan masuk di divisi hukum maritim.[5] 

Penulis bisa berpendapat bahwa Franklin D. Roosevelt memang mempunyai latar belakang pendidikan hukum, bahkan pernah berkarir sebagai pengacara di bidang maritim, akan tetapi yang membuatnya 'besar' adalah karirnya di dunia politik, sebut saja terkait kebijakannya ketika Amerika Serikat menghadapi Great Depression

____________________
References:

1. "Franklin Delano Roosevelt", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 11 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Franklin_Delano_Roosevelt
2. Ibid.
3. Ibid.
4. "Biografi Tokoh Dunia: Franklin D Roosevelt, Presiden AS", www.kompas.com., Diakses pada tanggal 11 Oktober 2022, https://internasional.kompas.com/read/2018/04/12/17024991/biografi-tokoh-dunia-franklin-d-roosevelt-presiden-as?page=all
5. Ibid.

Kamis, 13 Oktober 2022

Woodrow Wilson, Akademisi Hukum Yang Terjun Ke Dunia Politik

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Benjamin Harrison: Pengacara Yang Terjun Ke Dunia Militer", "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia", "Besar Mertokoesoemo, Advokat Pribumi Pertama" dan "Mr. Johannes van Den Brand, Advokat Pembela Kuli Zaman Penjajahan Belanda", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Woodrow Wilson, Akademisi Hukum Yang Terjun Ke Dunia Politik'. Pada bagian ini masih akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum. 

Biografi Singkat

Thomas Woodrow Wilson (28 Desember 1856 – 3 Februari 1924) adalah Presiden Amerika Serikat yang ke-28 (1913–1921). Sebagai penganut Presbiterian, ia tercatat dalam sejarah dan politisi yang religius. Sebagai seorang tokoh reformasi Demokrat, ia terpilih sebagai Gubernur New Jersey yang ke-34 (1910) dan sebagai Presiden pada tahun 1912. Ia menjabat dari tahun 1913 sampai 1921. Ia lahir di Staunton, Virginia (Amerika Serikat) dan meninggal pada 3 Februari 1924. Wilson berasal dari partai Demokrat.[1]

Selama menjabat Wilson didampingi oleh wakil presiden Thomas R. Marshall. Semasa jabatannya ada peristiwa-peristiwa penting yaitu: berakhirnya Perang Dunia I, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (pelopor PBB), kemerdekaan banyak negara di Eropa dan munculnya hegemoni Amerika Serikat sebagai negara adidaya. Tetapi kala itu Amerika Serikat masih enggan mencampuri urusan dunia. Ia menerima Penghargaan Perdamaian Nobel tahun 1919 atas jasanya mendirikan Liga Bangsa-Bangsa.[2]

Akademisi Hukum Yang Terjun Ke Dunia Politik

Setelah belajar ilmu hukum dan lulus dalam ujian profesi pengacara pada tahun 1881, Ia kembali ke dunia akademis. la mengajar di Princeton University (dimana Ia terpilih sebagai rektor) selama 12 tahun, la kemudian terjun ke dunia politik sebagai tokoh Partai Demokrat sampai akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat pada tahun 1913. Wilson sangat percaya akan hak-hak semua manusia, dan Ia aktif mengampanyekan persamaan kesempatan di Amerika Serikat. Selama masa pemerintahannya. Wilson berusaha menjaga hubungan damai dengan negara negara lain dengan menghindari penggunaan ancaman atau kekuatan.[3] Satu hal yang jelas adalah bahwa Woodrow Wilson lulus ujian profesi Pengacara pada tahun 1881. 

____________________
References:

1. "Woodrow Wilson", id.wikipedia.org, Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Woodrow_Wilson
2. Ibid.
3. "Ini Sosok Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat pada Perang Dunia Pertama", profesi-unm.com., Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://profesi-unm.com/2021/12/03/ini-sosok-woodrow-wilson-presiden-amerika-serikat-pada-perang-dunia-pertama/

Rabu, 12 Oktober 2022

Benjamin Harrison, Pengacara Yang Terjun Ke Dunia Militer

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Sekilas Karir Thomas Jefferson Sebagai Pengacara", "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia" dan "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Benjamin Harrison, Pengacara Yang Terjun Ke Dunia Militer'. Pada bagian ini masih akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum.

Biografi Singkat

Benjamin Harrison (20 Agustus 1833 – 13 Maret 1901) adalah Presiden Amerika Serikat ke-23, menjabat pada 1889-1893. Sebelumnya, ia adalah seorang senator asal Indiana. Harrison berasal dari partai Republik dan ia didampingi oleh wakil presiden Levi P. Morton. William Henry Harrison, presiden Amerika yang kesembilan, adalah kakeknya.[1] 

Benjamin Harrison lahir pada 20 Agustus 1833 di negara bagian Ohio. enjamin Harrison berusaha dipilih menjadi Gubernur negara bagian Ohio pada 1876, tetapi gagal.[9] Kemudian, pada 1881 ia terpilih menjadi Senator Amerika. Pada tahun 1889, ia terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.  Terpilihnya Benjamin Harrison menjadi Presiden, adalah satu contoh yang menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, seorang calon Presiden dapat menang dalam pemilihan Presiden sekalipun ia mendapat lebih sedikit suara daripada lawannya. Hal ini dikarenakan adanya Dewan Pemilih, sebagai badan yang menentukan (melalui pemungutan suara) siapa yang akan menjadi Presiden Amerika. Benjamin Harrison menerima 100-ribu suara pemilih lebih sedikit daripada lawannya, tetapi ia menang dalam Dewan Pemilih dengan 233 suara, lawan 169.[2]

Pemerintahan Presiden Benjamin Harrison pada umumnya digambarkan sebagai pemerintahan yang mempertahankan keras kepentingan Amerika dalam bidang urusan luar negeri, sedangkan di dalam negeri ia berusaha untuk memajukan industri serta melancarkan roda pemerintahan. Dalam masa pemerintahannya, diadakan Konferensi Sebenua Amerika di Washington pada 1889, yang kemudian mendirikan sebuah Pusat Informasi. Badan ini kemudian menjadi Pan American Union, atau Perserikatan Negara-negara Benua Amerika.[3]

Presiden Benjamin Harrison menikah dua kali. Istrinya yang pertama meninggal dunia di Gedung Putih pada 1892. la menikah kembali pada 1896. Benjamin Harrison mempunyai seorang putera dan seorang puteri dari istrinya yang pertama, dan seorang puteri dari isterinya yang kedua. Benjamin Harrison meninggal dunia di Indianapolis pada 13 Maret 1901.[4]

Pengacara Yang Terjun Ke Dunia Militer

Dia bersekolah di Farmer's College, Oho. Harrison pindah ke Oxford, dan dia menyelesaikan kelulusannya dari Universitas Miami di Oxford, Ohio. Benjamin Harrison adalah anggota dari persaudaraan hukum yang dikenal sebagai Delta Chi. Dia adalah cucu dari Presiden Amerika Serikat kesembilan, William Henry Harrison.[5]

Pada tahun 1852, Benjamin Harrison belajar hukum dengan hakim Bellamy Storer. Pada 20 Oktober 1853, ia menikah dengan Caroline Lavinia Scott, teman sekelasnya. Dia memiliki dua anak, Russell Benjamin Harrison dan Mary Scott Harrison, kemudian dia menikahi keponakannya, Mary Scott Lord Dimmick, setelah istri pertamanya meninggal. Harrison bergabung dengan partai Republik pada tahun 1856. Dia juga berkampanye untuk John C. Fremont.[6]

