Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh Hukum. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Oktober 2020

Kata Mutiara Hukum Terpilih V (Selected Law Quotes V)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan sebelumnya, platform Hukumindo.com telah menyajikan kepada sidang pembaca sejumlah 4 (empat) artikel terkait dengan Kata Mutiara Hukum, diantaranya: a). Kata Mutiara Hukum Terpilih I (Selected Law Quotes I); b). Kata Mutiara Hukum Terpilih II (Selected Law Quotes II); c). Kata Mutiara Hukum Terpilih III (Selected Law Quotes III), dan terakhir yaitu d). Kata Mutiara Hukum Terpilih IV (Selected Law Quotes IV). Pada kesempatan ini akan disajikan kepada sidang pembaca yang budiman Kata Mutiara Hukum Terpilih V (Selected Law Quotes V).

"The juries are our Judges of all fact, and of Law when they choose it." Artinya: Para juri adalah Hakim kami atas semua fakta, dan Hukum kami ketika mereka memilihnya.

Jefferson.

"Justice in the life and conduct of the State is possible only as first it resides in the hearts and souls of the citizen." Artinya: Keadilan dalam kehidupan dan tingkah laku suatu Negara hanya mungkin terjadi jika ia berada di dalam hati dan jiwa warganya.

Plato.

"A lean compromise is better than a fat lawsuit." Artinya: Kompromi yang ramping lebih baik daripada gugatan yang gemuk.

Herbert.

"Justice? You get justice in the next world, in this world you have the law." Artinya: Keadilan? Anda mendapatkan keadilan di akhirat, di dunia ini Anda memiliki hukum.

William Gaddis.

"We must reject the idea that every guilty rather than the law's breaker, society is guilty rather than the law breaker. It is time to restore the American precept that each individual is accountable for his actions." Artinya: Kita harus menolak anggapan bahwa setiap ada kesalahan, maka masyarakat lebih bertanggungjawab daripada si pelanggar hukum. Sudah saatnya merubah persepsi masyarakat Amerika bahwa setiap orang bertanggungjawab atas segala tindakannya.

Ronald Reagan.

"There is no grater tyranny than that which is perpetrated under the shield of the law and in the name of Justice." Artinya: Tidak ada tirani yang paling kejam selain yang dilakukan dengan cara seolah-olah berlindung pada Hukum dan mengatasnamakan Keadilan.

Montesquieu.

"The good of the People is the greatest law." Artinya: Kebaikan rakyat adalah hukum tertinggi.

Cicero.

"Chaos was the law of nature; Order was the dream of man". Artinya: Kekacauan adalah fitrah alam; Keteraturan adalah mimpi umat manusia."

Henry Adams.

"What is tolerance? It is the consequence of humanity. We are all formed of frailty and error; Let us pardon reciprocally each other's folly--that is the first law of nature." Artinya: Apa yang dimaksud dengan toleransi? Hal ini merupakan akibat dari kemanusiaan. Kita dibentuk dari kesalahan dan kekeliruan; Mari kita saling memaafkan kebodohan masing-masing--hal tersebut merupakan hukum alam yang utama.

Voltaire.

"The best way to get a bad law repealed is to enforce it strictly." Artinya: Cara terbaik untuk mencabut undang-undang yang buruk adalah dengan menegakkannya secara ketat.

Abraham Lincoln.

"The Law is still the Law, and we must follow it whether we like it or not." Artinya: Hukum tetaplah sebuah Hukum, kita harus mematuhinya, suka atau tidak suka.

Vladimir Putin.

"A jury consist of twelve persons chosen to decide who has the better Lawyer." Artinya: Dewan Juri berisi dua belas orang untuk memilih siapa pihak yang mempunyai Pengacara yang lebih baik.

Frost.

"When men are pure, laws are useless; when men are corrupt, laws are broken." Artinya: Ketika manusia dalam keadaan bersih, hukum tidak lah berguna; ketika manusia berubah menjadi busuk; hukum telah dilanggar.

Disraeli.

"The end of law is not to abolish or restrain, but to preserve and enlarge freedom. For in all the States of created beings capable of law, where then is no law, this is no freedom" Artinya: Tujuan akhir hukum bukan lah untuk melenyapkan atau menahan, tetapi untuk melestarikan dan memperluas kebebasan. Karena di semua Negara yang makhluknya mampu menciptakan hukum, ketika tidak ada hukum, ini bukan kebebasan.

John Locke.

"At his best, men is the noblest of all animals; separated from law and justice, he is the worst." Artinya: Dalam bentuknya yang terbaik, manusia adalah yang paling mulia dari semua hewan; sedangkan menyangkut hukum dan keadilan, dia adalah yang terburuk.

Aristoteles.
_____________
Referensi: Dikutip dari berbagai sumber.

Sabtu, 10 Oktober 2020

Kata Mutiara Hukum Terpilih IV (Selected Law Quotes IV)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah mengembangkan "Kata Mutiara Hukum" sampai dengan tiga bagian, yaitu: "Kata Mutiara Hukum Terpilih I (Selected Law Quotes I)", kemudian "Kata Mutiara Hukum Terpilih II (Selected Law Quotes II)" dan "Kata Mutiara Hukum Terpilih III (Selected Law Quotes III)". Dan pada kesempatan ini akan disajikan ke sidang pembaca yang budiman, yaitu Kata Mutiara Hukum Terpilih IV (Selected Law Quotes IV). Berikut kata mutiara dimaksud.

"Orang baik tidak memerlukan hukum untuk memerintahkan mereka agar bertindak penuh tanggung jawab, sementara orang jahat akan selalu menemukan celah di sekitar Hukum."

Plato (428 SM-348 SM).

"Keadilan tidak ada kaitannya dengan apa yang terjadi di dalam ruang sidang; keadilan adalah apa yang keluar dari ruang sidang itu."

Clarence Darrow (1857 - 1938).

"Ketika fakta memihak Anda, berdebatlah dengan fakta. Ketika Hukum ada di pihak Anda, bertahanlah dengan Hukum. Ketika Anda tak punya dua-duanya, berteriaklah."

Al Gore.

"Ketidakadilan di manapun adalah ancaman bagi keadilan di manapun."

Martin Luther King, Jr.

"Kebohongan sanggup berlari cepat, sedangkan kebenaran hanya bisa berlari maraton. Namun di Pengadilan, kebenaran itu akan memenangkan maraton."

Michael Jackson (1958 - 2009).

"Hukum bernilai bukan karena itu adalah Hukum, melainkan karena ada kebaikan di dalamnya."

Henry Ward Beecher.

"Hukum adalah alat rekayasa Sosial."

Roscoe Pound.

"Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman."

Blaise Pascal.

"Hukum untuk manusia, bukan Manusia untuk Hukum."

Satjipto Rahardjo.

"Ahli Hukum, jurist, kebanyakan sangat legalistis, sangat memegang kepada hukum-hukum yang prevaleren, sangat memegang kepada hukum-hukum yang ada, sehingga jikalau diajak revolusi--revolusi yang berarti melemparkan hukum yang ada, a revolution rejects yesterday...amat sulitlah yang demikian itu."

Soekarno (dengan mengutip Tokoh Liebknecht, dalam Kongres I Persahi).

"Compromise is the best and cheapest lawyer." Artinya: Kompromi adalah pengacara terbaik dan termurah.

Stevenson.

"In Law, nothing is certain but the expense." Artinya: Dalam dunia hukum, tidak ada yang pasti kecuali biaya-biaya yang harus dikeluarkan.

Butler.

"I was made, by the law, a criminal, not because of what I had done, but because of what I stood for, because of what I thought, because of my conscience." Artinya: Saya dicap sebagai seorang penjahat oleh Hukum, bukan karena apa yang telah Saya lakukan, tetapi karena pendirian Saya, karena pemikiran Saya, karena hati nurani yang Saya miliki.

Nelson Mandela.

