Senin, 12 April 2021

Contoh Gugatan Pra Peradilan Pembatalan SP3

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Gugatan Di PTUN", baca juga mengenai "Contoh Blanko Surat Gugatan PTUN" dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan disajikan kepada sidang pembaca yang budiman yaitu Contoh Gugatan Pra Peradilan Pembatalan SP3. Perhatikan contoh berikut ini:[1]


Jakarta, ........ Oktober 2013


Kepada Yth.:
Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin
Jl. D.I. Panjaitan No. 27 
Banjarmasin - Kalimantan Selatan. 
KP: 70114.
Telp. 0511-3352859,
Fax. 0511-3353263,
E-mail : pn_bjm@yahoo.com


Dengan hormat,

Untuk dan atas nama kepentingan hukum klien kami:

A.............M..........C............ SDN. BHD., selanjutnya disebut “AMC”, Sebuah Perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara Malaysia dengan Nomor 312273 T, berkedudukan di Lot 4-6-5, Prima Peninsular No. 5, Jalan Setiawangsa 13, Taman Setiawangsa, 54200, Kuala Lumpur, Malaysia, dalam hal ini diwakili oleh CH Bin CH, warga Negara Malaysia, Paspor Nomor A 22XXXXX, dalam kedudukannya sebagai Direktur;

Selanjutnya disebut sebagai “Pemohon”;

Dalam hal ini diwakili oleh kuasa Hukumnya berdasarkan surat kuasa khusus bermaterai cukup tertanggal 09 November 20.... (Terlampir), yaitu:

1. BJ, S.H., MH.
2. MK, S.H., MH.
3. ESA, S.H.
 
Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan Terhadap:

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (KAPOLRI) Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KALIMANTAN SELATAN, beralamat di Jalan S. Parman, Nomor 16, Banjarmasin-Kalimantan Selatan.

Selanjutnya disebut sebagai “Termohon”;

Adapun alasan yang mendasari diajukannya Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:

I. FAKTA HUKUM

1. Bahwa, Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mana di dalam Pasal 77 berbunyi sebagai berikut:
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
Selanjutnya Pasal 79 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbunyi sebagai berikut:
“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.”
2. Bahwa, PEMOHON dalam kedudukanya sebagai pihak yang dirugikan akibat Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KALIMANTAN SELATAN dengan No: B/01.c/XI/2012/Dit Reskrimum, tertanggal 9 November 2012;

3. Bahwa, Pada tanggal XX November 2011, Pelapor yang diwakili Advokat/Pengacara pada kantor XYZ & Associates, dengan Tanda Bukti Lapor pada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, No: TBL/444/XI/2011/BARESKRIM, melaporkan adanya dugaan tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP;

4. Bahwa, melalui surat tertanggal 18 November 2011, MABES POLRI-BARESKRIM, dengan Nomor:B/8996/Ops/XI/2011/Bareskrim melakukan pelimpahan laporan Polisi kepada KAPOLDA KALIMANTAN SELATAN;

5. Bahwa, kemudian Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Lidik/311-2/XI/2011/Dit Reskrimum, tertanggal 20 November 2011, yang menunjuk: a. KOMPOL  S A, SIK, MH; b). AIPDA H; c). BRIPKA Y Y; d). BRIPKA M. A P; e). BRIPTU M. I F, S.H. Selaku Penyelidik, dan berada pada Subdit II/Harda Bangtah Dit Reskrimum KAPOLDA KALIMANTAN SELATAN-DIRESKRIMUM;

6. Bahwa, pada tanggal 8 Januari 2012, Terdapat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan, dengan Nomor: B/13-4/I/2012/ Dit Reskrimum, dan adapun rencana penyelidikan adalah: a). Melakukan saksi-saksi; Mencari bukti-bukti lain yang ada hubungannya dengan perkara saudara laporkan;

7. Bahwa, pada tanggal 11 Februari 2012, terdapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), dan pada intinya telah dilakukan penyelidikan terhadap saksi, selanjutnya penyelidikan tersebut akan ditingkatkan pada tingkat penyidikan, sehingga diharapkan dapat dilakukan pemanggilan;

8. Bahwa, pada tanggal 18 April 2012, terdapat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan, dengan Nomor: B/188-2/IV/2012/ Dit Reskrimum, yang pada intinya ketika penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi-saksi, ternyata alamat rumah saksi sudah berubah dan tidak tinggal pada alamat yang telah diberikan Pelapor;