Setelah pindah ke Indianapolis, Benjamin Harrison menjadi pengacara hukum, politisi, dan pemimpin Gereja Presbiterian. Benjamin Harrison menjabat sebagai kolonel di Union Army selama Perang Saudara. Harrison kembali pada tahun 1858. Pada tahun 1858, ia membentuk kemitraan dengan William Wallace untuk membentuk kantor hukum yang dikenal sebagai Wallace dan Harrison. Dia juga terpilih sebagai reporter di legislatif negara bagian Indiana, Mahkamah Agung pada tahun 1860. Pada tahun yang sama, ia membentuk kantor hukum, Fishback and Harrison, dengan William Fishback. Pada tahun 1876, Benjamin Harrison mencalonkan diri sebagai gubernur Indiana.[7] 

____________________
References:

1. "Benjamin Harrison", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Benjamin_Harrison
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "31 Fakta Benjamin Harrison: Pengacara dan Politisi Amerika!", 7flammes.com., Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://7flammes.com/id/themes/19755-31-benjamin-harrison-facts-american-lawyer-and-politician
6. Ibid.
7. Ibid.

Selasa, 11 Oktober 2022

Sekilas Karir Thomas Jefferson Sebagai Pengacara

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln", "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia" dan "Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Sekilas Karir Thomas Jefferson Sebagai Pengacara'. Pada bagian ini masih akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum. 

Biografi Singkat

Thomas Jefferson (13 April 1743 – 4 Juli 1826) adalah Presiden Amerika Serikat yang ketiga dengan masa jabatan dari tahun 1801 hingga 1809. Ia juga seorang Pencetus Deklarasi Kemerdekaan (1776) dan bapak pendiri Amerika Serikat.Thomas Jefferson lahir di Shadwell, Gloochland (sekarang Albemarle), Virginia, Amerika Serikat pada 13 April 1743. Anak dari Peter dan Jane Randolph Jefferson, pasangan keluarga berada.[3] Ayahnya, Peter, meninggal pada saat ia berumur 14 tahun dan mewarisinya tanah seluas 2,750 hektare dan sejumlah budak belian.[1] 

Pada tahun 1760 hingga tahun 1762 Jefferson menuntut ilmu di College of William and Mary dan mempelajari budaya dan sastra Yunani serta Latin klasik, ia juga mempelajari permainan biola. Thomas Jefferson adalah seorang filsuf politik yang gencar mendukung paham kebebasan liberal (liberalism), paham republik, dan pemisahan antara negara dan agama. Thomas Jefferson jugalah yang membuat desentralisasi pemerintahan di Amerika Serikat.[2] Dia meninggal pada tanggal 4 Juli 1826.[3]

Sekilas Karir Thomas Jefferson Sebagai Pengacara

Sewaktu kecil, Thomas Jefferson senang bermain di hutan, berlatih biola dan membaca. Pendidikan formal mulai didapatkannya pada usia 9 tahun, di mana ia mempelajari bahasa Latin dan Yunani di sebuah sekolah swasta lokal yang dijalankan oleh Pendeta William Douglas. Tahun 1757, pada usia 14 ia mengambil studi bahasa dan sastra klasik serta matematika dengan Pendeta James Maury. Pada tahun 1760, Jefferson memasuki College of William and Mary di Williamsburg, ibukota Virginia.[4]

Setelah tiga tahun di College of William and Mary, Jefferson memutuskan untuk mempelajari hukum di bawah bimbingan Wythe, salah satu pengacara terkemuka di koloni-koloni Amerika. Wythe memandu Jefferson selama lima tahun sehingga pada saat Jefferson masuk ke pemerintahan Virginia pada tahun 1767, dia sudah salah satu pengacara paling terpelajar di Amerika. Selama tahun 1767-1774, Jefferson berpraktik pengacara hukum di Virginia dan memenangkan banyak kasus besar. Sebagai "anggota rahasia" Kongres, Jefferson menyusun Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang paling terkenal di seluruh dunia.[5] Dari hasil penelitian singkat penulis, sangat sedikit sumber populer di dunia maya yang membahas mengenai karir tokoh ini dalam rentang waktunya sebagai pengacara.

____________________
References:

1. "Thomas Jefferson", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Jefferson
2. Ibid.
3. "Thomas Jefferson", m.merdeka.com., Diakses pada tanggal 10 Oktober 2022, https://m.merdeka.com/thomas-jefferson/profil 
4. Ibid.
5. Ibid.

Senin, 10 Oktober 2022

Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln

 
(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform www.hukumindo.com telah membahas mengenai "Knowing Subpoena According to Indonesia Law", "Problematika dalam Proses Pengangkatan dan Penyumpahan Advokat di Indonesia" dan "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Secuil Kisah Beracara Abraham Lincoln'. Pada bagian ini dan akan datang kita akan membahas mengenai presiden-presiden dari negara Amerika Serikat yang berlatar belakang pengacara atau sarjana hukum. 

Biografi Singkat Abraham Lincoln

Abraham Lincoln dilahirkan di sebuah gubuk di Kentucky, 12 Februari 1809. Orang tuanya miskin dan tidak berpendidikan. Lincoln sendiri hanya mengecap pendidikan selama kira-kira setahun, tetapi dalam waktu singkat ia dapat membaca, menulis dan berhitung. Ketika ia beranjak dewasa, ia berusaha keras untuk menambah pengetahuannya. Ia menggunakan sebaik-baiknya semua buku yang dapat dibacanya dan akhirnya ia berhasil menjadi ahli hukum pada usia 28 tahun. Ketika muda, Abraham Lincoln bekerja dalam berbagai bidang. Ia pernah bekerja sebagai pembelah kayu pagar, menjadi tentara, menjadi kelasi di kapal-kapal sungai, juru tulis, mengurus kedai, kepala kantor pos, dan akhirnya menjadi pengacara.[1]

Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika Serikat ke-16, yang menjabat sejak 4 Maret 1861 sampai terjadi pembunuhan terhadap dirinya. Dia memimpin bangsanya keluar dari Perang Saudara Amerika, mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan perbudakan. Namun, saat perang telah mendekati akhir, dia menjadi presiden AS pertama yang dibunuh. Sebelum pelantikannya pada tahun 1860 sebagai presiden pertama dari Partai Republik, Lincoln berprofesi sebagai pengacara, anggota legislatif Illinois, anggota DPR Amerika Serikat, dan dua kali gagal dalam pemilihan anggota senat.[2]

Sebagai penentang perbudakan, Lincoln memenangkan pencalonan presiden Amerika Serikat dari Partai Republik pada tahun 1860 dan kemudian terpilih sebagai presiden. Masa pemerintahannya selalu diwarnai dengan kekalahan dari pihak Negara Konfederasi Amerika, yang pro perbudakan, dalam Perang Saudara Amerika. Dia mengeluarkan dekrit yang memerintahkan penghapusan perbudakan melalui Proclamation of Emancipation pada tahun 1863, dan menambahkan Pasal ketiga belas ke dalam UUD AS pada tahun 1865.[3]

