Jumat, 14 Agustus 2020

Contoh Pencabutan Kuasa Perusahaan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Pernyataan Jaminan", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang pencabutan surat kuasa, akan tetapi hal ini sedikit berbeda dengan contoh surat kuasa yang telah dimuat sebelumnnya, pada artikel ini akan dibuat pencabutan kuasa dari perusahaan.


PENCABUTAN KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Tn. ....................., Pengusaha, bertempat tinggal di ..................... jalan ..................... nomor: .........dalam hal ini bertindak sebagai Direktur Utama dari dan sebagaimana demikian untuk dan atas nama perseroan terbatas “PT.....................”, berkedudukan dan berkantor pusat di ....................., selanjutnya akan disebut juga “Perseroan”.

Yang bertanda tangan bertindak untuk dan atas nama perseroan tersebut, menerangkan dengan ini bahwa terhitung sejak tanggal ..................... Perseroan telah MENARIK KEMBALI surat kuasa yang telah diberikan oleh Perseroan kepada tuan ..........................

Surat kuasa mana dibuat di bawah tangan, bermeterai cukup, tertanggal ..................... dan dilegalisasi oleh Notaris .......................... di .......................... tertanggal .......................... Nomor: .........; Sehingga surat kuasa tersebut terhitung sejak tanggal ..........................TIDAK BERLAKU dan TIDAK DAPAT DIPERGUNAKAN LAGI.-----------------

Demikianlah surat pencabutan kuasa ini dibuat di .........................., pada hari ini, tanggal ..........................

Yang bertanda tangan,
PT. ........................



(..........................)
Direktur Utama
____________________
Referensi:
  1. Contoh-contoh Kontrak, Rekes & Surat Resmi Sehari-hari Jilid 3”, Prof. Mr. Dr. S. Gautama, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal.: 96.
  2. Untuk dokumen dalam format word, silahkan diunduh pada link berikut ini.

Kamis, 13 Agustus 2020

Contoh Pernyataan Jaminan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Perjanjian Nikah", serta Pada kesempatan ini akan membahas Contoh Pernyataan Jaminan.

Pernyataan Jaminan

Yang bertanda tangan di bawah ini:

- Nyonya ....................., Partikelir, bertempat tinggal di .........................

Dengan ini menyatakan:

- Bahwa yang bertanda-tangan mengetahui benar bahwa tuan A selanjutnya akan disebut juga DEBITUR, benar dan dengan sah berhutang kepada perseroan: PT. ........................berkedudukan di ......................, selanjutnya akan disebut juga BANK, seperti ternyata dari Akta Perjanjian Pengakuan Hutang dan Pemberian Jaminan, tertanggal ........................ dibawah nomor ......................dibuat dihadapan ......................Notaris di ......................, selanjutnya akan disebut juga:

------------------------PERJANJIAN HUTANG-----------------------

- Bahwa untuk menjamin pembayaran kembali sebagaimana mestinya dan seluruh hutang DEBITUR dan bunga-bunganya, berdasarkan PERJANJIAN HUTANG, yang harus dibayar oleh DEBITUR kepada BANK, maka yang bertanda tangan, selanjutnya akan disebut juga PERJANJIAN, dengan ini berjanji serta mengikatkan diri untuk membayar kepada BANK, dengan segera dan secara sekaligus atas permintaan pertama dari BANK, sejumlah Rp. ......................................................atau seluruh jumlah yang terhutang oleh DEBITUR kepada BANK baik hutang pokok maupun bunga-bunga dan lain-lain biaya yang harus dibayar oleh DEBITUR kepada BANK, pada saat penagihan oleh BANK itu.-----------------------------
- Penjamin dengan ini dengan tegas melepaskan semua hak-hak dan hak-hak utama yang diberikan oleh seorang penjamin berdasarkan Undang-undang, terutama: 

a. Hak penjamin untuk memohon kepada BANK bahwa harta kekayaan DEBITUR terlebih dahulu harus dipergunakan untuk pembayaran kembali seluruh jumlah yang terhutang oleh DEBITUR kepada BANK (eerdere uitwinning);------------------------b. Hak untuk memohon kepada BANK untuk membagi-bagi Hutang DEBITUR yang dijamin oleh Penjamin, diantara para penjamin lain (schuldsplitsing);----------------
c. Hak-hak yang membebaskan seorang Penjamin dari tanggung jawab dan tanggungan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1430, 1847, 1848 dan 1849 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berlaku di Negara Republik Indonesia;------------------

DEMIKIANLAH surat pernyataan ini dibuat di .......................................pada hari ini ..................