"No client ever had enough money to bribe my conscience or to stop it's utterance against wrong, and oppression My conscience is my own--my creator--not man's. I shall never sink the rights of mankind to the malice, wrong, or avarice of another's wishes, though those wishes come to me in the relation of client and attorney." Artinya: Tidak ada klien yang punya cukup uang untuk menyuap hati nurani saya atau menghentikan ucapan saya melawan yang salah, dan ketertindasan hati nurani saya adalah karena saya--penciptanya adalah saya sendiri--bukan orang lain. Saya tidak akan pernah menenggelamkan hak-hak manusia pada kejahatan, kesalahan, atau keserakahan keinginan orang lain, meskipun keinginan itu datang kepada saya dalam hubungan klien dan pengacara.

Abraham Lincoln.

"When injustice becomes law, resistance becomes duty." Artinya: Ketika ketidakadilan menjadi Undang-undang, perlawanan menjadi sebuah kewajiban.

Thomas Jefferson.

"Keadilan jadi barang sukar, ketika Hukum hanya tegak pada yang bayar."

Najwa Shihab.
_______________
Referensi: Dikutip dari berbagai sumber.

Rabu, 07 Oktober 2020

Mr. Sartono, Advokat Soekarno Di Meja Hijau

(id.wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com, pada label Tokoh Hukum, telah membahas "Maria Ulfah, Sarjana Hukum Perempuan Pertama Indonesia". Pada kesempatan ini akan dibahas Mr. Sartono, salah satu pengacara Soekarno melawan penjajahan Belanda.

Sebagaimana dikutip id.wikipedia.org., nama lengkapnya adalah Mr. Raden Mas Sartono, beliau lahir di Baturetno, Wonogiri, 5 Agustus 1900 dan  meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1968. Mr. Sartono merupakan tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia sekaligus menteri pada kabinet pertama Republik Indonesia. Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo, pernah menjabat ketua parlemen sementara (DPRS) pada Republik Indonesia Serikat (1949) dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat antara tahun 1950 sampai 1959, serta pernah juga menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.[1]

Latar Belakang Keluarga & Pendidikan

Nama Sartono, berasal dari kata Jawa, yaitu sarto dan ono. Arti nama tersebut ialah "keberadaannya menjadi pelengkap". Kelak dalam perjalanan hidupnya terbukti Sartono selalu menjadi pelengkap dari kekurangan masyarakat atau bangsanya. Beliau lahir dari keluarga bangsawan. Nama kedua orang tuanya adalah Raden Mas Martodikaryo dan Raden Ajeng Ramini. Ayahnya adalah cicit dari Mangkunegoro II, sedangkan ibunya adalah cucu dari Mangkunegoro III.[2]

Sartono menikah dengan Siti Zaenab yang merupakan anak dari Wiryowiguno, seorang saudagar batik yang sukses dan mempunyai reputasi tinggi di kalangan masyarakat Solo pada tanggal 26 Mei 1930. Beliau menikah di kediaman keluarga Wiryowiguno yang terletak sekitar 100 meter dari rumah KH Samanhudi, pendiri Sarekat Islam. Sartono dikaruniai 3 anak yang bernama R.M. Gunadi, R.A. Sri Mulyati, dan R.A. Rukmini.[3]

Dilahirkan sebagai keturunan bangsawan Jawa, Sartono berturut-turut mengikuti pendidikan di HIS, MULO, AMS, dan RHS yang ditamatkannya pada tahun 1922. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke Universitas Leiden Belanda dan mendapatkan gelar Meester in de Rechten pada tahun 1926.[4] Sepertinya Mr. Sartono ini cukup beruntung dalam hal pendidikan, tidak mengherankan berhasil menggondol gelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden.

Profesi Advokat & Pembelaan Kepada Soekarno

Mr. Sartono juga berprofesi sebagai Advokat, Anggota Tyuuoo Sangi In. Sartono yang aktivis berbagai organisasi pergerakan itu membuka praktek pengacara di Bandung (1925). Dia bersama Mr. Sastromoeljono dan Mr. Iskaq menjadi pembela perkara Soekarno. Pada tahun 1937, telah menjadi pengacara pada Mahkamah Agung Hindia Belanda.[5] Mungkin maksudnya di sini pada tahun 1937 beliau telah memperoleh lisensi sebagai advokat dari Mahkamah Agung Hindia Belanda.

Seperti termuat dalam buku "Mr Sartono, Karya dan Pengabdiannya" ditulis Nyak Wali AT, 1985, pledoi Mr. Sartono menganggap Bung Karno tak bersalah sesuai tuduhan penuntut umum. Beliau memberikan pembelaan kepada Bung Karno sebagai berikut:[6]
"Tuan Presiden! Yang tertuduh pertama (tuan Ir. Soekarno) telah berbicara panjang lebar dan membuktikan dengan jalan yang bagus dan membangkitkan kepercayaan, bahwa mereka bersih daripada perbuatan yang dituduhkan kepada mereka. Oleh sebab itu surat pembelaan atau pledoi kami hanya akan tertuju kepada beberapa keterangan-keterangan yang bergantung dengan surat penyerahan kepada persidangan Landraad (surat tuduhan acte van wervijzing), dengan caranya memberi bukti (bewijsvoering) dan harganya tanda-tanda bukti (berwijsmiddeelen)."

Sebagai hasilnya, Landraad (Pengadilan Negeri Bandung) menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara kepada Bung Karno. Aktivis PNI lainnya Gatot Mangkoepradja dihukum 2 tahun, Maskoen dihukum 1 tahun 8 bulan, dan Soepriadinata 1 tahun 3 bulan. Seperti disebut dalam Bung Karno di Hadapan Pengadilan Kolonial, Bung Karno akhirnya mendapat remisi sehingga hukumannya menjadi dua tahun.[7]  

Salah satu arti penting Mr. Sartono dalam rentang sejarah pergerakan Indonesia, terutama tokoh pejuang kemerdekaan, beliau adalah advokat utama yang membela Bung Karno ketika berhadapan dengan penjajahan Belanda di meja hijau.

__________________

Referensi:

1. "Sartono (Politikus)", id.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Sartono_(politikus);
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. "Mr. Sartono Pembela Soekarno Di Pengadilan Kolonial", lawyer.co.id., Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020, https://lawyer.co.id/2018/10/31/mr-sartono-pembela-soekarno-di-pengadilan-kolonial/
6. Ibid.
7. Ibid.

Selasa, 06 Oktober 2020

Adagium Hukum III

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Platform Hukumindo.com sebelumnya telah menyajikan Adagium Hukum I dan Adagium Hukum II, dan sebagai penutup, akan disajikan pada kesempatan ini Adagium Hukum III.

Adagium Hukum memang cukup banyak, dan dari beragam ranah hukum seperti Pidana, Perdata, maupun Tata Usaha Negara. Artikel ini hanya memuat adagium-adagium hukum yang sifatnya populer saja. Telah diterangkan di atas perihal Adagium I dan Adagium II, dan pada kesempatan ini akan disajikan sebagai penutup, yaitu adagium bagian ketiga. 
  1. "JUSTITIAE NON EST NEGANDA, NON DIFFERENDA", terjemahan dalam bahasa Inggrisnya adalah sebagai berikut: Justice is not to be denied or delayed, artinya: Keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda;[1]
  2. "IGNORANTIA JURIS NON EXCUSAT", terjemahan dalam bahasa Inggrisnya adalah:  "Ignorance of the law does not excuse", artinya ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan.[2]
  3. "LEX DURA, SED TAMEN SCRIPTA", artinya sekalipun isi undang-undang itu terasa kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya, dan harus dilaksanakan.[3]
  4. "NEMO JUDEX IN CAUSA SUA", terjemahannya dalam bahasa Inggris yaitu: No man can be a judge in his own cause, artinya hakim tidak boleh mengatur/mengadili dirinya sendiri.[4]
  5. "POLITIAE LEGIUS NON LEGES POLITII ADOPTANDAE", artinya politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.[5]
  6. "INTERPRETATIO CESSAT IN CLARIS", artinya jika teks atau redaksi Undang-undang telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya.[6]
  7. "HEARES EST CADEM PERSONA CUM ANTECESSORE", artinya ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya.[7]
  8. "EI INCUMBIT PROBATIO QUIDICIT, NONQUI NEGAT", terjemahannya dalam bahasa Inggris: "The burden of the proof rest upon the person who affirms, not the one who denies", artinya beban dari bukti disandarkan pada orang yang menugaskan tuduhan bukan yang menyangkal.[8]
  9. "DEBET QUIS JURI SUBJACERE RRBI DELINQUIT", terjemahannya dalam bahasa Inggris: "Any offender should be subject to the law of the place where he offends", artinya seseorang Penggugat harus mengacu pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan.[9]
  10. "JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA", terjemahannya dalam Bahasa Inggris: "The judge ought to give judgment according to the allegations and the proofs", artinya seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan.[10]
  11. "QUIQUID EST IN TERRITORIO, ETIAM EST DE TERRITORIO", artinya asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu.[11]
___________
Referensi:

1. "Adagium Hukum", pa-bengkulukota.go.id., Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020, http://www.pa-bengkulukota.go.id/foto/Adagium%20Hukum.pdf
2. "Adagium Hukum", rendratopan.com, Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020, https://rendratopan.com/2019/03/18/adagium-hukum/
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. "Adagium-adagium Dalam Ilmu Hukum", triwidodowutomo.blogspot.com, Diakses pada tanggal 3 Oktober 2020, http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/10/adagium-adagium-dalam-ilmu-hukum.html
7. Ibid. 
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.

Sabtu, 03 Oktober 2020

Adagium Hukum II

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah mengetengahkan kepada sidang pembaca yang budiman perihal Adagium Hukum I, selanjutnya pada kesempatan ini akan dibahas lanjutannya, yaitu Adagium Hukum II.

Penulis memaknai adagium sebagai pepatah yang turun temurun dan telah dianggap benar yang berkaitan dengan hukum. Berikut Adagium Hukum II:
  1. "IN DUBIO PRO REO", artinya dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si Terdakwa;
  2. "LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALI", artinya undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum;
  3. "LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI", artinya undang-undang yang lebih tinggi  mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya;
  4. "PACTA SUNT SERVANDA", artinya setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik;
  5. "PRESUMPTION OF INNOCENCE", dikenal dengan asas praduga tidak bersalah, artinya: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap;
  6. "HET VERMOEDEN VAN RECHMATIGHEID", artinya kebijakan Pemerintah harus dianggap benar dan memiliki kekuatan hukum mengikat sampai dibuktikan sebaliknya;
  7. "KOOP BREEKT GEEN HUUR", artinya jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa tidak berubah, walaupun barang yang disewanya beralih beralih tangan – pasal 1576 KUHPerdata;
  8. "IUDEX NON ULTRA PETITA atau ULTRA PETITA NON COGNOSCITUR" artinya hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya;
  9. "IUDEX NE PROCEDAT EX OFFICIO", artinya hakim bersifat pasif menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
____________
Referensi:

1. "Adagium Hukum", rendratopan.com, diakses pada 3 Oktober 2020, https://rendratopan.com/2019/03/18/adagium-hukum/
2. "Adagium-adagium Dalam Ilmu Hukum", triwidodowutomo.blogspot.com., diakses pada 3 Oktober 2020, http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/10/adagium-adagium-dalam-ilmu-hukum.html 

Kamis, 01 Oktober 2020

Adagium Hukum I

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas "Kata Mutiara Hukum Terpilih III (Selected Law Quotes III)" dan pada kesempatan ini akan dibahas perihal Adagium Hukum I.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, adagium adalah 'pepatah; peribahasa'.[1]  Sedangkan yang dimaksud dengan adagium menurut wikipedia.org yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah "Pepatah singkat, mudah diingat, dan biasanya filosofis yang mengkomunikasikan kebenaran penting yang berasal dari pengalaman, adat istiadat, atau keduanya, dan yang banyak orang anggap benar dan kredibel karena tradisi panjangnya, yaitu diturunkan dari generasi ke generasi, atau memetika replikasi."[2] Dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan adagium adalah pepatah yang turun temurun dan telah dianggap benar. Perlu diperhatikan juga bahwa adagium ini berbeda dengan kata mutiara, sidang pembaca dapat menelitinya kemudian terkait perbedaan dimaksud.

Adagium hukum yang ada di jagad maya cukup banyak jumlahnya, akan tetapi penulis hanya akan menyajikannya pada konteks yang populer saja, check it out:
  1. "AUDI ET ALTERAM PARTEMATAU AUDIATUR ET ALTERA PARS", artinya para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja;[3]
  2. "EQUALITY BEFORE THE LAW", artinya setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum.[4]
  3. "FIAT JUSTITIA RUAT COELUM ATAU FIAT JUSTITIA PEREAT MUNDUS", terjemahannya dalam bahasa Inggris: Let justice be done though the heaven should fall, artinya sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan,keadilan harustetap ditegakkan;[5]
  4. "GEEN STRAF ZONDER SCHULD", artinya tiada hukum tanpa kesalahan.[6]
  5. "JUDEX SET LEX LAGUENS" terjemahannya dalam bahasa Inggris: The judge is the sepaking law, artinya Sang hakim ialah hukum yang berbicara;[7]
  6. "LEX POSTERIOR DEROGAT PRIORI", terjemahannya dalam bahasa Inggris: "A later statute repeals an earlier one", artinya Undang-undang yang baru menghapus Undang-undang yang lama;[8]
  7. "UBI SOCIETAS, IBI JUS", artinya di mana ada masyarakat, di situ ada hukumnya;[9]
  8. "IUS CURIA NOVIT", artinya seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya;[10]
  9. "UNUS TESTIS NULLUS TESTIS", artinya satu orang saksi bukanlah saksi;[11] 
  10. "TESTIMONIUM DE AUDITU", artinya kesaksian yang didengar dari orang lain;[12]
  11. "NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI", artinya suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat dan diberlakukan. Dapat juga diartikan sebagai tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu.[13]
_______________
Referensi:

1. "Adagium", Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Diakses pada tanggal 1 Oktober 2020, https://kbbi.web.id/adagium
2. "Adage", en.wikipedia.org., Diakses pada tanggal 1 Oktober 2020, https://en.wikipedia.org/wiki/Adage 
3. "Adagium Hukum", rendratopan.com, diakses pada tanggal 1 Oktober 2020, https://rendratopan.com/2019/03/18/adagium-hukum/
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. "Adagium Hukum", pa-bengkulukota.go.id, Diakses pada tanggal 1 Oktober 2020, http://www.pa-bengkulukota.go.id/foto/Adagium%20Hukum.pdf
8. Ibid.
9. "Adagium-adagium Dalam Ilmu Hukum", triwidodowutomo.blogspot.com, Diakses pada tanggal 1 Oktober 2020, http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/10/adagium-adagium-dalam-ilmu-hukum.html
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid.

Senin, 28 September 2020

Maria Ulfah, Sarjana Hukum Perempuan Pertama Indonesia

(id.Wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya pada label tokoh hukum, platform Hukumindo.com telah membahas Baharuddin Lopa, Jaksa Agung Jujur dan Sederhana. Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai upaya memperkenalkan salah satu tokoh hukum perempuan, yaitu Maria Ulfah.