Lincoln mengawasi perang secara ketat, termasuk pemilihan panglima perang seperti Ulysses S. Grant.  Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Lincoln mengorganisir faksi-faksi dalam Partai Republik dengan baik, membawa tiap pemimpin faksi ke dalam kabinetnya dan memaksa mereka bekerja sama.  Lincoln berhasil meredakan ketegangan dengan Inggris menyusul Skandal Trent pada tahun 1861. Di bawah kepemimpinannya pihak Utara berhasil menduduki wilayah Selatan dari awal peperangan.  Lincoln kemudian terpilih kembali sebagai presiden AS pada tahun 1864.[4]

Para penentang perang mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang menolak berkompromi terhadap perbudakan. Sebaliknya, kaum konservatif dari golongan Republikan Radikal, faksi pro penghapusan perbudakan Partai Republik, mengkritisi Lincoln karena sikapnya yang lambat dalam penghapusan perbudakan. Walaupun terhambat oleh berbagai rintangan, Lincoln berhasil menyatukan opini publik melalui retorika dan pidatonya; pidato terbaiknya adalah Pidato Gettysburg. Mendekati akhir peperangan, Lincoln bersikap moderat terhadap rekonstruksi, yaitu mendambakan persatuan kembali bangsa melalui kebijakan rekonsiliasi yang lunak. Penggantinya, Andrew Johnson, juga mendambakan persatuan kembali orang kulit putih, tapi gagal mempertahankan hak para budak yang baru dibebaskan. Lincoln dinilai sebagai presiden AS yang paling hebat sepanjang sejarah Amerika.[5]

Kisah Beracara Abraham Lincoln

Pada saat Abraham Lincoln masih muda dan berprofesi sebagai pengacara, dia sering berkonsultasi dan belajar dengan pengacara senior yang lebih berpengalaman. Suatu ketika pengadilan berlangsung, pernah salah seorang pengacara menghinanya, “Apa yang dia lakukan disini? Singkirkan dia! Saya tidak akan berurusan dengan seekor monyet seperti itu!”.[6]

Mendengar hal itu, sang pengacara muda Abraham Lincoln ini berlaku seperti orang yang tidak mendengarkan, walaupun dia tahu kalau hinaan itu disengaja. Walau malu, ia tetap memperlihatkan wajahnya yang tenang. Ia pun langsung segera masuk ke ruang persidangan dimana sang pengacara senior ini akan melakukan tugasnya. Pengacara yang begitu kejam menghina Lincoln itu, ternyata sangat brillian dan penalarannya sangat bagus. Argumennya tepat dan sangat lengkap. Tertata dan benar-benar dipersiapkan. “Saya akan pulang dan lebih giat belajar hukum lagi,” ucap Lincoln dalam hati.[7]

Hari demi hari, waktu pun berlalu. Ketika itu Lincoln berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat pada Maret 1861. Akan tetapi, Lincoln bukannya membalas dendam kepada Stanton, pengacara senior yang pernah pernah menghina dan melukai hatinya, melainkan Lincoln mengangkatnya di posisi penting sebagai Sekretaris Perang, karena ia yakin bahwa pengacara yang kata-katanya brutal dan berotak cerdas itu amat dibutuhkan negara. Lincoln ternyata tidak salah mengangkatnya karena setelah beberapa waktu berlalu Stanton telah menjadi sahabat dekat sekaligus penasehatnya yang setia. Bahkan ketika Lincoln wafat terbunuh, Stanton-lah yang paling merasa kehilangan, bukan hanya kehilangan seorang atasan tapi dia merasa kehilangan seorang sosok yang telah dianggapnya sebagai sahabat dan saudaranya sendiri. Komentar mengharukan setiap orang yang mendengarnya, “Dia merupakan mutiara milik peradaban.”[8]

Hanya orang yang berkarakter dan punya semangat pengampunan, yang dapat bangkit dan berhasil di atas penghinaan! Jaga suasana hati dan jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak. Jadikan “sampah” sebagai “pupuk” atau “bahan bakar” untuk maju, baik di lingkungan keluarga, tempat kerja mau pun di tempat tinggal kita. Pilih untuk tetap berbuat baik, sekalipun menerima ha yang tidak baik. Kuatkan hati Anda dengan komentar negatif orang lain terhadap diri anda. selalu lapang dada, agar anda tidak menjadi pribadi yang pendendam. “Ketika dalam proses belajar ada orang yang menertawakan Anda disaat melakukan kesalahan, percayalah orang tersebut tidak lebih baik dari Anda. Sesungguhnya orang yang lebih baik dari Anda itu akan mengerti ketika Anda melakukan kesalahan.”[9] 

____________________
References:

1. "Abraham Lincoln", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 8 Oktober 2022, https://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Lincoln 
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. "Kisah Abraham Lincoln dengan Pengacara Senior", ntdindonesia.com., Diakses pada tanggal 8 Oktober 2022, https://ntdindonesia.com/budipekerti/kisah-abraham-lincoln-dengan-pengacara-senior/
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.

Senin, 09 Mei 2022

Singgih, S.H., Jaksa Agung Karir Di Tengah Rezim Militer

(REQnews.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan yang lalu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Beware of Scams Impersonating Love", "Mr. Gatot Taroenamihardja Jaksa Agung R.I. Pertama" dan "Mr. Kasman Singodimejo, Jaksa Agung Kedua R.I.", pada kesempatan ini akan dibahas mengenai 'Singgih, S.H., Jaksa Agung Karir Di Tengah Rezim Militer'.

Fenomena Baru

Munculnya Singgih sebagai Jaksa Agung menjadi fenomena baru di kalangan kejaksaan. Sebab, sejak orde baru, baru kali ini jaksa agung diangkat dari kalangan jaksa sendiri alias jaksa karier. Singgih, 56 tahun, dilantik Presiden Soeharto menggantikan Almarhum Sukarton Marmosudjono yang meninggal dunia pada 29 Juni 1990.[1]

Singgih yang lahir di Jombang, Jawa Timur, sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara ini sejak remaja sudah bercita-cita menjadi penegak hukum. Sebagai penerima beasiswa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada 1960, Singgih menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Airlangga,Surabaya. Kariernya dimulai sebagai jaksa di Direktorat Reserse Kejaksaan Agung. Prestasi lelaki berkaca mata yang jarang merokok itu terus menanjak. Ia pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar dan Jakarta Pusat, Kajati NTB, Sulawesi Utara, dan Kajati Jakarta. Ia sempat ditarik Menteri Kehakiman Ismail Saleh menjadi Irjen Departemen Kehakiman, sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus.[2]

Kepribadian

Pejabat yang dikenal sejawatnya sebagai pekerja keras, berpenampilan kalem, dan rapi itu dikenal jago strategi. Ayah empat anak itu pernah mengendalikan persidangan berbagi kasus G3S-PKI, Malari, dan kasus Tanjungpriok. Sebagai jaksa karir, dia dianggap sebagai salah satu jaksa yang memberi keteladanan dalam profesionalisme.[3]

Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada masa Jaksa Agung Singgih, di antaranya:[4]
- Terbongkarnya kasus kredit Bapindo kepada Golden Key Grup pimpinan Eddy Tansil.
- Peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia.
- Terbongkarnya kasus korupsi pada Bank Duta dengan terdakwa Dicky Iskandardinata.

Penghargaan

Atas keberhasilan ini, Presiden Soeharto menganugerahi Singgih, SH dengan penghargaan Bintang Maha Putra Adipradana. Selain mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Adiprana, Singgih juga mendapat penghargaan Bintang Pratamabhorn "Knight Grand Cross of The Most Exalted Order of The White Elephant" dari Raja Thailand (1993).[5] Penulis hanya menegaskan bahwa Jaksa Agung Singgih, S.H. adalah fenomena baru ketika diangkat menjadi Jaksa Agung dikarenakan ia merupakan Jaksa karir, lazimnya waktu itu para pejabat teras rezim militer Soeharto adalah dari kalangan militer, khususnya lagi dari Angkatan Darat.

