Kamis, 25 April 2019

Warisan Satjipto Rahardjo Untuk Hukum Indonesia

(id.Wikipedia.org)

Oleh:
Tim Hukumindo

Satjipto Rahardjo

Tokoh berikut ini dikenal sebagai seorang akademisi ulung. Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., dilahirkan di Banyumas, tanggal 15 Desember 1930, adalah Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum-Universitas Diponegoro Semarang. Masyarakat mengenalnya sebagai seorang penulis yang produktif dan sebagian mengenalnya sebagai seorang yang memiliki pena emas yang tajam, sebagian lagi mengenalnya sebagai seorang analis masyarakat dan hukum yang kritis.[1]

Satjipto Rahardjo adalah putra tunggal dari Saleh Kartohoesodo, seorang Mantri Kesehatan di Semarang. Sejak membangun rumah tangga dengan Roesmala Dewi, putri dari dokter Gusti Hasan-Tanggerang, telah dikaruniai empat orang putra-putri ialah Paramita, Harimulyadi, Diah Utami Sandyarini dan Dian Riski Dinihari.[2] Lihat artikel lain dari penulis terkait hukum progresif di laman berikut.

Satjipto Rahardjo meninggal pada hari Jumat, tanggal 8 Januari 2010, di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta akibat penyakit Jantung, dalam usia 79 tahun. Jenazah guru besar emeritus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini dimakamkan di Pemakaman Keluarga Besar Univesitas Diponegoro di kawasan Tembalang, Kota Semarang.[3] Selamat jalan Prof. Tjip.


Paradigma Hukum Progresif

Sudah banyak murid dan para pengulas hukum progresif di Indonesia. Beragam literatur bisa disebutkan di sini terkait dengan paradigma hukum progresif Satjipto Rahardjo, diantaranya adalah berjudul:
  1. Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia;
  2. Penegakkan Hukum Progresif;
  3. Membedah Hukum Progresif;
  4. Menggagas Hukum Progresif Indonesia;
  5. Metodologi Penelitian Hukum Progresif;
  6. Masa Depan Hukum Progresif;
  7. Memahami Hukum Progresif;
  8. Dialektika Hukum Progresif;
  9. Satjipto Rahardjo: Sebuah Biografi Intelektual & Pertaruangan Tafsir Terhadap Hukum Progresif;
  10. Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif;
  11. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Perspektif Hukum Progresif;
  12. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif;
  13. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Hukum Progresif;
  14. Satjipto Rahardjo Dan Hukum Progresif, Urgensi Dan Kritik;
  15. Membumikan Hukum Progresif;
  16. Penyidikan Dan Penegakan Hukum Pidana, Melalui Pendekatan Hukum Progresif;
  17. Pilar-pilar Hukum Progresif;
  18. Pemaknaan Hukum Progresif;
  19. Mafia Hukum: Mengungkap Praktik Tersembunyi Jual Beli Hukum dan Alternatif Pemberantasannya dalam Perspektif Hukum Progresif;
  20. Teori Hukum Integratif;
  21. Biarkan Hukum Mengalir;
  22. Hukum Kata Kerja: Diskursus Filsafat Tentang Hukum Progresif;
  23. Kebijakan Hukum Pertanahan: Sebuah Refleksi Keadilan Hukum Progresif.
Penulis juga salah satu pengulas hukum progresif Satjipto Rahardjo, bahkan salah satu yang paling awal. Penulis adalah salah satu orang yang sangat beruntung dapat mewawancarai langsung almarhum pada kediamannya di Kota Semarang. Sebenarnya buku yang kemudian terbit berjudul: “Menyelami Semangat Hukum Progresif: Terapi Paradigmatik Bagi Lemahnya Hukum Indonesia”, AntonyLib, Yogyakarta, 2009, yang merupakan karangan Penulis adalah skripsi sebagai syarat meraih gelar Sarjana Filsafat di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Intinya adalah untuk menegakkan hukum di Indonesia yang lemah pasca Reformasi, ditawarkan paradigma berpikir alternatif oleh Satjipto Rahardjo berupa hukum progresif. Sebagai tawaran penyelesaian, hendaknya agar tegaknya hukum tidak terpaku pada pendekatan teks semata, namun melalui pendekatan sistemik yang lebih menyeluruh.