Menyetujui,           Yang Bertanda Tangan, 
Bank,


(..........................) Nyonya...........................
                                  Penjamin

____________________
Referensi: 

Rabu, 12 Agustus 2020

Contoh Perjanjian Nikah

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Kesempatan terdahulu platform Hukumindo.com telah memuat beberapa artikel terkait dengan contoh perjanjian, diantaranya adalah "Contoh Perjanjian Sewa Menyewa Tanah", dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Contoh Perjanjian Nikah (Marriage Agreement/Huwelijkse voorwaarden).

Perjanjian Nikah

A dan B, berkenaan dengan Perkawinan yang akan dilangsungkan oleh mereka, telah bersepakat untuk mengatur harta kekayaannya dengan Perjanjian Nikah (huwelijkse voorwaarden), sebagai berikut:

Pasal 1

Diantara suami-isteri tidak akan ada campuran harta benda (gemeenschap van goederen), juga tidak akan ada campuran buah hasil pencarian dari masing-masing; Campuran harta-benda, campuran laba dan rugi serta campuran buah hasil dan penghasilan dengan surat ini secara tegas ditiadakan.

Pasal 2

Suami-isteri masing-masing tetap mempunyai dan memiliki segala harta yang masing-masing dimiliki pada waktu hari kawin dan juga harta-harta yang diperoleh masing-masing selama perkawinan berlangsung, baik dari harta warisan, hibah wasiat atau hibah hidup (legaat of schenking) atau dengan cara lain;

Suami-isteri masing-masing juga tetap mempunyai segala harta yang diterima atau diperoleh masing-masing karena pembelian atau penukaran dari masing-masing harta kekayaannya;

Piutang-piutang dari masing-masing suami-isteri pada hari kawin dan yang timbul selama perkawinan berlangsung, kepada masing-masing dan hutang-hutang, yang dibuat oleh masing-masing selama perkawinan tetap menjadi piutang-piutang atau hutang-hutang masing-masing.

Pasal 3

Pihak isteri tetap mempunyai hak urus dan mengurus hartanya yang bergerak dan tidak bergerak, dan akan mempunyai hak bebas untuk memakai dan mempergunakan hasil-hasil dari harta kekayaannya dan penghasilannya yang diterimanya dari manapun juga. Jika pihak suami mengurus harta-harta itu, maka ia wajib bertanggung-jawab atas harta-harta itu.

Pasal 4

Dari harta barang-barang terangkat serta yang diperoleh selama waktu perkawinan berlangsung oleh karena warisan, hibah wasiat atau hibah hidup, atau dengan cara lain oleh masing-masing suami dan isteri, harus dibuat suatu daftar atau harus ternyata dengan surat-surat;

Pihak suami mewajibkan diri sendiri untuk memberi bantuan, supaya diadakan pendaftaran tersebut;

Apabila daftar-daftar dari harta dan barang-barang bergerak dan yang diperoleh si isteri selama perkawinan tidak ada, atau tidak ada surat-surat yang menyatakan barang-barang apakah yang dahulu ada atau berapakah harganya maka pihak isteri atau ahli warisnya berhak untuk membuktikan bekas adanya atau harganya barang-barang itu, dengan saksi-saksi atau apabila perlu dengan pengetahuan orang umum (algemene bekendheid). 

Pasal 5

Semua pakaian dan perhiasan badan yang ada pada sewaktu-waktu, jadi juga diwaktu terputusnya perkawinan, tetap menjadi milik dari suami dan isteri yang memakai pakaian-pakaian dan perhiasan badan itu atau milik dari suami atau isteri untuk siapa pakaian atau persiapan badan itu diuntukan pemakaiannya Pakaian dan Perhiasan badan tersebut, dipandang sebagai pakaian dan perhiasan badan yang dibawa oleh masing-masing suami-isteri pada waktu perkawinan atau yang diterima selama waktu perkawinan atau dipandang sebagai ganti dari satu dan lainnya, sehingga antara suami-isteri dan hal itu tidak ada perhitungan apa-apa. Pada akhirnya pada pihak menerangkan, bahwa dalam perkawinan dibawa oleh Pihak A uang tunai sebesar Rp. ..................................(..................Rupiah) dan bagian dalam harta peninggalan ayahnya, almarhum C, harta peninggalan mana sekarang belum dibagi. 

__________

Catatan: 
1. Menurut Pasal 147 KUHPerdata (BW), Perjanjian Nikah harus dibuat dihadapan seorang Notaris.

Referensi: "Contoh-contoh Kontrak Rekes & Surat Resmi Sehari-hari (Jilid I)", Prof. Mr. Dr. S. Gautama, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994, Hal.: 118.