________________________
References:

1. "Singgih, SH", www.kejaksaan.go.id., Diakses pada tanggal 29 April 2022, https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=12&ids=14
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.

Senin, 26 Oktober 2020

Mr. Assaat, Presiden R.I. Dari Kalangan Advokat

(id.wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label tokoh hukum, sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas "Mengenal Thomson Snell & Passmore, Firma Hukum Tertua", dan masih dalam label yang sama, pada kesempatan ini akan membahas mengenai Mr. Assaat, Advokat yang pernah menyandang pelaksana jabatan Presiden Republik Indonesia. 

Sidang pembaca yang budiman tentu mengenal Abraham Lincoln, atau mungkin Nelson Mandela? Masing-masing berasal dari negeri Paman Sam (Amerika Serikat) dan Afrika Selatan. Keduanya pernah menjadi Presiden di negaranya masing-masing. Persamaannya adalah keduanya sama-sama pernah menjadi Presiden, dan lebih spesifik lagi, keduanya adalah mempunyai latar belakang profesi di bidang hukum, yaitu Advokat. Bagaimana dengan Indonesia, sidang pembaca tidak perlu berkecil hati, kita mempunyai Mr. Assaat, yang pernah menyandang sebagai pelaksana jabatan Presiden R.I. dan juga mempunyai latar belakang profesi yang sama sebagai Advokat.

Latar Belakang Sejarah

Memahami posisi Mr. Assaat sebagai pelaksana jabatan Presiden R.I., mengharuskan kita untuk membaca mengenai Konferensi Meja Bundar. Bahkan mungkin perundingan-perundingan lainnya setelah Belanda melancarkan Agresi militer untuk kembali berkuasa di Indonesia. 

Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.[1]

Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[2]
 
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibu kota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perundingan antara delegasi Republik dan Federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya. Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.[3]

Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949. Isi perjanjian konferensi adalah sebagai berikut:[4]
"1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
3.Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949."
Terjadi perdebatan di Parlemen Belanda atas hasil kesepakatan Konperensi Meja Bundar, akan tetapi Majelis Tinggi dan Rendah negeri Belanda meratifikasinya pada tanggal 21 Desember oleh mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan. Terlepas dari kritik khususnya mengenai asumsi utang pemerintah Belanda dan status Papua Barat yang belum terselesaikan, legislatif Indonesia, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), meratifikasi kesepakatan tersebut pada tanggal 14 Desember 1949. Kedaulatan dipindahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.[5] Berikut lambang Republik Indonesia Serikat:

(id.wikipedia.org)

Adapun dampaknya adalah tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.[6] Alhasil, dampaknya kepada Indonesia waktu itu adalah yang diakui berdaulat oleh Belanda adalah Republik Indonesia Serikat (R.I.S).

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah: Kapan Mr. Assaat menyandang pelaksana jabatan Presiden Republik Indonesia? Dan apa arti pentingnya? Jabatan ini disandangnya yaitu setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 sampai dengan tanggal 5 Agustus 1950.[7] Arti pentinya sejarah ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari 16 negara bagian dan Republik Indonesia merupakan salah satu di antaranya. Dan karena Soekarno dan Hatta telah ditetapkan sebagai Presiden dan Perdana Menteri RIS, berarti telah terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia. Oleh sebab itu, Assaat menjabat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia. Peranan Assaat sangat penting. Kalau tidak ada R.I. saat itu berarti ada kekosongan dalam sejarah Indonesia, yakni bahwa R.I. pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun dengan mengakui keberadaan R.I. dalam R.I.S. yang hanya beberapa bulan, maka sejarah R.I. sejak tahun 1945 hingga sekarang tidak pernah terputus. Sebelum R.I.S. melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1950, Assaat merupakan pemangku jabatan presiden sekitar sembilan bulan. Oleh karena itu, pengingkaran terhadap eksistensi Assaat sebagai Presiden R.I. memiliki konsekuensi historis maupun yuridis yang sangat besar.[8]

Kelahiran, Pendidikan & Kiprah Dalam Dunia Pergerakan 

Laki-laki kelahiran Banuhampu, Bukit Tinggi, Sumatera Barat, tanggal 18 September 1904 ini terlahir sebagai remaja yag sangat beruntung di zamannya. Gelar adatnya saja Datuk Mudo. Setidaknya, ia mencicipi sekolah elit pribumi sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dia mencicipi SD elit pribumi HIS, SMP elit pribumi MULO, sebentar di STOVIA, lalu di AMS.[9]

Setelahnya, dia belajar juga di sekolah hukum Recht Hoge School (RHS). Sejak masih sekolah di Betawi, Assaat ikut serta dalam Jong Sumatranen Bond, organisasi pemuda bagian pergerakan nasional. Ikut serta pula dia dalam kepanitiaan Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta.[10]

Setelah lulus dari Leiden (1939), selain pernah jadi advokat di Jakarta (1940), menurut catatan Orang-orang Indonesia Yang Terkemuka di Jawa (1986:280), dia pernah bekerja di NV Centrale Hulp Spaar en Hypotheekbank di Jakarta. Waktu zaman Jepang, dia menjadi pegawai di Somubu Indonesia Bunshitu. Assaat pernah juga menjadi camat Gambir dan Wedana Mangga Besar kala zaman Jepang.[11]

Terkait pergerakan nasional, dia pernah menjadi bendahara Pemuda Indonesia (1939) dan bendahara pada Indonesia Muda (1941-1942). Menurut catatan Sutan Mohamad Rasyid Rasjid, dia pernah aktif mendukung Mr. Sartono di Partai Indonesia (Partindo) ketika masih kuliah bersama Amir Sjarifuddin dan Muhammad Yamin.[12]

Menurut catatan Hatta dalam "Mohammad Hatta Memoir", awal zaman Jepang, bersama kawan-kawannya yang bergelar Mr, Assaat menawarkan diri bekerja kepada Hatta. Namun, akhirnya, bersama Mr. Wilopo, Assaat bekerja di bawah seorang Jepang bernama Harada.[13]

Pada zaman Indonesia Merdeka dia termasuk yang ikut Republik. Dia aktif dalam organisasi yang mirip parlemen bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), di mana Assaat jadi ketuanya sejak awal 1947. Di KNIP, Assaat adalah wakil dari Partai Sosialis. Ketika ibukota Republik Indonesia diduduki militer Belanda, pada 19 Desember 1948, Assaat termasuk salah satu yang ditangkap.[14]

Pada 22 Desember 1948, bersama Sukarno, Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Mr. Gafar Pringgodigdo, dan Komodor Suryadi Suryadarma—sebagai tawanan militer Belanda—Assaat dibawa keluar ibukota yang telah diduduki. “Masing-masing boleh membawa pakaian dalam koper. Kira-kira pukul 08.00 kami dibawa dengan jeep ke Maguwo. Di Maguwo kami diminta naik ke dalam sebuah Bomber (pesawat pembom),” aku Hatta.[15]

Assaat memprediksi mereka semua akan dibawa ke Saparua, seperti yang sebelumnya dialami Sam Ratulangi. Rupanya, pesawat itu mendarat di lapangan terbang tertua di Indonesia, Cililitan (kini Bandara Halim Perdanakusumah). Mereka singgah sebentar dan semuanya buang air. Sebelum terbang menuju Bangka, pesawat tiba di lapangan terbang Pangkal Pinang (kini Depati Amir). Hatta bersama Gafar, Assaat, dan Suryadarma dibawa ke Menumbing. Setelah Belanda ditekan dunia internasional, pada 1949 Republik Indonesia pun dipulihkan. Pemimpin-pemimpin republik, termasuk Assaat, dibebaskan.[16]

Assaat kembali ke Yogyakarta dan setelah 27 Desember 1949 dia jadi pejabat Presiden RI untuk beberapa bulan. Ketika hendak mengisi jabatan pejabat Presiden, Assaat ditanyai Subakir, seperti dicatat dalam Skets Parlementer sebagai berikut:[17]
"Nama Tuan disebut-sebut sebagai salah satu yang mungkin akan menjadi acting Presiden Republik Indonesia. Sampai dimana betulnya ini?