Orang Tua & Masa Kecil

Mr. Hajjah Raden Ayu Maria Ulfah atau Maria Ulfah Santoso atau Maria Ulfah Soebadio Sastrosatomo lahir di Serang, Banten, 18 Agustus 1911 dan meninggal di Jakarta, 15 April 1988 pada umur 76 tahun. Dikenal sebagai Maria Ulfah Santoso adalah salah satu mantan Menteri Sosial pada Kabinet Sjahrir II. Nama Santoso diambil dari nama suami pertama dan nama Soebadio Sastrosatomo diambil dari nama suami kedua setelah suami pertama meninggal dunia.[1]

Maria Ulfah lahir dari pasangan Raden Mochammad Achmad dan Raden Ayu Chadidjah Djajadiningrat yakni saudara dari Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Achmad Djajadiningrat. Mochammad Achmad adalah seorang dari beberapa saja orang Indonesia yang pada awal abad ke 20 selesai menempuh pendidikan di HBS (setingkat SMA). Mochammad Achmad kemudian menjabat sebagai Bupati Kuningan.[2]

Ia lahir di Serang, Banten pada 18 Agustus 1911. Ayahnya merupakan seorang Bupati Kuningan, yang sebelumnya sempat bertugas sebagai amtenar di beberapa wilayah. Ibu kandungnya merupakan anak kelima dari Raden Bagoes Djajawinata, Wedana Karamatwatu dan Bupati Serang. Masa kecilnya lebih sering dihabiskan di kota kelahirannya, Serang. Maria memasuki sekolah dasar di Rangkasbitung. Tak lama tinggal di sana, ayahnya dipindah ke Batavia, Maria pun ikut pindah ke Batavia.[3]

Pendidikan Tinggi & Dunia Pergerakan

Pada 1929 Ayah Maria, Mohammad Achmad, memperoleh kesempatan untuk belajar perkoperasian di Denhaag Belanda. Ia pun turut serta membawa ketiga anaknya. Kebetulan saat itu tiba waktunya bagi Maria untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berbekal izin ayah, Maria pun memilih untuk mendaftar di Fakultas Hukum Universiteit Leiden. Ia pun dapat disebut menjadi sarjana hukum perempuan pertama dari Indonesia.[4]

Aktivitasnya dalam dunia politik dimulai tatkala ia bertemu Sjahrir, seorang tokoh sosialis terkemuka yang kelak menjadi perdana menteri. Melalui pertemuannya dengan Sjahrir, Maria mulai mengenal kalangan sosialis Belanda dan diajak ke pertemuan-pertemuan kaum sosialis di sana. Saat kembali ke Indonesia, seperti yang tertulis dalam Historia, Maria mengajar di Perguruan Rakyat dan Perguruan Muhammadiyah. Bahkan ia mampu mengampiu tiga mata pelajaran sekaligus yakni sejarah, tatanegara, dan bahasa Jerman. Sembari mengajar, Maria pun turut menceburkan dirinya ke dalam aktivitas gerakan perempuan.[5]

Jabatan dan Sumbangsih Perjuangan

Disebut pula bahwa Maria merupakan salah satu pendiri organisiasi Isteri Indonesia. Organisasi ini menerbitkan majalah bulanannya sendiri. Ia pun menjadi salah satu kolumnis tetap di majalah tersebut dan sering mencurahkan pikiran juga ide-idenya tentang gerakan perempuan di Indonesia. Maria merupakan satu dari segelintir tokoh perempuan yang memperjuangkan adanya Undang-Undang Pernikahan. Perdebatan tersebut dimulai sejak Kongres Perempuan Indonesia kedua di Batavia pada 20-24 Juli 1935. Dia mengajak gerakan perempuan memikirkan formulasi peraturan untuk melindungi perempuan dari penyalahgunaan hukum agama demi kepentingan sepihak kaum lelaki.[6]

Lebih lagi Maria turut ikut mengusulkan pencantuman pasal kesetaraan warga negara di hadapan hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Usulan tersebut ia sampaikan kepada Moh. Hatta dalam kapasitasnya sebagai seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di masa kemerdekaan, Sjahrir memintanya untuk menjadi menteri sosial. Kiprah Maria sebagai seorang menteri pun tak perlu diragukan. Ia mampu menunjukkan pada dunia bahwa bangsa ini punya seorang menteri perempuan yang bahkan di Eropa pun belum lazim saat itu.[7]

Tak hanya urusan politik saja. Pada 1950-1961 Maria pernah menjadi Ketua Panitia Sensor Film Indonesia. Bahkan di masa senjanya ia masih aktif menjadi Ketua Yayasan Rukun Istri yang kegiatan tetapnya mengelola panti asuhan Putra Setia di Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Maria juga pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung periode 1968-1973.[8]

Tidak banyak catatan dari penulis, jujur saja penulis juga baru mengetahui salah satu tokoh perempuan ini sebagai orang pribumi yang meraih gelar sarjana hukum pertama. Setelah penulis baca, ternyata beliau bisa dikatakan lebih dekat sebagai seorang politisi daripada orang yang berkarir di bidang hukum secara profesional ataupun aparat negara. Namun demikian, sumbangan perjuangannya yang patut dicatat adalah memperjuangkan adanya Undang-Undang Pernikahan yang isinya adalah menentang poligami. Ia juga turut mengusulkan pencantuman pasal kesetaraan warga negara di hadapan hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Pada umumnya perjuangan beliau adalah memperjuangkan hak-hak perempuan pada ranah hukum.

Referensi:
________

1. "Maria Ulfah Santoso", id.Wikipedia.org., diakses pada 26 September 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Ulfah_Santoso

2. "Mengenal Maria Ulfah, Advokat Bagi Kaum Perempuan yang Juga Menteri Sosial Pertama RI", goodnewsfromindonesia.id., Aninditya Ardhana Riswari, 24 Agustus 2018, diakses pada 26 September 2020, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/08/24/mengenal-maria-ulfah-advokat-bagi-kaum-perempuan-yang-juga-menteri-sosial-pertama-ri

3. Ibid.

4. Ibid.

5. Ibid.

6. Ibid.

7. Ibid.

8. Ibid.

Jumat, 11 September 2020

Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik

(Facebook)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label tokoh, terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas para Imam-imam Mazhab yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dari Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hanafi sampai Imam Hambali. Sedangkan artikel ini akan mengembalikan sidang pembaca pada profesi yang ditekuni oleh penulis. Kesempatan ini akan digunakan penulis untuk turut serta mempublikasikan salah satu advokat senior, bahkan veteran yang pernah dikenal secara personal.

Advokat senior atau advokat veteran di sini tidak menunjuk pada seseorang yang baru diangkat menjadi advokat ketika usianya menginjak pensiun atau pada usia sudah berumur. Namun seseorang yang memang secara sadar menggeluti profesi ini untuk jangka waktu yang telah lama. Dikarenakan beliau juga pernah menjadi Dosen bagi penulis ketika menempuh pendidikan Sarjana Hukum, dan juga Guru Praktisi Hukum ketika memulai karir di dunia advokat, terlepas dari segala kontroversi, tulisan ini bermaksud memberikan penghargaan atas karya dan pengabdian beliau selama ini di dunia profesi advokat.  

Biografi Singkat

Advokat senior ini lahir di Sawah Lunto, Sumatera Barat pada tanggal 30 Desember 1930. Pendidikan formal yang pertama dienyamnya adalah Hollandsch-Inlandsche School/HIS (Sekolah Belanda untuk kalangan Bumiputera) pada tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang, beliau termasuk dalam anggota Pemuda Asia Timur Raya bentukan Gunseikanbu (Kantor pusat pemerintahan militer Jepang) pada tahun 1943.[1]

Sekolah Menengah Pertama (SMP) lulus pada tahun 1952 di Sawah Lunto. Pada tahun 1955 lulus Sekolah Menengah Atas di Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau kemudian mengenyam pendidikan militer BI Veteran di Yogyakarta, tahun 1962. Dilanjutkan dengan mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963, dan kemudian Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1968.[2] Pada suatu kesempatan ketika beliau memberikan kuliah kepada Penulis, sepengakuannya pernah lulus seleksi Calon Hakim selepas menggondol gelar Sarjana Hukum pada FH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, akan tetapi tidak diambil kesempatan itu dikarenakan alasan keluarga atau keengganan beliau untuk berdinas ke luar kota. Setelah melewatkan kesempatan dimaksud, malahan beliau mempunyai karir yang panjang sebagai advokat. 