9. Bahwa, pada tanggal 14 November 2012, Terbit surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KALIMANTAN SELATAN dengan No: B/01.c/XI/2012/Dit Reskrimum, dengan alasan perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana;

II. PEMBAHASAN HUKUM & POSITA 

Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KALIMANTAN SELATAN dengan No: B/01.c/XI/2012/Dit Reskrimum, tertanggal 14 November 2012 tidak sah dikarenakan Kasus sebagaimana Tanda Bukti Lapor pada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, No: TBL/444/XI/2011/BARESKRIM, tangggal XX November 2011 diduga kuat merupakan tindak pidana.

1. Bahwa, kronologi kasus dimaksud adalah sebagai berikut, sekitar bulan September 2010, dalam perbincangan awal di rumah beliau, Bapak S sedang mencari partner sebagai investor ke dalam PT. DPA “PT. DPA”. Dalam perbincangan ini, Bapak S memberi gambaran sebagai berikut:

a. Struktur permodalan PT. DPA akan menjadi 50% investor dan sisanya 50% terbagi di antara Bapak S dan Bapak SA;
b. Dana yang harus dimasukkan oleh investor untuk pembelian saham 50% adalah sekitar Rp. 15 Miliar. Bapak S menunjukan neraca keuangan PT. DPA di layar computer kepada Pihak AMC;
c. PT. DPA sedang menambang di konsesi milik PT. BX sesuai dengan Surat Perintah Kerja “SPK” tunggal dalam areal seluas 2,696 Ha. Perjanjian PT. DPA dengan PT. BX ditunjukan oleh Bapak S kepada AMC;
d. PT. DPA sudah mempunyai kontrak penjualan dengan “PT. SNB” untuk batubara berkalori tinggi. Bapak Sahnan menunjukan kontrak dengan PT. SNB;
e. Bapak S juga menunjukan data geologis dari PT. BX;
f. Bapak S menunjukan surat pernyataan dari Pemerintah tentang lahan PT. BX bebas dari hutan lindung;
g. Bapak S juga menginformasikan bahwa dia juga menerima penawaran dari dua investor lainnya, yaitu: g.1. Dari kumpulan Genting yang sudah memberikan draft perjanjian; g.2. Dari Pengusaha Jakarta yang bernama AY;  

2. Bahwa, pada tanggal 18 Oktober 2010, AMC dan Bapak S menandatangani perjanjian jual beli saham “PT. DPA” dengan komposisi saham sebagai berikut: H. S: 43 %; H. SA: 6,5 %; AMC: 50 %. Inti Utama perjanjian ini adalah: a). PT. DPA diberi hak eksklusif oleh PT. BX untuk beroperasi dan menjual batubara dari konsesi PT. BX. Total keluasan konsesi PT. BX adalah seluas 2.696 Ha; b). Bahwa, Semua informasi yang diberikan oleh Bapak S adalah tepat dan benar; c). PT. DPA tidak tertanggung hutang atau tuntutan lain selain yang telah diinformasikan;

3. Bahwa, pada tanggal 07 Februari 2011, Tim AMC mulai masuk ke Ampah untuk Joint Management penambangan;

4. Bahwa, sekitar tanggal 20 Maret sampai dengan 25 Maret 2011, Bapak S mengeluarkan surat pelimpahan kuasa pengelolaan manajemen keuangan kepada personel AMC. Tanggal surat kuasa ini dimundurkan menjadi tanggal 21 Desember 2011, namun pihak AMC tidak setuju dengan tanggal tersebut karena AMC tidak pernah mengelola keuangan dan hanya bisa menerima tanggal 10 Januari 2011 walaupun sebenarnya AMC hanya terlibat dari bulan Februari, karena rekening Bank Muamalat Indonesia berlaku dari tanggal tersebut;

5. Bahwa, pada tanggal 19 Mei 2011, Bapak S melanjutkan mengirim e-mail dengan menyatakan bahwa kebutuhan perusahaan PT. DPA adalah sebesar Rp. 2.333.000.000,- (....rupiah), dan memberi usul agar dilakukan pinjaman dari pihak ketiga sementara menunggu tim AMC tiba di Banjarmasin; 