Sambil tertawa, Assaat menjawab, “Ah buat saya itu terlalu muda.” Umur Assaat kala itu mendekati 46 tahun.

Subakir lalu bikin Assaat ikut tertawa dengan bilang, “Datuk Mudo yang terlalu muda.”


Sebelum ibukota R.I. kembali lagi ke Jakarta, demi mengenang Yogyakarta sebagai kota perjuangan, Assaat memprakarsai pembangunan Masjid Syuhada. Selama menjadi acting Presiden, Assaat adalah penandatangan statuta pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM). Assaat, pejabat presiden yang tercatat itu, tutup usia pada 16 Juni 1976.[18]

Mr. Assaat Dan Profesi Advokat

Pada saat zaman Republik Indonesia baru berdiri, tak banyak kaum terpelajar. Seorang advokat seharusnya tajir melintir dan ke mana-mana pakai mobil. Namun, itu tidak terjadi di awal tahun 1950 di Yogyakarta pada diri Assaat. Padahal, dia punya ijazah Meester in Rechten (Mr) dari tahun 1939 dari Universitas Leiden Belanda, meski beberapa tahun pertama studi hukumnya dijalani di Recht Hoge School (RHS) Batavia.[19]

Sejak tahun 1940, Assaat sudah jadi Advokat di Jakarta. Ia adalah Advokat yang hidup sederhana. “Dari rumah ke kantornya sehari-hari kadang-kadang berjalan kaki dan bersepeda,” tulis Marthias Dusky Pandoe, dalam buku "Jernih Melihat Cermat Mencatat". Biasanya dia melintasi daerah Malioboro, Yogyakarta. Di hari-hari terakhir Yogyakarta menjadi ibukota R.I. Mr. Assaat bukanlah orang sembarangan pada waktu itu.[20]

Belakangan, Assaat bernasib sama dengan orang bergelar Meester in Rechten (Mr.) lain yang pernah jadi Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Tak banyak orang Indonesia tahu bahwa Mr. Assaat pernah menjadi pejabat Presiden ketika Sukarno harus mengampu kepemimpinan Republik Indonesia Serikat.[21]

Meskipun berprofesi sebagai Advokat, Mr. Assaat jauh dari gaya hidup glamor layaknya celebrity lawyer seperti saat ini. Terutama bagi orang-orang yang mengenalnya, Mr. Assaat adalah pribadi yang sederhana. Ketika menjadi Penjabat Presiden, ia tidak mau dipanggil 'Paduka Yang Mulia', lebih memilih panggilan Saudara Acting Presiden yang menjadi agak canggung pada waktu itu. Mr. Assaat bukan ahli pidato, ia tidak suka banyak bicara, tetapi segala pekerjaan dapat diselesaikannya dengan baik, semua rahasia negara dipegang teguh. Ia seorang yang taat melaksanakan ibadah, tak pernah meninggalkan salat lima waktu, dan adalah seorang pemimpin yang sangat menghargai waktu, seperti juga Bung Hatta.[22] 
___________________
Referensi:

1. "Konperensi Meja Bundar", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 24 Oktober 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundar
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Posisi Presiden Sjafruddin Prawiranegara, Assaat, dan Jokowi", Ahmad Choirul Rofiq, www.kompasiana.com., Diakses pada tanggal 25 Oktober 2020, https://www.kompasiana.com/8377/54f412407455139d2b6c84b7/posisi-presiden-sjafruddin-prawiranegara-assaat-dan-jokowi
9. "Mr. Assaat: Presiden yang Tak Dihitung oleh Negara", tirto.id., Diakses pada tanggal 25 Oktober 2020, https://tirto.id/mr-assaat-presiden-yang-tak-dihitung-oleh-negara-cLQy
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid.
14. Ibid.
15. Ibid.
16. Ibid.
17. Ibid.
18. Ibid.
19. Ibid.
20. Ibid.
21. Ibid.
22. "Assaat", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 25 Oktober 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Assaat

Jumat, 23 Oktober 2020

Mengenal Thomson Snell & Passmore, Firma Hukum Tertua

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya pada label Tokoh Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas "Mr. Johannes van Den Brand, Advokat Pembela Kuli Zaman Penjajahan Belanda", dan pada kesempatan ini kita akan ke tanah Inggris untuk berkenalan dengan Thomson Snell & Passmore, merupakan firma hukum tertua yang ada dan masih beroperasi.

Menurut catatan dari "Guiness World Record", firma hukum tertua yang sampai saat ini beroperasi adalah Thomson Snell & Passmore, yang berlokasi di Kent, Inggris. Law Firm ini telah beroperasi sejak tahun 1570 atau tepatnya telah berumur 450 tahun! Firma hukum ini didirikan oleh Pendeta Nicholas Hooper. Law firm Pickering Kenyon adalah pemegang rekor sebelumnya dalam kategori ini karena beroperasi dari tahun 1561, tetapi tidak ada lagi pada tahun 1995 setelah 434 tahun.[1]

Mengenal Thomson Snell & Passmore

Thomson Snell & Passmore menonjol dalam kancah hukum Inggris karena garis keturunannya yang luar biasa. Ada garis perkembangan yang jelas --mitra yang mewariskan tradisi, budaya dan keahlian-- dari satu generasi ke generasi lainnya sejak akhir abad ke-16. Dan dalam perjalanan waktu itu konteks ekonomi di mana para pengacara ini bekerja telah berubah tidak hanya sekali tetapi tiga kali setelah revolusi pertanian, industri, dan digital.[2]

Kebetulan, tiga 'mitra nama' --Thomson, Snell & Passmore--aktif di paruh kedua abad kesembilan belas dan paruh pertama abad kedua puluh. Jeremy Passmore, putra John Passmore, adalah anggota keluarga terakhir yang berlatih setelah pensiun pada 2017. Namun, mereka bergabung bersama perusahaan yang silsilahnya jauh ke dalam tradisi hukum Kent dan London. Ini membentuk karakter dan nilai-nilai perusahaan dan menjelaskan posisinya yang unik dalam sejarah hukum negara ini.[3]

Jadi, umur panjang perusahaan adalah penghargaan atas kemantapan dan komitmennya yang dalam guna bekerja demi kepentingan terbaik kliennya dan kebaikan komunitas lokal. Kisah dua ratus tahun pertama sebenarnya tentang dua keluarga--Hoopers dan kemudian Scoones dan ikatan yang mereka jalin. Setelah itu, ada kisah tentang bagaimana perusahaan modern muncul dari akar kuno tersebut.[4]