Adapun pengalaman kerja/Perjuangannya, diantaranya adalah: Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Divisi IX Sawahlunto, Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Komandemen Divisi IX Sumatera Tengah pada tahun 1946-1948. Menggabungkan diri dengan Tentara Pelajar dan Tentara Gerilya tahun 1949. Demobilisasi Tentara Pelajar Rayon IX Sumatera Tengah tahun 1951. Pengangkatan Keputusan dengan dengan SK Veteran Pejuang Kemerdekaan RI NVP (Nomor Veteran Perang): 21756.[3]

Selain itu beliau pernah mendapat Tanda Jasa/Satya Lencana Republik Indonesia, antara lain: Bintang Gerilya Satya Lencana SL/MDI. PK I, Satya Lencana SI/MDI. PK II, Satya Lencana GOM I, Satya Lencana GOM VI, Satya Lencana Penegak.[4]

Jika penulis amati, advokat senior Indonesia ini mempunyai dua latar belakang pendidikan dan karir, pertama adalah pendidikan dan karir militer, dan kedua adalah pendidikan hukum dan profesi seputar advokat. Hal ini menjadikan beliau mempunyai latar belakang yang relatif komplit, baik dalam bidang militer maupun dalam profesi advokat.

Karya Tulis & Karir Profesi

Karya tulis yang masih relevan sampai dengan saat ini dari beliau adalah sebuah buku bertemakan Profesi Advokat berjudul: "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, Tahun: 1989. Lihat lampiran berikut:

(Bukalapak)

Dapat penulis tambahkan, salah satu literatur di atas adalah yang paling baik membahas mengenai Kode Etik Advokat. Ditulis oleh advokat yang telah lama malang melintang dalam profesi ini. Selain itu sumber ini masih relevan untuk dibaca, meski oleh sarjana hukum yang baru terjun dalam profesi dimaksud. 

Selain itu, beberapa karya tulis lainnya yang terekpose penulis adalah: "Peran Hukum Turut Serta Menunjang Pembangunan Nasional", Makalah, Tahun 1981. "Kode Etik Advokat", Makalah dalam Latihan Hukum II LKBH UII, Tahun 1981. "Pendidikan Advokatur", Buku Perkuliahan, Tahun 1987.[5] Pada tahun 2009, beliau masih menulis pada Varia Advokat, Volume 09, Juni 2009 dengan judul tulisan: "Meneropong Organisasi Profesi Advokat Indonesia", Hal.: 23-25. Hal mana tulisan tersebut meneropong perjalanan panjang organisasi advokat di Indonesia.  

Praktik peradilan pemberi bantuan hukum sebagai Procureur/Pokrol sejak tahun 1963. Kemudian sebagai Pengacara Praktik sejak tahun 1970. Advokat sejak 1973 sampai dengan saat ini.[6] Artinya, jika dilakukan sinkroninasi antara karir keadvokatannya dengan pendidikan hukum yang ditempuhnya, Lasdin Wlas menjadi Procureur/Pokrol setelah mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963. Kemudian menekuni dunia profesi advokat setelah mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada tahun 1968 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Selain karir di bidang militer dan advokat, Lasdin Wlas juga aktif dalam dunia praktik advokat dan akademik. Diantaranya pernah sebagai Direktur Litigasi LP3H D.I.Y pada tahun 1980. Ketua Tim Pembela Subversi wilayah Surakarta, Sukoharjo dan Klaten tahun 1983. Dekan Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta serta Pengurus dan Penasehat PERADIN DPC Yogyakarta dari tahun 1983-1985.[7] Sepengalaman penulis pada masa menjalani kuliah hukum di FH Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dahulu, di antaranya beliau pernah mengampu mata kuliah Hukum Adat. Adapun alamat kantor beliau adalah: Jalan Prof. Herman Yohannes, Sagan Timur, No.: 43, Yogyakarta.

Peran Serta dalam Kancah Profesi Advokat

Pada bulan Februari 2020, beliau masih tercatat sebagai salah satu Dewan Penasehat Pengurus Pusat Kongres Advokat Indonesia (KAI).[8] Pada Judicial Review Nomor: 79/PUU-VIII/2010 di Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, sepanjang mengenai frasa ”satu-satunya”, beliau menjadi salah satu saksi, hal mana kesaksian beliau adalah seputar pengalamannya dalam mengikuti perkembangan organisasi advokat dan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat. Dari pengalamannya mengikuti perkembangan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat memang banyak kendala di lapangan. Kemudian mengenai kode etik advokat sendiri sudah dibentuk sejak tahun 2003 semenjak UU Advokat ada.[9] 

Di tengah usianya yang tidak lagi muda, semangat beliau untuk turut serta berkarya dan mengabdi dalam dunia advokat  tidaklah surut. Pada tahun 2016, beliau masih tercatat sebagai salah satu Anggota Dewan Penasehat, Pengurus Pusat IKADIN. Sepengetahuan penulis, saat ini beliau adalah salah satu advokat senior yang masih berpraktik, bahkan mungkin untuk ukuran seluruh wilayah Indonesia. 

Adapun jejak penanganan perkara yang pernah ditangani beliau adalah: a). Kuasa Hukum Aiptu Edy Wuryanto, terdakwa penggelapan barang bukti blocknote milik wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin melawan Oditur Militer D.I.Y.[10] b). Gugatan Pra Peradilan Nomor: 05/Akta.Pid.Pra/2013/PN.Slmn. pada Pengadilan Negeri Sleman sebagai salah satu kuasa hukum Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin melawan POLDA D.I.Y.[11] 
_______________
Referensi:

1. "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, 1989.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat Akan Dilakukan KAI DPD Jateng 22 Februari 2020", wartaindo.news, 20 Februari 2020, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://wartaindo.news/ujian-kompetensi-dasar-profesi-advokat-akan-dilakukan-kai-dpd-jateng-22-februari-2020/
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 79/PUU-VIII/2010.
10. "Kasus Udin, Edy Wuryanto Tolak Surat Dakwaan Oditur Militer", DetikNews, Kamis 24 Februari 2005, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-298884/kasus-udin-edy-wuryanto-tolak-surat-dakwaan-oditur-militer 
11.  "17 Tahun Kasus Udin Tak Tuntas, Wartawan Praperadilankan Polisi", DetikNews, Senin, 11 November 2013, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-2409654/17-tahun-kasus-udin-tak-tuntas-wartawan-praperadilankan-polisilisi", detikNews, Senin, 11 November 2013, Diaksesn pada tanggal 11 September 2020,  


Jumat, 04 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Hambali

 
(maktabahmahasiswa.bloger.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada kesempatan terdahulu dalam tetralogi mazhab KHI, platform Hukumindo.com telah membahas tokoh Imam Hanafi, dan sebagai artikel penutup dalam tetralogi ini, akan dibahas Imam Hambali.