6. Bahwa, pada tanggal 25 Mei 2011, dilakukan Rapat Umum Direktur 2 di Aryaduta Business Centre, yang dihadiri oleh: Dari Pihak AMC; Sedangkan dari Pihak Bapak S adalah beliau sendiri dan X; Adapun butir-butir kesepakatan adalah sebagai berikut: a). Operasi dihentikan dan karyawan dianggurkan; b). AMC bertanggungjawab untuk memindahkan alat-alat dan tronton; c). AMC bertanggungjawab membayar cicilan kredit alat berat dan tronton selama berada dalam pengelolaan AMC; d). Verifikasi potensial lahan akan dilakukan; e). Bapak S akan mencari dana pinjaman untuk menyelesaikan hutang-hutang dengan jaminan batubara yang akan dijual; 

7. Bahwa, pada tanggal 07 Juni 2011, Tim AMC ke Banjarmasin untuk mengurus demobilisasi alat berat dan tronton;

8. Bahwa, pada tanggal yang sama, Bapak S mengusulkan agar alat dipindahkan setelah tanggal 12 Juni 2011 dikarenakan masih dipakai untuk aktivitas hauling batubara; 

9. Bahwa, pada tanggal 14 Juni 2011, Bapak S mengirimkan e-mail lembaran yang bartanda tangan beliau dalam “Surat Perjanjian Sewa Alat dan Surat Kesepakatan”;

10. Bahwa, pada tanggal 09 Juli 2011, Bapak S tidak membalas e-mail dari AMC, dan pihak AMC mendapatkan kabar bahwa alat-alat tronton dipindahkan dan tertinggal hanya 1 Unit Excavator PC 200;

11. Bahwa, pada tanggal yang sama, Bapak A melalaui e-mail telah meminta Bapak S untuk diantarkan salinan semua perjanjian-perjanjian sewa alat berat dan tronton yang telah disewakan kepada Pengusaha tambang, akan tetapi e-mail Bapak A tidak dibalas;

12. Bahwa, tindakan Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KALIMANTAN SELATAN dengan No: B/01.c/XI/2012/Dit Reskrimum, tertanggal 14 November 2012 oleh TERMOHON adalah bertentangan dengan hukum dikarenakan kasus ini adalah pidana, dengan bahan pertimbangan kajian hukum Pasal 374 KUHP sebagai berikut: 

Pasal 372 KUHPidana (wetboek van strafrecht) berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900.“
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP (Wetboek van Strafrecht) tentang Penggelapan dalam Jabatan adalah:

1. Barangsiapa;
2. Dengan Sengaja;
3. Memiliki barang sesuatu secara Melawan Hukum;
5. Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain;
6. Ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

1. Unsur Barangsiapa;

Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, berpendapat mengenai unsur barang siapa sebagai berikut: 

“Barang siapa mengerdjakan suatu perbuatan, jang tidak dapat ditanggungkan kepadanja karena kurang sempurna ‘akalnja atau karena sakit berubah’ akal, tidak boleh dihukum.”

(Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, Buku Peladjaran Tentang Hukum Pidana Indonesia, J.B. WOLTERS, Djakarta-Groningen, 1956, hlm. 138)

Berdasarkan penjelasan mengenai teori pidana sebagaimana diuraikan di atas, serta fakta-fakta yang kami peroleh, dalam kasus ini, yang diduga melakukan tindak pidana adalah Bapak S. Dengan demikian dalam kasus ini, unsur “Barangsiapa” telah terpenuhi.

2. Unsur Dengan Sengaja;

Ada dua teori berkaitan dengan kesengajaan atau opzettelijk, pertama, teori kehendak atau wilstheorie yang dianut oleh Simons, dan kedua teori pengetahuan atau voorstellingstheorie yang antara lain dianut oleh Hammel. Berkaitan dengan hal ini P.A.F. Lamintang berpendapat: 

”Kiranya sudah jelas bagi para pembaca, bahwa inti pengertian dengan sengaja atau opzet itu ialah ’willens en wetens’ atau menghendaki dan mengetahui. Karena yang dapat ’gewild’ (dikehendaki) atau yang dapat ’beoogt’ itu hanyalah perbuatan-perbuatan sedang keadaan-keadaan itu hanya dapat ’geweten’ atau diketahui, maka untuk dapat menyatakan seorang pelaku telah memenuhi unsur kesengajaan atau ’opzet’ sebagaimana dimaksud di atas itu...”