Sejarah Pendirian Law Firm

Pada tahun 1570, seorang kurator dari Gereja Paroki Tonbridge dengan nama Nicholas Hooper mengumumkan dirinya sebagai "ahli menulis dan konseptor dokumen". Dia menambah gaji gerejawi dengan menyusun surat wasiat dan obligasi properti, dan mengambil keuntungan dari perluasan aktivitas pedagang di bawah pemerintahan Elizabeth I dari Inggris. Putra Hooper, John, mengambil alih praktik tersebut pada tahun 1618, dan firma tersebut tetap berada di dalam keluarga sampai keturunan John, George Hooper, meninggal pada tahun 1759.[5]

Setelah kematian George Hooper, firma tersebut diakuisisi oleh Thomas Scoons dari Tonbridge. Dia memberikannya kepada putranya, William Scoons, yang diikuti oleh putranya sendiri William Junior dan John Scoons. Pada tahun 1850-an, keluarga Scoons berpulang untuk selamanya, meninggalkan perusahaan kepada partnernya, Sydney Alleyne. Perusahaan itu dikenal sebagai Alleyne & Walker selama era Victoria. Pada tahun 1890 diambil alih oleh John Thomas Freer, menjadi Alleyne Morgan & Freer. Pada tahun 1939, firma itu dibeli oleh firma lain, Templar & Passmore. Perusahaan memperoleh namanya pada tahun 1968 sampai saat iniFrederick Alfred Snell, putra pendiri salah satu firma yang bergabung untuk membentuk firma saat ini, memegang rekor sebagai pengacara tertua di Inggris pada saat kematiannya pada usia 96 tahun pada 1954.[6]

Area Praktik

Pada 2017, Thomson Snell & Passmore beroperasi di bidang wasiat, perwalian, dan perkebunan, hukum properti, dan hukum komersial, seperti yang telah mereka lakukan sejak 1570. Selain itu, mereka menawarkan berbagai macam layanan modern baik untuk individu maupun bisnis.[7]

Dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah memperluas fokus mereka pada klien komersial, dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 25,5% dari pada paruh pertama tahun 2016. Selama periode waktu yang sama, praktik klien swasta perusahaan tumbuh sebesar 7%. Pertumbuhan berlanjut di paruh akhir 2016, meskipun ada kekhawatiran tentang efek Brexit terhadap ekonomi Inggris.[8] 

Dapat penulis tambahkan, bahwa selama firma hukum ini beroperasi, nampaknya lebih banyak menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum keluarga seperti wasiat, hukum properti dan hal-hal yang berhubungan dengan perihal perusahaan. Bagaimana rekan advokat sekalian, sudah ada gambaran agar firma hukum anda bertahan hingga ratusan tahun?

_________________
Referensi:

1. "Oldest law firm in operation", guinessworldrecords.com, Diakses pada tanggal 22 Oktober 2020, https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/399783-oldest-law-firm-in-operation
2. "Thomson Snell & Passmore: a short history for a firm long on heritage", ts-p.co.uk., Diakses pada tanggal 22 Oktober 2020, https://www.ts-p.co.uk/about-us/history
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "Thomson Snell & Passmore", en.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 22 Oktober 2020, https://en.wikipedia.org/wiki/Thomson_Snell_%26_Passmore
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.

Selasa, 20 Oktober 2020

Mr. Johannes van Den Brand, Advokat Pembela Kuli Zaman Penjajahan Belanda

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya dalam label 'tokoh hukum', platform Hukumindo.com telah membahas "Mr. R.M. Gondowinoto: Sarjana Hukum Pribumi Pertama", dan pada kesempatan ini akan dibahas Mr. J. van Den Brand, Advokat Perburuhan Zaman Penjajahan Belanda.

Kondisi Sosiologis & Dasar Hukum Advokat

Di zaman penjajahan Belanda, tanggal 1 Mei 1843 disahkan Inlandsch Reglemen (I.R.) sebagai hukum acara pidana dan hukum acara perdata bagi golongan Bumiputra, sedangkan untuk golongan Eropa berlaku hukum acara pidana Reglement op de Rechtsvordering. Pengadilan sehari-hari untuk orang-orang Bumiputra adalah Landraad dan pengadilan sehari-hari untuk golongan Eropa adalah Raad van Justitie.[1]

Saat itu, kebanyakan hakim dan semua notaris, serta para advokat adalah orang Belanda sampai pertengahan tahun 1920-an. Bagi orang Indonesia, cukup disediakan satu kitab undang-undang baik untuk perkara perdata dan pidana, yang menetapkan acara-acara pengadilan pangreh praja maupun landraad dan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah.[2] Para advokat pada waktu itu mayoritas adalah orang-orang Belanda.

Pada tahun 1924 sebuah fakultas hukum didirikan di Batavia, Rechtshogeschool. Dengan tersedianya pendidikan hukum ini, maka kesempatan bagi orang Indonesia untuk menjadi Advokat semakin terbuka. Hingga pada tahun 1940 terdapat hampir tiga ratus orang Indonesia asli menjadi ahli hukum sampai pada pendudukan Jepang. Para Advokat Indonesia angkatan pertama menetap di Belanda sebagai Advokat. Diantara empat puluh orang Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum di Leiden, tidak kurang dari enam belas orang menjadi Advokat sepulang ke Indonesia.[3]

Adapun berbagai pengaturan profesi Advokat pada masa penjajahan Belanda adalah sebagaimana berikut:[4]
  1. Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan R.O., pada Pasal 185 s/d 192 mengatur tentang “advocatenen procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum;
  2. Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang Advokat atau procureur;
  3. Staatsblad Tahun 1848 Nomor 8 tentang Bepalingen Bedreffende Het Kostuum Der Regterlijke Ambtenaren En Dat Der Advocaten, Procureur En Deurwaarders, yaitu Peraturan Mengenai Pakaian Pegawai Kehakiman Dan Para Advokat, Jaksa dan Juru Sita;
  4. Staatsblad Tahun 1922 Nomor 522 tentang Vertegenwoordiging Van Den Lande In Rechten, yaitu tentang mengenai Mewakili Negara Dalam Hukum;
  5. Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 Jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II Pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan;
  6. Staatblad Tahun 1926 nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan;
  7. Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”;
  8. Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilanoleh seorang penasehat hukum. Dan Pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya;
  9. Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
Penderitaan Kuli Perkebunan Zaman Penjajahan Belanda

Istilah ”kuli” identik dengan pekerja kasar zaman kolonial. Panggilan ”kuli” juga merendahkan derajat bagi mereka yang menyandangnya. Kenyataannya kehidupan para kuli memang kerap ditindas oleh tuan kebun yang mengontrak mereka. Penggunaan istilah tersebut berkembang seiring besarnya kebutuhan perkebunan besar atas tenaga kerja pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.[5]

Hampir tiga dasawarsa silam, Profesor emeritus Jan Breman, seorang ahli sosiologi dari University of Amsterdam, mengungkap kembali penderitaan para kuli Sumatra Timur. Dia mengungkap penderitaan kuli sejak penandatanganan kontrak sampai kehidupannya di perkebunan. Breeman berkisah, selama berlayar, kuli tidak dianggap sebagai penumpang kapal, melainkan sebagai barang atau ternak. Para kuli itu diangkut dalam gerbong tertutup, bahkan ruangan mereka dipenuhi sampah dan kotoran kulit buah-buahan, ludah sirih, dan muntahan mabuk laut.[6]