Lahir & Tumbuh Kembang

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Ia merupakan seorang ulama besar di bidang hadis dan fikih yang pernah dimiliki dunia Islam. Dilahirkan di Salam, Baghdad (sekarang Irak), pada 164 H, Imam Hambali sudah menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini. Bahkan, ketika usianya relatif muda, ia sudah hafal Alquran.[1]

Imam Hambali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu, Kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam kebudayaan serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari, ahli hadis, para sufi, ahli bahasa, filsuf, dan sebagainya. Ia menaruh perhatian yang sangat besar pada ilmu pengetahuan. Dengan tekun, ia belajar hadis, bahasa, dan administrasi. Imam Hambali juga banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama dan para fukaha besar. Di antaranya adalah Abu Yusuf (seorang hakim dan murid Abu Hanifah) dan Hisyam bin Basyir bin Abi Kasim (ulama hadis di Baghdad).[2]

Ia juga berguru kepada Imam Syafi'i dan mengikutinya sampai ke Baghdad. Suatu ketika, seseorang menegurnya, ''Anda telah sampai ke tingkat mujtahid dan pantas menjadi imam. Mengapa masih menuntut ilmu? Apakah Anda akan membawa tinta ke kuburan?'' Imam Hambali menjawab, ''Saya akan menuntut ilmu sampai saya masuk ke liang kubur.''[3]

Karya-karya

Imam Hambali menaruh perhatian besar kepada hadis Nabi SAW. Karena perhatiannya yang besar, banyak ulama--seperti Ibnu Nadim, Ibnu Abd al-Bar, at-Tabari, dan Ibnu Qutaibah--yang menggolongkan Imam Hambali dalam golongan ahli hadis dan bukan golongan mujtahid.[4]

Begitu besar perhatiannya kepada hadis, ia pun pergi melawat ke berbagai kota untuk mendapatkan hadis, antara lain ia pernah ke Hijaz, Kufah, dan Basrah. Atas usahanya itu, akhirnya ia dapat menghimpun ribuan hadis yang dimuat dalam karyanya Musnad Ahmad ibn Hambal. Karya monumentalnya ini disusun dalam jangka waktu sekitar 60 tahun. Di dalamnya, terhimpun 40 ribu hadis yang diseleksi dari sekitar 700 ribu hadis yang dihafalnya.[5]

Sebagian besar ulama menganggap hadis yang terdapat dalam kitab ini termasuk kategori sahih. Namun, ada juga ulama yang menyatakan beberapa hadis dalam kitab itu lemah. Selain Al-Musnad, Imam Hambali juga menyusun kitab Tafsir Alquran dan kitab an-Nasikh wa al-Mansukh (kitab mengenai ayat-ayat yang menghapuskan dan dihapuskannya sebuah hukum). Ia juga menyusun kitab al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara wa al-Iman, kitab al-I'lal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha'il ash-Shahabah.[6]

Karakteristik Mazhab Hambali & Sebaran Pengikutnya

Karakteristik Mazhab Hambali senantiasa berpedoman pada teks-teks hadis dan mempersempit ruang penggunaan kiyas dan akal.[7] Corak pemikiran Mazhab Hambali adalah tradisionalis, selain berdasarkan pada Al Quran, sunnah, dan ijtihad, Beliau juga menggunakan hadits Mursal dan Qiyas jika terpaksa.[8]

Selain sebagai seorang ahli hukum, beliau juga seorang ahli hadist. Karyanya yang terkenal adalah Musnad Ahmad, kumpulan hadis-hadis Nabi SAW. Mazhab Hambali merupakan mazhab fiqih dengan pengikut terkonsentrasi di wilayah Teluk Persia dengan jumlah pengikut sebanyak 41 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak mazhab ini adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.[9]

Pada masa mudanya beliau berguru kepada Abu Yusuf dan Imam Syafi'i. Sedangkan murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Bukhori, Abdul Qodir Al Jailani, lbnu Qudammah, lbnu Taimiyah, Ibnu Qaiyyim Al jauziyyah, Adz-Dzahabi, dan Muhammad bin Abdul Wahab.[10] Di akhir hayatnya Imam Hambal menderita sakit. Sepuluh hari kemudian wafat pada tanggal 22 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M dalam usia 75 tahun.[11]

Jejak Mazhab Hambali dalam KHI

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah diatur bahwa hukum menikahi seorang wanita yang dalam keadaan hamil (kawin hamil) adalah dipebolehkan, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 53. Dan pendapat soal dimaksud menurut Mazhab Hambali adalah Jika seorang perempuan melakukan perbuatan zina, maka bagi orang yang mengetahui hal itu tidak boleh menikahinya, kecuali dengan dua syarat: a). masa idah-nya telah selesai. b). Dia bertobat dari perbuatan zina. Dengan kata lain, menurut Mazhab Hambali, dalam hal menikahi seorang wanita yang dalam keadaan hamil (kawin hamil) adalah boleh, akan tetapi dengan syarat.
_________________________

Referensi:
1. "Imam Hambali, Sang Pemegang Teguh Hadits Nabi", republika.co.id., Jumat 20 Mar 2020, Diakses pada 4 September 2020, https://republika.co.id/berita/q7hpda430/imam-hambali-sang-pemegang-teguh-hadits-nabi;
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Sejarah dan Karakteristik 4 Mazhab Fiqih", malangtimes.com., 11 Januari 2019, Diakses pada 04 September 2020, https://www.malangtimes.com/baca/34943/20190111/110500/sejarah-dan-karakteristik-4-mazhab-fiqih
9. Ibid.
10. Ibid.
11. "Kisah Ulama Besar: Imam Hambali, Dipenjara dan Disiksa Karena Teguh Pendiriannya", kalam.sindonews.com., Miftah H. Yusufpati, Kamis, 28 Mei 2020, Diakses pada tanggal 4 September 2020, https://kalam.sindonews.com/read/49333/70/imam-hambali-dipenjara-dan-disiksa-karena-teguh-pendiriannya-1590638703/30

Kamis, 03 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Hanafi

(kajikisah.blogspot.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com dalam edisi tokoh mazhab Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah membahas tokoh Imam Maliki, dan untuk kesempatan ini akan dibahas tokoh selanjutnya, yaitu Imam Hanafi.

Kelahiran & Pertumbuhan

Imam Hanafi lahir pada tahun 80 Hijriyah (H) bertepatan dengan 699 Masehi (M) di sebuah kota bernama Kufah. Sejatinya, nama Imam Hanafi adalah Nu'man bin Tsabit bin Marzaban Al-Farisi yang bergelar Al-Imam Al-A'zham.[1] Kufah adalah sebuah daerah yang saat ini berada di negara Irak.

Ketika lahir, pemerintah kekhalifahan Islam dipimpin oleh Abdul Malik bin Marwan, keturunan kelima Bani Umayyah. Ia hidup dalam keluarga yang saleh. Ia juga sudah hafal Alquran sejak masih usia anak-anak dan merupakan orang pertama yang menghafal hukum Islam dengan cara berguru. Saat masih kecil, Imam Hanafi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutra. Bahkan, dia memiliki toko untuk berdagang kain.[2]

Dalam perjalanan waktu, Imam Hanafi yang dikenal sebagai orang yang haus akan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu agama, menjadi seorang ahli dalam bidang ilmu fikih dan menguasai bebagai bidang ilmu agama lain, seperti ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu hadis, serta ilmu kesusasteraan dan hikmah. Tak sebatas menguasai banyak ilmu, ia juga dikenal dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial keagamaan yang rumit.[3]

Imam Syafi’i pernah melempar pujian terhadap Imam Hanafi sebagai berikut: “Tidak seorang pun yang mencari ilmu fikih, kecuali dari Abu Hanifah. Ucapannya itu sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah SAW dan apa yang datang dari para sahabat.”[4]

Guru dan Karya

Kemahirannya dalam berbagai disiplin ilmu agama itu ia pelajari dari sejumlah ulama besar masa itu. Di antaranya adalah Atho' bin Abi Rabbah, Asy-Sya'bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A'raj, Amru bin Dinar, dan Thalhah bin Nafi'. Ia juga belajar kepada ulama lainnya, seperti Nafi' Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di'amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman (guru fikihnya), Abu Ja'far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Muhammad bin Munkandar.[5]

Sepanjang 70 tahun masa hidupnya, Imam Hanafi tidak melahirkan secara langsung karya dalam bentuk kitab. Ide, pandangan, dan fatwa-fatwanya seputar kehidupan keagamaan ditulis dan disebarluaskan oleh murid-muridnya. Karya-karya fikih yang dinisbatkan kepadanya adalah Al-Musnad dan Al-Kharaj.[6] Inilah uniknya Imam Hanafi, ajaran-ajarannya justru disebarluaskan oleh murid-muridnya.