Warisan Satjipto Rahardjo Untuk Hukum Indonesia

Menurut hemat penulis, sebagai seorang akademisi, warisan terbesar Satjipto Rahardjo kepada dunia hukum Indonesia adalah berupa pemikiran. Pemikiran yang dimaksud adalah paradigma hukum progresif. Paradigma hukum progresif adalah seperangkat cara pandang/analisa/optik khas Satjipto Rahardjo terhadap objek hukum. Diantara ciri-ciri dominan paradigma hukum ini menurut hemat penulis adalah: sosiologis, kritis dan sistemik.

Memang salah satu khas pemikiran Satjipto Rahardjo adalah memandang hukum sebagai ilmu sosial, permasalahan hukum adalah sebagian dari permasalahan sosial-masyarakat. Dari kalangan yang bersebrangan (kalangan Positivistik-Legalistik), seringkali disindir bahwa Satjipto Rahardjo membicarakan hukum tanpa sedikitpun menyinggung Undang-undang. Kritis dalam artian menjadi penolak kondisi status quo yang dalam kondisi tidak ideal. Serta sistemik dalam artian menawarkan solusi atas permasalahan hukum dengan melibatkan aspek atau disiplin ilmu lain di luar hukum.

Dikarenakan warisan ini adalah berupa paradigma, lalu timbul pertanyaan apa paradigma hukum progresif ini telah menunjukan sumbangsihnya dalam praktik hukum? Jawabannya iya. Salah satu contoh sederhana adalah terkait terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Dengan aturan ini, kasus-kasus pencurian dengan nilai kerugian sangat minim seperti pencurian buah kakao oleh Mbok Minah dan pencurian 6 piring oleh Rasminah, dilarang ditahan di penjara. Hal ini adalah sebuah kemajuan. Paradigma hukum progresif kembali mengingatkan kita bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya manusia untuk hukum. 
________________________________
1.     "Biografi Nasional Di Daerah Jawa Tengah”, A.T. Soegito, Slamet Ds., Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1983/1984, Hal.: 23. Lihat di laman: https://books.google.co.id/books?id=e23RCgAAQBAJ&pg=PA23&lpg=PA23&dq=satjipto+rahardjo%2Bbiografi&source=bl&ots=D4XDQtjtLt&sig=ACfU3U3egr4WTwOllf_B9BHk2u5eMG6xvw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjZ8_i7-d3hAhUUg-YKHR0NCtI4FBDoATAAegQIChAB#v=onepage&q=satjipto%20rahardjo%2Bbiografi&f=false
2.     A.T. Soegito, Slamet Ds., Ibid., Hal.: 24.
3.     "Satjipto Rahardjo Dimakamkan di Pemakaman Undip", www.kompas.com, https://nasional.kompas.com/read/2010/01/08/2056096/satjipto.rahardjo.dimakamkan.di.pemakaman.undip.

Senin, 22 April 2019

Cara Membuat Surat Gugatan Perceraian (Jakarta)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Mengapa anda perlu Membaca artikel ini?

1.
Anda akan membuat Surat Gugatan Perceraian Sederhana.

2.
Tidak perlu datang ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) atau POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) atau Kantor Advokat, anda akan membuatnya sendiri!

3.
Tutorial yang disajikan mudah dimengerti oleh orang yang awam hukum dan Gratis.

4.
Contoh tersedia, sehingga mudah dilakukan. Hanya 4 (empat) halaman saja!

Setelah anda membaca artikel dalam website ini dengan judul: Gugatan Cerai di Jakarta dan masih merasa kesulitan karena juga tidak mau keluar biaya untuk membayar Advokat guna membuat surat gugatan, atau anda juga merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mendatangi Pengadilan Agama/Negeri terkait guna mendapatkan informasi, atau mungkin masih merasa malu menampakan diri di Pengadilan karena sedang bermasalah secara hukum. Maka disinilah tempatnya, anda akan dibimbing membuat Surat Gugatan Perceraian Sederhana.

Ingat, tutorial ini adalah langsung berupa membuat gugatan cerai sederhana, dengan Posisi Penggugat adalah Wanita dan alasan gugatan berupa Perselisihan secara terus menerus. Agar memperlancar, anda harus membaca artikel terkait sebelumnya dalam website ini sebagai persiapan terlebih dahulu.