Kuli perkebunan kerap kena tipu tuan kebunnya soal upah. Breman mengungkap bahwa upah yang dijanjikan dalam kontrak tidak sesuai dengan daya beli di Sumatra Timur. Kuli tidak diberi kebebasan membelanjakan upahnya yang sudah rendah itu. Banyak tuan kebun menggaji kulinya sebagian dengan uang buatan sendiri berupa kertas bon. Lebih lagi, pernah terjadi seorang majikan menggunting kaleng biskuit menjadi keping-keping bulat pipih, menuliskan angka-angka di atasnya, dan membayarkannya kepada para kuli Cina. Tentu saja, mata uang kertas bon dan kepingan kaleng biskuit tadi hanya dapat dibelanjakan di kedai perkebunan.[7]

Kuli menjadi sebuah ironi di negerinya sendiri. Breeman berkesimpulan bahwa tindak penyiksaan terhadap para kuli tadi bukanlah suatu kasus yang kebetulan terjadi, melainkan bersifat mengakar lantaran didukung antara tuan kebun dan pemerintah kolonial.[8]

Mr. J. van Den Brand Advokat Pembela Kuli

Pada zaman penjajahan Belanda, ada advokat Belanda yang justru membela rakyat jelata pribumi yang notabene terjajah, namanya M. Johannes van Den Brand. Ia lulusan Universitas Amsterdam. Setelah menyandang gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum), dia menyeberang lautan. Meninggalkan Geervliet, kampung halamannya di Belanda. Den Brand memilih mengabdi di Hindia-Belanda (sekarang Indonesia). Tahun 1885, dia sampai di Semarang. Dia bekerja di kantor advokat disana. Sempat pula menetap beberapa saat di Batavia (Jakarta). Juga sebagai advokat.[9]

Akhir Oktober 1897, di suatu petang yang panas, Den Brand menuju Medan, Sumatera Utara. Menyahuti ajakan J. Hallerman. Pria Jerman yang mengajaknya menerbitkan koran Sumatera Post. Ini surat kabar ketiga di kota itu setelah Deli Courant dan De Ooskust (Emil Aulia, Berjuta-juta dari Deli, 2007). Dua tahun jadi wartawan, Den Brand berubah haluan. Dia kembali jadi advokat. Dia menyewa sebuah ruangan kecil di Hautenbaghtwet, membuka firma hukum. Nalurinya yang membawanya kesana. Karena di tanah Deli, kala itu, banyak dijumpainya pelanggaran dan kejahatan tanpa pembelaan.[10]

Dia melihat orang pribumi dikasari kala bekerja di perkebunan Deli Maastchappij. Dia menyaksikan orang Belanda menyiksa orang pribumi tanpa belas kasih. Dia tahu orang Belanda melanggar hukum kala memperbudak pribumi. Dia mengerti kesalahan Hindia ketika memperkerjakan penduduk jelata tanpa digaji. Den Brand tahu rezim Hindia-Belanda menerapkan sistem perbudakan di tanah Deli lewat poenale sanctie.[11]

Sebagai advokat, darahnya mendidih. Dia membongkar kekejian yang dibuat bangsanya sendiri. Den Brand menyusun brosur. Isinya menceritakan seluruh kekejian dan pelanggaran yang dibuat kaumnya. Brosur dan berita itu dilemparkannya ke Belanda. Karyanya itu dikenal dengan Millioenen uit Deli (Berjuta-juta dari Deli). Begitu beredar, karya Den Brand menyulut pembicaraan politik berkepanjangan di negerinya. Di gedung Tweede Kamer (Majelis Rendah) yang megah, karya Den Brand dibincangkan. Skandal kekerasan tuan kebun yang diungkap Den Brand, membuat pemerintah Belanda beraksi. Mereka sadar pemerintahan kolonial melakukan banyak pelanggaran tehadap koeli contract. Pejabat kolonial pun dijatuhi sanksi. Seluruh pejabatnya diganti.[12]

Gara-gara Den Brand lagi, Opsir Justitie (hakim yang menegakkan keadilan di Keresidenan Sumatera Timur), jadi kerepotan. Karena banyak buruh yang minta perlindungan. Di Batavia juga sama. Raad van Justitie (pengadilan) jadi ramai. Pribumi jadi berani menuntut ganti rugi. Den Brand juga yang membelanya.[13]

Den Brand beraksi bak advokat sejati. Padahal saat itu tak banyak advokat yang mendukungnya. Karena buah karyanya, Den Brand banyak diserang dengan tuduhan pencemaran nama. Tapi Den Brand tak gentar. Kebenaran tetap diungkapnya walau belum ada organisasi advokat yang melindunginya. Den Brand telah memberi warisan buat kalangan advokat untuk bertindak semestinya. Dia telah menunjukkan officium nobile di tanah air sejak kita belum merdeka.[14]
__________________
Referensi:

1. "Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia", lbhsembilandelapan.wordpress.com, Diakses tanggal 20 Oktober 2020, https://lbhsembilandelapan.wordpress.com/2015/08/12/sejarah-bantuan-hukum-di-indonesia/
2. Ibid.
3. "SEJARAH ADVOKAT INDONESIA", abpnnews.id., 11/08/2019 Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020, https://abpnews.id/2019/08/11/sejarah-advokat-indonesia/
4. Ibid.
5. "Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda", nationalgeographic.grid.id., Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 12 Maret 2019, Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020, https://nationalgeographic.grid.id/read/131662370/kisah-tak-terperi-para-kuli-hindia-belanda?page=all
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. "Advokat Van Den Brand", irawan-santoso.blogspot.com., Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020, http://irawan-santoso.blogspot.com/2008/05/van-den-brand.html
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid.
14. Ibid.

Kamis, 15 Oktober 2020

Mr. R.M. Gondowinoto, Sarjana Hukum Pribumi Pertama

(HistoriA, Ket: Gondowinoto Berdiri, Keempat dari Kiri)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas tokoh "Mr. Sartono, Advokat Soekarno di Meja Hijau". Pada kesempatan yang berbeda ini akan dibahas tokoh yang lain, yaitu Mr. R.M. Gondowinoto seorang pribumi pertama bergelar Sarjana Hukum.

Sejarawan Harry A. Poeze dalam bukunya yang berjudul: "Di Negeri Penjajah", menyebut orang Indonesia pertama yang meraih gelar Meester in de rechten (Mr.) atau sarjana hukum adalah Raden Mas Gondowinoto pada 1918.[1] Meskipun demikian, juga ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Sarjana Hukum pertama orang Hindia Belanda adalah Oi Jan Lee. Namun artikel ini bermaksud mengacu pada orang pribumi pertama peraih gelar sarjana hukum.