Selasa, 11 Agustus 2020

Perihal Pendelegasian Pemanggilan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Jarak Waktu Antara Pemanggilan dengan Hari Sidang", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pendelegasian Pemanggilan.

Pengertian

Pengertian pendelegasian adalah tindakan melimpahkan pelaksanaan pemanggilan kepada juru sita pada Pengadilan Negeri yang lain. Apabila orang yang hendak dipanggil berada di luar yurisdiksi relatif juru sita yang mendelegasikan, misalnya Tergugat bertempat tinggal di wilayah Bandung, sedangkan perkaranya disidangkan di Pengadilan Negeri Bogor. Dalam hal seperti ini, juru sita Pengadilan Negeri Bogor, tidak berwenang menyampaikan panggilan, karena orang yang hendak dipanggil berada dalam yurisdiksi atau kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bandung. Jalan ke luar yang harus ditempuh juru sita Pengadilan Negeri Bogor, mendelegasikan atau melimpahkan kewenangannya kepada juru sita Pengadilan Negeri Bandung.[1]

Dasar Hukum

Mengenai pendelegasian pemanggilan, tidak diatur dalam HIR dan RBg, namun dijumpai dalam Rv, sebagaimana diatur dalam Pasal 5. Ketentuan ini secara analogis dapat dipedomani oleh Pengadilan Negeri dengan acuan penerapan sebagai berikut[2]
  1. Orang yang hendak dipanggil berada di luar wilayah hukum Juru Sita;
  2. Pemanggilan dilaksanakan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal orang yang hendak dipanggil;
  3. Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat tinggal Tergugat, untuk memerintahkan Juru Sita Pengadilan Negeri tersebut menyampaikan Panggilan;
  4. Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuan, mengeluarkan perintah pemanggilan kepada Juru Sita berdasarkan permintaan bantuan dimaksud;
  5. Segera setelah itu, menyampaikan langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melimpahkan, tentang pelaksanaan panggilan yang dilakukan.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 225-226.
2. Ibid. Hal.: 226.

Sabtu, 08 Agustus 2020

Jarak Waktu antara Pemanggilan dengan Hari Sidang

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pemanggilan Terhadap yang Meninggal", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Jarak Waktu antara Pemanggilan dengan Hari Sidang.

Pasal 122 HIR dan Pasal 10 Rv, mengatur jarak waktu antara Penggilan dengan Hari Sidang. Dapat dijabarkan sebagai berikut:[1]
  1. Patokan Menentukan Jarak Waktu, Berdasarkan Faktor Jarak Antara Tempat Tinggal Tergugat dengan Gedung Tempat Sidang Dilangsungkan, klasifikasi jarak waktu dapat dipedomani ketentuan Pasal 10 Rv, yaitu: a). 8 (delapan) hari, apabila jarak tempat tinggal Tergugat dengan Gedung PN (tempat sidang) tidak jauh, b). 14 (empat belas) hari, apabila jaraknya agak jauh, dan c). 20 (dua puluh) hari jika jaraknya jauh. Sebagai tambahan, sepengalaman penulis sebagai Advokat praktik, untuk delegasi pemanggilan yang berbeda wilayah kompetensi relatifnya, dalam hal ini bisa dikategorikan 'jarak jauh', pemanggilan dilakukan rata-rata 3 (tiga) minggu. 
  2. Jarak Waktu Panggilan dalam Keadaan Mendesak, Pasal 122 HIR mengatur jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang dalam keadaan mendesak: a). Jarak waktunya dapat dipersingkat; b). Batas waktu mempersingkat, tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari. Terkait dengan keadaan mendesak, tergantung penilaian majelis hakim;
  3. Jarak Waktu Pemanggilan Orang yang Berada di Luar Negeri, pada prinsipnya didasarkan pada perkiraan yang wajar, adapun faktor yang diperhatikan: a). Jarak tempat tinggal Tergugat dengan Indonesia pada satu segi serta jarak tempat tinggal Tergugat dengan Konsulat Jenderal R.I., dan b). Faktor birokrasi yang harus ditempuh dalam penyampaian Panggilan;
  4. Penentuan Jarak Waktu, Apabila Tergugat Terdiri dari Beberapa Orang, dalam menghadapi kasus jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yang tergugatnya terdiri dari beberapa orang, tidak diatur dalam HIR. Oleh karena itu, dapat dipedomani ketentuan Pasal 14 Rv yang menggariskan: a). Tidak boleh berpatokan kepada tempat tinggal Tergugat yang paling dekat; b). Harus didasarkan kepada tempat tinggal Tergugat yang paling jauh.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 225.

Three Ways to Conduct FDI in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Knowing Joint Venture Companies in FDI ...