(P.A.F. Lamintang, SH., Delik-delik Khusus: Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, PT. Sinar Baru, bandung, 1989, hlm. 2-3.)

Bahwa, pada tanggal 15 Juni 2011, Bapak S mengirimkan e-mail lembaran yang bartanda tangan beliau dalam “Surat Perjanjian Sewa Alat dan Surat Kesepakatan”;

Terlapor Bapak S menggunakan kekuasaannya atas 12 Unit Truk Tronton untuk keperluan lain daripada yang telah ditentukan, yaitu sebagaimana telah diatur dalam “Perjanjian Sewa Alat & Angkutan Penambangan”, dan PT. DPA tidak pernah menerima pemasukkan atas tindakan melawan hukum tersebut.

3. Unsur Memiliki Barang Sesuatu Secara Melawan Hukum;

Terkait dengan unsur memiliki suatu benda, Yurisprudensi Mahkamah Agung menyatakan :

- Unsur memiliki dalam Pasal 372 KUHPidana (wetboek van strafrecht) berarti menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atas benda itu.

(M.A. tanggal 11-8-1959 No. 69 K/Kr/1959)

- Yang diartikan dengan kata memiliki (toeeigenen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHPidana (wetboek van strafrecht) ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang-barang tersebut (toeeigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over dat goed uitoedent) maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) daripada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud dalam Pasal 374 KUHPidana (wetboek van strafrecht).

(M.A. tanggal 8-5-1957 No. 83 K/Kr/1956).

Bahwa, sebelumnya unsur “secara melawan hukum” atau wederrechtelijk di dalam Undang-undang ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil (formale wederrechtelijkheid) dan materiil (materiele wederrechtelijkheid) yakni, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

Dalam kaitan ini, Profesor van Bemmelen van Hattum mengatakan bahwa:

“Yang dimaksud dengan melawan hukum” atau wederrechtelijk itu ialah bertentangan dengan kepatutan di dalam pergaulan masyarakat atau “in strijd met datgene wat in het maatshappelijk verkeer betamelijk is”

(Drs. P.A.F. Lamintang, SH, “Delik-delik Khusus, Kejahatan-kejahatan terhadap Harta Kekayaan”, Sinar Baru Bandung, 1989. hlm. 145)

Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006, maka unsur melawan hukum (wederrechtelijk) hanya mencakup perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) dalam arti materiil yakni, suatu perbuatan baru dapat dipidana jika diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan kasus ini, fakta-fakta yang ditemukan adalah bahwa AMC dan “CV DPA” menandatangani Perjanjian yang intinya adalah mengenai kepemilikan alat-alat berat. Para pihak sepakat bahwa alat-alat berat dimiliki oleh AMC, walaupun pembelian dibuat oleh CV DPA seperti yang tercatat pada Pasal 3 Perjanjian (Memorandum of Agreement, tanggal XX Oktober 2010);

Bahwa, pada tanggal 25 Mei 2011, dilakukan Rapat Umum Direktur 2 di Aryaduta Business Centre, yang dihadiri oleh: Dari Pihak AMC; Sedangkan dari Pihak Bapak S; Adapun butir-butir kesepakatan adalah sebagai berikut: ). Operasi dihentikan dan karyawan dianggurkan; b). AMC bertanggungjawab untuk memindahkan alat-alat dan tronton; c). AMC bertanggungjawab membayar cicilan kredit alat berat dan tronton selama berada dalam pengelolaan AMC; d). Verifikasi potensial lahan akan dilakukan;
e). Bapak Sahnan akan mencari dana pinjaman untuk menyelesaikan hutang-hutang dengan jaminan batubara yang akan dijual; 

Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, Tim AMC ke Banjarmasin untuk mengurus demobilisasi alat berat dan tronton;

Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, AMC mengirimkan e-mail “Surat Perjanjian Sewa Alat dan Surat Kesepakatan” kepada Bapak S;

Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, AMC mengirimkan e-mail memohon diberikan persetujuan untuk memindahkan alat dengan segera, supaya tidak menghambat pembayaran kredit/cicilan;

Bahwa, pada tanggal yang sama, Bapak S mengusulkan agar alat dipindahkan setelah tanggal 13 Juni 2011 dikarenakan masih dipakai untuk aktivitas hauling batubara;