Karakter Pemikiran Imam Hanafi

Beberapa nasehat Imam Hanafi adalah sebagai berikut:[7]
  • Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku;
  • Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil atau memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut;
  • Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.
Dasar-dasar Imam Hanafi dalam Menetapkan suatu hukum fiqh bisa dilihat dari urutan berikut:[8]
  1. Al-Qur'an;
  2. Sunnah, di mana dia selalu mengambil sunnah yang mutawatir/masyhur. Dia mengambil sunnah yang diriwayatkan secara ahad hanya bila rawi darinya tsiqah;
  3. Pendapat para Sahabat Nabi (Atsar);
  4. Qiyas;
  5. Istihsan;
  6. Ijma' para ulama;
  7. Urf masyarakat muslim
Mazhab Hanafi terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam Sunni Mesir, Turki, anak-benua India, Tiongkok dan sebagian Afrika Barat. Mazhab Hanafi merupakan mazhab terbesar dengan 30% pengikut.[9] Mazhab ini mempunyai corak pemikiran hukum yang rasional.[10]

Jejak Mazhab Hanafi dalam KHI

Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1991, mengatur mengenai salah satu rukun dalam pernikahan, yaitu terkait dua orang saksi. Saksi merupakan syarat sahnya pernikahan. Menurut golongan Hanafiah, pada dasarnya setiap orang yang dapat melaksanakan akad, pernikahan pun sah dengan kesaksiannya (wali dan kedua mempelai). Setiap orang yang dapat menjadi wali dalam pernikahan, maka dapat pula menjadi saksi dalam pernikahan itu.
_______________
1. "Mengenal Sosok Imam Hanafi", Republika.co.id., Sabtu 17 Agustus 2019, Diakses pada 3 September 2020, https://republika.co.id/berita/pwcx0a313/mengenal-sosok-imam-hanafi
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. "Imam yang Memiliki Madzhab: Imam Hanafi", Islampos.com., Diakses pada tanggal 3 September 2020, https://www.islampos.com/imam-yang-memiliki-madzhab-imam-hanafi-136411/
8. "Mazhab Hanafi", id.wikipedia.org., Diakses pada 3 September 2020, https://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hanafi
9. Ibid.
10. "Sejarah dan Karakteristik 4 Mazhab Fiqih", malangtimes.com., 11 Januari 2019, Diakses pada tanggal 3 September 2020, https://www.malangtimes.com/baca/34943/20190111/110500/sejarah-dan-karakteristik-4-mazhab-fiqih

Rabu, 02 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Maliki

(minanews.net)

Oleh: 
Tim Hukumindo

Dalam edisi tetralogi Mazhab KHI terdahulu, platform Hukumindo.com telah membahas tokoh "Tetralogi Mazhab KHI, Imam Syafi'i", dan pada kesempatan ini akan dilanjutkan ke tokoh selanjutnya, yaitu Imam Maliki.

Kelahiran & Riwayat Pendidikan

Nama lengkap Imam Malik adalah Abdillah bin Anas al-Ashbahani. Beliau adalah Imam dan ulama terkemuka. Beliau dilahirkan pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H.[1]

Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.[2]

Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.[3]

Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.[4]

Di usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.[5]

Imam Malik mempunyai ciri pengajaran setiap menyampaikan ilmu, yakni disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.”[6]

Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut resiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang mereka tak sukai.[7]

Al Muwatta’ dan Karya Lainnya

Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.[8]

Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).[8]

Dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.[9]

Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.[10]

Karakteristik Mazhab Maliki

Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ia juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).[11] Tidak jarang kemudian karakteristik mazhab ini dikatakan sangat dipengaruhi sunnah yang cenderung tekstual.

Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.[12] Imam Maliki wafat pada pagi hari 14 Rabi'ul Awwal tahun 179 H di Maddinah dalam usia 89 tahun.[13]

Jejak Mazhab Maliki dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Ketentuan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam tentang kebolehan melangsungkan perkawinan bagi wanita hamil akibat zina, menyebabkan perdebatan dan silang pendapat dari berbagai kalangan, dan mazhab Maliki adalah termasuk yang melarangnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga sperma suami dan memelihara dari percampuran nasab yang baik dengan anak zina.
__________
Referensi:

1. "Biografi Singkat Imam Malik; Pendiri Mazhab Maliki", Umma.id., diakses pada 2 September 2020, https://umma.id/article/share/id/1002/259420
2. "Imam Malik, Penyusun Al Muwatta’ yang Terkenal", Minanews.net. 29 Agustus 2019, Diakses pada 2 September 2020, https://minanews.net/imam-malik-penyusun-al-muwatta-yang-terkenal/
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Ibid.
13. "Biografi Lengkap Imam Maliki Bin Anas, Imam Haramain dan Penulis Kitab Muwatha'", asianmuslim.com, 24 Februari 2020, Diakses pada 2 September 2020, https://www.asianmuslim.com/2020/02/biografi-lengkap-imam-malik-bin-anas.html

Selasa, 01 September 2020

Tetralogi Mazhab KHI, Imam Syafi'i

(nusadaily.com)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com pada label tokoh telah membahas "Mr. Iskak Tjokroadisurjo, Membuka Kantor Hukum Pertama di Batavia", serta Pada kesempatan selanjutnya akan menyinggung tokoh-tokoh fiqh Islam yang terkandung dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Sejarah Singkat

Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1991 bisa dikatakan sebagai hukum materiil Peradilan Agama di Indonesia, hal ini meliputi: 
  • Buku I Tentang Hukum Perkawinan;
  • Buku II Tentang Hukum Kewarisan;
  • Buku III Tentang Hukum Perwakafan.
Di balik diterbitkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1991 ini tentu mempunyai sejarah tersendiri, dan inilah yang akan diterangkan kemudian. 

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah suatu istilah untuk menunjukkan himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang bersumber dari kitab-kitab fikih empat mazhab. Seluruh pandangan ulama terkait fikih itu disatukan dalam bentuk buku yang disusun dengan memakai bahasa perundang-undangan.[1] Adapun fikih empat mazhab dimaksud meliputi mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.

KHI menjadi pegangan hakim di pengadilan agama dalam memutus sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah dan lain-lain yang para pihaknya adalah Muslim. Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya "Ahli Waris Pengganti Pasal Waris Bermasalah Dalam KHI" menyampaikan, ide pembetukan KHI bermula pada 21 Maret tahun 1985. Ketika itu, muncul Surat Keputusan Bersama (SKB) Mahkamah Agung dan Menteri Agama Nomor 07/KMA/1985 tentang Penunjukan Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam Melaiui Yurisprudensi. "Dalam SKB tersebut terdapat instruksi kepada kementrain agama untuk membentuk sebuah tim yang berisi ulama dan sarjana serta cendikiawan Islam yang ditugasi untuk membentuk pembangun hukum Islam melalui jalur yurisprudensi dengan jalan kompilasi hukum," katanya.[2]

Pekerjaan tim tersebut, lanjut Zarkasih, ialah mengkaji kitab-kitab fikih Islam yang selama ini dipakai para hakim di pengadilan agama. Tujuannya agar kajian yang ada sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia serta menuju tata hukum nasional. Menurut para peneliti dan sejarawan, munculnya SKB tersebut dilatarbelakangi kekhawatiran, yakni tidak adanya satu kitab hukum resmi sebagai rujukan standar dalam memberi putusan pada perkara-perkara di pengadilan agama. Keadaan yang berbeda dengan lingkungan peradiian umum (KUHPerdata).[3]

Zarkasih mengatakan, sebelum adanya KHI, hakim dalam mengambil keputusan di pengadilan agama biasanya menggunakan kitab fikih yang sudah berumur. Dalam arti, kitab-kitab itu ditulis ulama dari abad lampau. Akibatnya, sering muncul putusan yang tidak seragam. Sebab, rujukan dan pedoman kitab-kitab yang dipakai memang tidak seragam. Misal, perkara yang sama boleh jadi mendapatkan putusan yang berbeda karena ditangani hakim yang berbeda dan berbeda pula rujukan kitabnya. Para hakim pun punya kecenderungan yang berbeda dalam memilih kitab rujukan. "Apabila kebetulan hakim yang memberi putusan pada tingkat pertama berbeda kitab rujukannya dengan hakim yang lain pada tingkat banding, maka tidak dapat dihindarkan lagi, terjadi putusan yang berbeda," kata dia. Hal itu tidak sejalan dengan prinsip kepastian hukum. Melihat masalah itu, Kementerian Agama merasa sangat perlu untuk mengadakan satu kitab rujukan standar bagi para hakim agama dalam menentukan putusan masalah mereka di pengadilan. Akhirnya, Kemenag menggandeng MA sebagai induk pengadilan untuk membuat SKB yang ditandatangani pada 1985 itu.[4] Setelah penulis melakukan riset di dunia maya, sampai dengan terbitnya Instruksi Presiden RI Nomor: 1 Tahun 1991, tentu melalui jalan yang cukup panjang, namun demikian tidak akan dibahas lebih lanjut di sini. Artikel ini hanya bermaksud membahas keempat tokoh mazhab fikih Islam yang ajarannya berada dalam KHI.