Universitas Leiden & Jejak Pribumi Pertama Bergelar Sarjana Hukum

Universitas Leiden (bahasa Belanda: Universiteit Leiden; nama bahasa Latin: Academia Lugduno-Batava) adalah universitas umum di Belanda. Terletak di Leiden dan didirikan pada tahun 1575 oleh Pangeran Willem van Oranje, universitas negeri ini adalah universitas tertua di Belanda. Universitas Leiden dikenal untuk sejarah panjangnya, keunggulan di ilmu sosial, dan asosiasi pelajarnya.[2]

Universitas Leiden mulai dikenal sejak masa keemasan Belanda, ketika akademisi dari seluruh Eropa terpikat dengan Republik Belanda karena iklim toleransi terhadap cendekiawan dan reputasi internasional Leiden. Pada masa ini Leiden menjadi rumah untuk para cendekiawan Eropa seperti René Descartes, Rembrandt, Christiaan Huygens, Hugo Grotius, Baruch Spinoza dan Baron d'Holbach.[3] Salah satu alumni Fakultas Hukum Universitas Leiden adalah Ketua Mahkamah Agung R.I. pertama, yaitu Mr. Koesoemah Atmadja.[4]

Universiteit Leiden, Belanda, memiliki sejarah yang cukup dekat dengan komunitas hukum Indonesia. Sejak dahulu kala, tak sedikit “anak-anak” Bumiputera--ketika Indonesia masih disebut Hindia Belanda--yang menimba ilmu hukum dan meraih gelar dari universitas tertua di Belanda ini.[5] Kedekatan ini dikarenakan pada waktu itu Belanda adalah merupakan negara yang menjajah Nusantara, selain itu dengan adanya politik etis, keran pendidikan mulai dibuka kepada penduduk pribumi Nusantara. 

Gondowinoto, Keturunan Raja Paku Alam

Gondowinoto lahir pada 1889 di Yogyakarta. Putra dari Pangeran Notodirodjo, saudara Pakoe Alam VI. Ayahnya sangat peduli dengan pendidikan. Karenanya dia dan saudara-saudaranya dimasukkan ke sekolah Belanda. Setelah lulus pendidikan ELS dan HBS pada 1907, dia menyusul kakaknya, Raden Mas Notokworo, meneruskan pendidikan ke Negeri Belanda. Notokworo menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi dokter dari Universitas Leiden tanpa lebih dulu mengikuti pendidikan STOVIA (Sekolah Dokter untuk Bumiputra) di Hindia Belanda.[6]

Pada 1910, Gondowinoto, yang menguasai bahasa Latin dan Yunani, mengikuti langkah kakaknya yang lain, Noto Soeroto, mengambil jurusan hukum di Universitas Leiden. Noto Soeroto menjadi orang Indonesia pertama yang menempuh ujian kandidat hukum atau kandidaatexamen (semacam sarjana muda). Namun, dia gagal meraih gelar Mr. Sehingga Gondowinoto yang menjadi orang Indonesia pertama meraih gelar Mr.[7]

Karir Hukum

Setelah lulus tahun 1918, Gondowinoto kembali ke Indonesia. Penugasan pertamanya sebagai anggota Majelis Kehakiman di Makassar (1919-1921). Kariernya naik menjadi hakim ketua pada Pengadilan Pribumi di Makassar. Dari Makassar, Gondowinoto bertugas di Kalimantan. Di sana dia pernah menjadi pembela Idham Chalid (kelak menjadi ketua PBNU) yang ketika itu menjadi penghulu di Setui, Kalimantan Selatan.[8]

Dalam biografinya, Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: "Tanggung Jawab Politik NU dalam Sejarah" karya Arief Mudatsir Mandan, disebut bahwa Idham Chalid berhenti sebagai penghulu Setui karena perkara perkelahian dengan Haji Bakri. Penyebabnya tidak diketahui pasti. Kasus itu sampai ke pengadilan (Landraad) di ibu kota onderafdeling (Kawedanaan) Kota Baru, Pulau Laut. Hakim Landraad seorang Belanda agak memihak kepada Haji Bakri, kabarnya karena Idham Chalid pernah ikut mengurus Sarikat Islam dan Nahdlatul Ulama. “Seorang advokat sahabatnya, Mr. R.M. Gondowinoto, menjadi pembelanya di pengadilan. Akhirnya, keputusan perkara Upau alias tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, dua-dua bebas, disuruh bermaaf-maafan. Keduanya menjadi bersahabat kembali,” tulis Arief Mudatsir Mandan. Malahan sehabis persidangan, Haji Bakri menginap di rumah Idham Chalid. “Demikianlah orang-orang tua dahulu, tidak ada yang menyimpan dendam walaupun pernah bersengketa.”[9]

Selain di bidang hukum, Gondowinoto juga terlibat dalam pergerakan di media massa. Dia menjabat direktur surat kabar Soeara Kalimantan yang mulai terbit pada 1 April 1930. A.A. Hamidhan sebagai kepala redaksi, dan A. Atjil sebagai redaktur keliling (reizende redacteur) dan penanggung jawab. Surat kabar ini diterbitkan oleh Drukkerij en Uitgevers Mij. Kalimantan. Pada 1934, susunan redaksi ditambah M. Hadhriah sebagai pejabat redaktur (plaatsyervangend redacteur) dan A. Madjidi sebagai kepala administrasi.[10]

Menurut Abdurrachman Surjomihardjo dalam Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, mengenai haluannya, mingguan itu cenderung bercorak nasionalis dan berusaha memperjuangkan kepentingan Islam, umpamanya dalam artikel yang ditulis oleh redaksi tanggal 1 April 1930, antara lain mengemukakan: “Mementingkan soal-soal segenap kawan”; “wajib Pemoeda Islam sekarang ini menjelma warta”; “Angan angan kemerdekaan diharapkan Oemat”; “Boeatlah tjonto kepada Oemat”.[11]

Ketika pemerintah Hindia Belanda mencurigai Soeara Kalimantan, Gondowinoto menulis artikel “Soeara Kalimantan Berbahaja” tanggal 15 November 1930, yang antara lain mengemukakan bahwa Soeara Kalimantan:[12]
"Membela kehormatan bangsanya tanah airnya dari tindasan yang sewenang wenang dengan jalan yang patut … Akan mempertimbangkan dan memuji kepada siapa saja yang berbuat kebaikan dalam pekerjaannya tetapi mencuci sampai bersih pada segala perbuatan yang berbau busuk …. Mengajak rakyat bangsanya memperbaiki perekonomian dengan jalan memberi pandangan yang menarik hati mereka."

Pada masa pendudukan Jepang, Gondowinoto kembali ke Jawa. Dia menjadi penuntut umum di Mangkunegaran. Dia meninggal dunia pada tahun 1953.[13] Sebagaimana telah dijabarkan di atas, karir hukumnya cukup beragam dari Hakim, Advokat maupun Jaksa.

___________

Referensi:

1. "Bukan Gondowinoto! Oei Jan Lee, Orang Indonesia Pertama Lulusan Sarjana Hukum Luar Negeri", reqnews.com, Senin, 06 Mei 2019, Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020, https://www.reqnews.com/the-other-side/2381/bukan-gondowinoto-oei-jan-lee-orang-indonesia-pertama-lulusan-sarjana-hukum-luar-negeri
2. "Universitas Leiden", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Leiden
3. Ibid.
4. "Kisah Ketua MA Pertama", Hukumindo.com, 07 Agustus 2020, Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020, https://www.hukumindo.com/2020/08/kisah-ketua-ma-pertama-koesoemah-atmadja.html
5. "Melacak Jejak Orang “Bumiputera” yang Belajar Hukum di Leiden", Hukumonline.com, 28 Desember 2015, Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt568103d12702c/melacak-jejak-orang-bumiputera-yang-belajar-hukum-di-leiden/
6. "Sarjana Hukum Pertama Indonesia Lulusan Belanda", Historia.id., 07 April 2019, Diakses pada tanggal 15 Oktober 2020, https://historia.id/politik/articles/sarjana-hukum-pertama-indonesia-lulusan-belanda-DBKJk/page/1
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid.

Amount of Authorized Capital of Foreign Investment Companies in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Three Ways to Conduct FDI in Indonesia ...