Bahwa, pada tanggal 10-11 Juni 2011, Tim AMC berangkat dari Banjarmasin-Kalimantan Selatan menuju Hotel PP di Surabaya untuk diskusi tentang Surat Perjanjian Sewa Alat dan Juga Surat Kesepakatan. Dimana menurut “Perjanjian Sewa Alat & Angkutan Penambangan” tersebut, AMC menyewa XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton dari PT. DPA;

Berdasarkan penjelasan mengenai teori pidana sebagaimana diuraikan di atas, serta fakta-fakta yang kami peroleh Terlapor Bapak S menggunakan kekuasaannya atas XX Unit Truk Tronton untuk keperluan lain daripada yang telah ditentukan, yaitu sebagaimana telah diatur dalam “Perjanjian Sewa Alat & Angkutan Penambangan”, dan PT. DPA tidak pernah menerima pemasukkan atas tindakan melawan hukum tersebut.

Dengan demikian, “Unsur Memiliki Barang Sesuatu Secara Melawan Hukum” dalam kasus ini terpenuhi.    

4. Unsur Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain;

Bahwa, pada tanggal 28 Oktober 2010, AMC dan Bapak Sahnan menandatangani perjanjian jual beli saham “PT. DPA” dengan komposisi saham sebagai berikut: a). H. S: 43 %; b). H. SA: 6,5 %; c). AMC : 50 %. Inti Utama perjanjian ini adalah: a). Bahwa, PT. DPA diberi hak eksklusif oleh PT. BX untuk beroperasi dan menjual batubara dari konsesi PT. BX. Total keluasan konsesi PT. BX adalah seluas 2.696 Ha; b). Bahwa, Semua informasi yang diberikan oleh Bapak S adalah tepat dan benar; c). PT. DPA tidak tertanggung hutang atau tuntutan lain selain yang telah diinformasikan;

Pasal 3 Memorandum of Agreement tertanggal 28 Oktober 2010 antara AMC dengan CV. DPA Perihal: “Pemilikan Alat-alat Berat”, pada angka 3.1. berbunyi sebagai berikut: “Berasaskan kepada pembayaran yang terurai di bawah dari AMC kepada perusahaan-perusahaan penjual Alat-alat berat, AMC akan memegang seratus persen (100%) pemilikan alat-alat berat setelah ditolak jumlah yang harus dibayar kepada perusahaan perusahaan leasing.” 

Bahwa, pada tanggal 01 Februari 2011, AMC dan Bapak S menandatangani surat kesepahaman mengenai: 1). Pembayaran pembelian saham sudah lunas; 2). Persetujuan AMC untuk memberi pinjaman kepada PT. DPA sebesar Rp. XX Miliar; 3). Memberi kuasa hukum kepemilikan atas alat-alat berat kepada PT. DPA yang dibeli oleh CV DPA yang didanai oleh AMC; 4). AMC sebagai pemegang saham dalam PT. DPA akan memastikan pembayaran kredit untuk alat-alat berat setiap bulan ke rekening CV DPA;

Bahwa, terkait dengan XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton sebagaimana dimaksud di atas, AMC adalah selaku pemilik saham 50% (lima puluh per seratus) dari PT. DPA; dan juga terdapat klausul yang mengatur dalam Pasal XX Memorandum of Agreement tertanggal XX Oktober 2010 antara AMC dengan CV. DPA Perihal: “Pemilikan Alat-alat Berat”, pada angka 3.1. Dengan demikian, sebagian kepemilikan atas unit-unit tersebut di atas adalah kepunyaan AMC. 

Dengan demikian, unsur “Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain” terpenuhi. 

5. Unsur ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 

Bahwa, berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, terkait dengan XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton sebagaimana dimaksud di atas, berada dalam kekuasaan Terlapor Bapak Sahnan adalah selaku Direktur Utama PT. DPA. Sehingga unit alat-alat berat tersebut terdapat pada penguasaan Bapak Sahnan karena jabatan/kewenangan yang diberikan kepadanya dan bukan karena kejahatan.

Dengan demikian, unsur “ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah” telah terpenuhi.  

Bahwa, berdasarkan uraian tersebut di atas, maka unsur-unsur pasal ini telah terpenuhi.