Imam Syafi'i

Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi menjadi salah satu ulama besar dalam sejarah umat Islam. Beliau lebih dikenal dengan nama Imam Syafi’i dan merupakan pendiri mazhab Syafi’i yang menjadi mazhab dominan di Indonesia. Pengetahuan keilmuan seorang Imam Syafi’i pun tidak perlu diragukan. Beliau lahir dari pasangan Idris bin Abbas dan Fatimah al-Azdiyyah di Kota Gaza, Palestina pada tahun 767 Masehi atau 150 Hijriah. Namun, sebagian kecil ahli sejarah mengungkapkan kalau Imam Syafi’i lahir di Asqalan, kota yang berjarak sekitar 18 km dari Kota Gaza. Nama Imam Syafi’i merupakan nama pemberian dari orang tuanya. Nama itu adalah kombinasi antara nama dua orang, yakni Nabi Muhammad SAW dan kakeknya, yakni Syafi’i bin asy-Syaib. Dalam kesehariannya, beliau pun memperoleh panggilan asy-Syafi’i.[5]

Kemudian kita akan menyinggung masa belajar dan Guru-guru Imam Syafi’i. Pada usia 7 tahun, beliau pun sudah berhasil menghafal Al-Quran. Selanjutnya, di umur 12 tahun, Imam Syafi’i telah mengingat seluruh isi kitab Al-Muwaththa’ yang merupakan hasil karya Imam Malik. Pada usia 10 tahun, ibu asy-Syafi’i membawanya ke Mekkah. Hal ini dilakukan agar Imam Syafi’i kecil bisa belajar dengan lebih baik. Terutama, karena bisa memperoleh akses yang cepat ke berbagai ulama besar yang ada di Tanah Suci. Di sini, Imam Syafi’i pun berkesempatan untuk berguru kepada beberapa ulama fikih ternama. Guru-guru beliau ketika berada di Kota Mekkah antara lain adalah: Muslim bin az-Zanji yang merupakan mufti Kota Mekkah pada masa tersebut. Dawud bin Abdurrahman al-Atthar. Muhammad bin Ali bin Syafi’i yang merupakan paman beliau. Sufyan bin Uyainah. Abdurrahman bin Abi Bark al-Mulaiki. Sa’id bin Salim. Fudhail bin al-Ayyadltu, beliau juga dikenal memiliki ketertarikan dalam mempelajari bahasa dan sastra Arab.[6]

Setelah menempuh pendidikan di Kota Mekkah, beliau melanjutkan perburuan ilmunya ke Madinah. Di sinilah terjadi pertemuan antara Imam Syafi’i dengan Imam Malik. Beliau pun secara khusus merupakan pengagum dari Imam Malik, apalagi setelah menghafal buku karangannya. Asy-Syafi’i pun menetap di Madinah hingga Imam Malik wafat pada tahun 179 Hijriah. Kemudian beliau melanjutkan pembelajarannya ke Yaman. Imam Syafi’i menjejakkan kakinya ke Yaman pada usia 21 tahun. Saat itu, beliau pun memperoleh kedudukan tinggi di kalangan ulama. Namun, hal itu tidak membuat sosok asy-Syafi’i puas. Selama di Yaman, ulama-ulama yang menjadi guru beliau antara lain: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, Umar bin Abi Salamah, Yahya bin Hasan.[7]

Semasa hidupnya, Imam Syafi’i pun telah menelurkan beberapa karya, yaitu:[8]
  • al-Umm;
  • ar-Risalah;
  • al-Mabsuth;
  • al-Hujjah;
  • Bayadh al-Fardh, dan lain-lain.
Selain itu, beberapa ulama terkenal juga pernah menjadi murid dari Imam Syafi’i. Termasuk di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal yang dikelan sebagai pendiri mazhab Hambali. Selain itu, beberapa murid lainnya dari Imam Syafi’i adalah: Al-Hasan bin Muhammad az-Za’farani, Ishaq bin Rahawaih, Harmalah bin Yahya, Sulaiman bin Dawud al-Hasyimi, Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid al-Kalbi, dan lain-lain.[9]

Meski dikenal sebagai salah satu ulama terbesar, Imam Syafi’i merupakan seorang yang rendah hati. Bahkan, dalam kesehariannya, beliau adalah sosok zuhud yang memilih hidup sederhana dan jauh dari kemewahan.[10] Arti penting mazhab syafi'i di Indonesia adalah bahwa mazhab fikih ini dianut oleh sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia.

Karakteristik Mazhab Syafi'i

Corak pemikirannya adalah konvergensi atau pertemuan antara rasionalis dan tradisionalis. Selain berdasarkan pada Al Quran, sunnah, dan ijma, Imam Syafl'i juga berpegang pada qiyas. Beliau disebut juga sebagai orang pertama yang membukukan ilmu usul Fiqih. Karyanya yang terkenal adalah AI-Umm dan Ar-Risalah. Pemikirannya yang cenderung moderat diperlihatkan dalam Qaul Qadim (pendapat yang baru) dan Qaul Jadid (pendapat yang lama).[11] Penulis kira kata kuncinya sudah cukup jelas, bahwa karakter menonjol pemikiran hukum mazhab Syafi'i ini adalah rasional-tradisional. 

Penulis tambahkan, salah satu contoh konkrit pemikiran mazhab Syafi'i dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah perihal masa iddah dan talak khuluk (talak dengan tebusan). Contoh dimaksud terdapat dalam Pasal 153, Pasal 154 dan Pasal 155 Perihal Waktu Tunggu (masa Iddah), Buku I Kompilasi Hukum Islam (KHI) Tentang Perkawinan.

Untuk penyebarannya mazhab Syafl'i diikuti oleh 495 juta jiwa. Negara-negara dengan mayoritas pengikut mazhab ini adalah Indonesia, Ethiopia, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Somalia. Murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Ahmad AI Ghazali, lbnu Katsir, lbnu Majah, An Nawawi, Ibnu Hajar al-'Asqalani, Abu Hasan Al Asy'ari, dan Said Nursi.[12]
_________________
Referensi:

1. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 1991;
2. "Sejarah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia", Republika.co.id., Selasa 24 Mar 2020, Diakses pada 1 September 2020, https://republika.co.id/berita/q7olv0458/sejarah-kompilasi-hukum-islam-di-indonesia
3. Ibid.
4. Ibid. 
5. "Biografi Imam Syafi’i – Masa Kecil, Masa Belajar, dan Karya Imam Syafi’i", inspiraloka.com., March 24, 2017, Diakses pada 1 September 2020, https://www.inspiraloka.com/biografi-imam-syafii/
6. Ibid.
7. Ibid.
8. Ibid.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. "Sejarah dan Karakteristik 4 Mazhab Fiqih", malangtimes.com., 11 Januari 2019, diakses pada 1 September 2020, https://www.malangtimes.com/baca/34943/20190111/110500/sejarah-dan-karakteristik-4-mazhab-fiqih
12. Ibid.

What is a Bridging Visa?

( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Indonesia Immigration Implements Bridging ...