Pasal 374 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) berbunyi sebagai berikut:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada dibawah kekuasaannya karena hubungan kerja pribadinya, karena mata pencahariannya atau karena mendapat upah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.”
Bahwa, Pasal 374 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) ini merupakan pemberatan dari Pasal 372 KUHP (Wetboek van Strafrecht), yaitu penggelapan dalam bentuk umum. Pemberatan-pemberatan tersebut antara lain karena:

a. Terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking

Bahwa, Hoge Raad menjelaskan sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan hubungan kerja pribadi adalah hubungan kerja yang timbul karena perjanjian kerja, antara lain dengan pengurus perseroan terbatas.”

(H.R. 23 Desember 1907, W. 8637; 16 Februari 1942, 1942 No. 670)

Pengertian “hubungan kerja pribadi” menurut Adam Chazawi adalah:

“Yang dimaksud dengan hubungan kerja ini adalah hubungan pekerjaan yang bukan hubungan kepegawaian negeri (ambt), akan tetapi berupa hubungan pekerjaan antara seseorang buruh dengan majikan atau seorang karyawan atau pelayan dengan majikannya.”

(Adam Chazawi, Hukum Pidana III, Malang, 1982, hal. 23)

Menurut P.A.F. Lamintang:

“Benda yang dikuasai seseorang dalam “hubungan kerja pribadi” itu adalah misalnya uang belanja yang dikuasai seorang pembantu rumah tangga yang diperintahkan oleh majikannya untuk berbelanja ke pasar.”

(P.A.F. Lamintang, “Hukum Pidana Indonesia”, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159)

b. Terdakwa menyimpan barang itu karena mata pencahariannya (beroep)

Menurut Adam Chazawi:

“Yang diartikan dengan mata pencaharian (beroep) ini adalah suatu pekerjaan atau mata pencaharian atau jabatan yang tertentu dimana seseorang itu melakukan pekerjaannya itu secara terbatas dan tertentu.”

(Adam Chazawi, Hukum Pidana III,.............  Malang, 1982, hal. 26)

Menurut P.A.F. Lamintang:

“Benda yang dikuasai seseorang “karena mata pencahariannya” itu adalah uang perusahaan yang dikuasai oleh seorang kassier yang bekerja pada perusahaan tersebut.”

(P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159)

c. Karena mendapat upah

Menurut Adam Chazawi:

“Maksudnya mendapat upah khusus untuk itu, ialah ia mendapat upah tertentu berhubung dengan ia mendapat kepercayaan disertai sesuatu benda itu.”

(Adam Chazawi, Hukum Pidana III, ...., Malang, 1982, hal. 26-27)

Menurut P.A.F. Lamintang:

“Benda yang dikuasai oleh seseorang “karena mendapat upah” adalah misalnya sebuah sepeda motor yang dikuasai oleh penjaga kendaraan yang memperoleh imbalan jasa karena menjaga sepeda motor tersebut.”

(P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159)

Bahwa, berdasarkan uraian unsur Pasal 372 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) tersebut di atas, perbuatan Bapak Sahnan terlihat memenuhi seluruh unsur pasal tersebut, dan karena Bapak S adalah Dirut PT. DPA, serta perbuatan tersebut dilakukan oleh Bapak S selama menjabat sebagai Dirut PT. DPA, maka tindak pidana yang dilakukan oleh Bapak S tersebut dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Dalam hubungannya dengan hal ini berikut dikutip Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyebutkan :

“Pasal 374 KUHPidana, hanyalah pemberatan dari pasal 372 KUHPidana yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau pasal 374 KUHPidana dapat dibuktikan maka pasal 372 KUHPidana dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.”

(M.A. tanggal 25-9-1975 No. 35 K/Kr/1975)

III. PETITUM

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin, agar berkenan memutuskan hal-hal sebagai berikut: 

1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang diterbitkan TERMOHON dinyatakan Batal dan/atau Tidak Sah;

3. Memerintahkan TERMOHON untuk melanjutkan penyidikan perkara dengan Tanda Bukti Lapor pada Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, No: TBL/444/XI/2011/BARESKRIM, tertanggal XX November 2011, tentang adanya dugaan tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP yang dilakukan oleh M. S;

Dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon keputusan yang seadil-adilnya (ex aequa et bono).


Hormat Kami,
Kuasa Hukum Pemohon


Ttd.

BJ, S.H., MH.


Ttd.

MK, S.H., MH.


Ttd.

ESA, S.H.
_________________________
Referensi: 

1. Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Knowing Joint Venture Companies in FDI Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Basic Requirements for Foreign Direct I...