A. Bagian-bagian dalam Surat Gugatan Yang Harus Ada

1. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan Lokasi anda berada, Tanggal Gugatan didaftarkan, dan Perihal. Contoh sebagaimana berikut:
(istimewa, Penulis)

2. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan Institusi yang berwenang mengadili gugatan anda. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

3. Sebagai sebuah cerminan surat resmi dan perilaku sopan-santun, Surat Gugatan anda hendaknya mencantumkan ucapan salam dan ucapan hormat. Contohnya sebagaimana berikut ini:
(istimewa, Penulis)

4. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan data diri lengkap Penggugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan di sini, nama anda harus mencantumkan juga "Binti" (untuk wanita) dan "Bin" (untuk pria) atau 'anak dari' menyebut orang tua kandung lelaki Penggugat. Cantumkan juga jenis kelamin. Cantumkan tempat dan tanggal lahir anda. Wajib mencantumkan agama anda, hal ini penting, jika muslim maka daftar gugatan di Pengadilan Agama, dan jika non muslim daftar gugatan di Pengadilan Negeri. Cantumkan Pekerjaan anda. Cantumkan alamat lengkap anda, hal ini penting karena Pemanggilan Sidang adalah melalui surat resmi, oleh karena itu alamat HARUS LENGKAP dari Jalan, Nomor Rumah, RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi, alamat juga menunjuk Pengadilan mana yang berhak mengadili gugatan anda. Lengkapi alamat anda! Akhiri dengan menyebutkan Posisi anda dalam Gugatan, cantumkan kata bahwa anda dalam perkara ini adalah seorang "Penggugat".

5. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan data diri lengkap Tergugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan instruksi pada angka 4 (empat) di atas. 
Akhiri dengan menyebutkan Posisi lawan anda dalam Gugatan, cantumkan kata bahwa lawan dalam perkara ini adalah seorang "Tergugat".

6. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian mengenai alasan-alasan gugatan secara runtut dan sistematis. Contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Pada bagian pertama dalil/alasan gugatan anda adalah berisi mengenai ikatan hukum antara Suami-isteri. Cantumkan tanggal pernikahan anda. Cantumkan juga Kantor Urusan Agama (KUA) yang mencatatkan pernikahan anda. Cantumkan nomor kutipan/buku nikah anda serta tanggal penerbitannya.


7. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu tujuan perkawinan anda dahulu serta alamat ketika anda dan isteri/suami masih hidup rukun bersama. Perhatikan contoh berikut:
(istimewa, Penulis)

8. 
Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu akibat pernikahan dengan lahirnya anak kandung. Contoh adalah sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Cantumkan nama serta "Bin/Binti"-nya, Jenis Kelamin, Tanggal Lahir, serta Kutipan Akta Kelahirannya. Bagi yang belum mempunyai anak, maka dicantumkan belum dikaruniai keturunan.


9. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu kronologi awal mula terjadi perselisihan dalam perkawinan. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Cantumkan waktu mulainya terjadi perselisihan. Jangan lupa untuk mencantumkan sebab-sebab terjadinya perselisihan. Sebagaimana contoh di atas misalnya, adalah disebabkan Tergugat main perempuan, serta suka main judi online atau game online secara berlebihan sampai lupa waktu.


10. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu puncak dari perselisihan pernikahan anda. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Puncak perselisihan adalah saat dimana anda merasa tidak dapat lagi melanjutkan hubungan pernikahan anda dengan pasangan. Biasanya ditandai dengan kejadian pisah rumah.


11. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu usaha musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang telah pernah dilakukan. Perhatikan contoh di bawah ini:


(istimewa, Penulis)

12. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikut, yaitu pernyataan bahwa pernikahan yang tengah anda jalani telah berada di tubir perpisahan dan tidak dapat di bina kembali. Maka lebih baik diputus dengan cerai. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

13. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu dasar hukum suatu perceraian yang disebabkan oleh Pertengkaran yang terus menerus terjadi. Perhatikan contoh berikut:
(istimewa, Penulis)

14. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu dasar hukum mengenai perintah bagi Pengadilan Agama dimana anda mengajukan gugatan untuk mengirimkan salinan putusan dan mencatatkan perceraian anda di Kantor Urusan Agama (KUA) terkait. Lihat contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan bahwa pencatatan perceraian bagi seorang muslim adalah di Kantor Urusan Agama (KUA), dan bagi non muslim adalah di Kantor Catatan Sipil (Casip) terkait. Untuk non muslim, anda harus mengurus sebagai tahapan tersendiri di Kantor Catatan Sipil, selepas anda telah menerima Salinan Putusan pada Pengadilan Negeri tempat diajukannya gugatan.

15. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu pernyataan mengenai permohonan yang anda inginkan. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Hal ini dalam bahasa hukum dinamakan sebagai pernyataan mengenai permohonan petitum yang diinginkan.


16. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu permohonan yang sifatnya pokok (primair), pertama yaitu adanya permohonan agar hakim mengabulkan seluruh gugatan Penggugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

17. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian petitum/isi permohonan berikutnya, yaitu penjatuhan talak suami kepada isteri (Penggugat) dan pencatatan perceraian anda. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan bahwa pada contoh di atas, yang dijatuhkan adalah talak satu, sederhananya perceraian pertama. Juga permohonan agar dicatatkan perceraiannya pada Kantor Urusan Agama (KUA) terkait.


18. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian petitum/isi permohonan berikutnya, yaitu menetapkan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh Pengadilan. Serta mencantumkan pula uraian petitum/isi permohonan yang sifatnya "subsidair" agar diputus dengan putusan yang adil. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Catatan: Petitum/isi permohonan yang sifatnya "subsidair" adalah keharusan untuk dicantumkan, karena sebagai pencari keadilan Penggugat tidak dalam posisi memutus, oleh karenanya memohon agar perkaranya diputus secara adil seadil-adilnya.


19. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan ucapan salam sebagai penutup. Serta mengucapkan salam hormat sebagai penutup. Lihat contoh sebagaimana berikut:
(istimewa, Penulis)

Jangan lupa juga untuk mencantumkan kolom tanda tangan bagi anda selaku Penggugat.


B. Tanda Tangani Surat Gugatan Anda!


Setelah anda menyelesaikan tahap demi tahap tutorial Pembuatan Surat Gugatan Sederhana sebagaimana di atas, kemudian cetak/print lah Surat Gugatan anda. Setelah itu, bubuhi meterai tempel Rp. 10.000,- dan PASTIKAN anda MENANDATANGANI Surat Gugatan dimaksud sebelum dilakukan photo copy dan didaftarkan.

Sampai saat ini, anda telah menyelesaikan tahapan Pembuatan Surat Gugatan. Selamat! Selanjutnya anda dapat mendaftarkan Gugatan anda pada Pengadilan Terkait. 


Minggu, 21 April 2019

Cara Membuat Surat Gugatan Perceraian (Tangerang)

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Mengapa anda perlu Membaca artikel ini?

1.
Anda akan membuat Surat Gugatan Perceraian Sederhana.

2.
Tidak perlu datang ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) atau POSBAKUM (Pos Bantuan Hukum) atau Kantor Advokat, anda akan membuatnya sendiri!

3.
Tutorial yang disajikan mudah dimengerti oleh orang yang awam hukum dan Gratis.

4.
Contoh tersedia, sehingga mudah dilakukan. Hanya 4 (empat) halaman saja!

Setelah anda membaca artikel dalam website ini dengan judul: Gugatan Cerai di Tangerang dan masih merasa kesulitan karena juga tidak mau keluar biaya untuk membayar Advokat guna membuat surat gugatan, atau anda juga merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mendatangi Pengadilan Agama/Negeri terkait guna mendapatkan informasi, atau mungkin masih merasa malu menampakan diri di Pengadilan karena sedang bermasalah secara hukum. Maka disinilah tempatnya, anda akan dibimbing membuat Surat Gugatan Perceraian Sederhana.

Ingat, tutorial ini adalah langsung berupa membuat gugatan cerai sederhana, dengan Posisi Penggugat adalah Wanita dan alasan gugatan berupa Perselisihan secara terus menerus. Agar memperlancar, anda harus membaca artikel terkait sebelumnya dalam website ini sebagai persiapan terlebih dahulu.

A. Bagian-bagian dalam Surat Gugatan Yang Harus Ada

1. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan Lokasi anda berada, Tanggal Gugatan didaftarkan, dan Perihal. Contoh sebagaimana berikut:
(istimewa, Penulis)

2. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan Institusi yang berwenang mengadili gugatan anda. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

3. Sebagai sebuah cerminan surat resmi dan perilaku sopan-santun, Surat Gugatan anda hendaknya mencantumkan ucapan salam dan ucapan hormat. Contohnya sebagaimana berikut ini:
(istimewa, Penulis)

4. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan data diri lengkap Penggugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan di sini, nama anda harus mencantumkan juga "Binti" (untuk wanita) dan "Bin" (untuk pria) atau 'anak dari' menyebut orang tua kandung lelaki Penggugat. Cantumkan juga jenis kelamin. Cantumkan tempat dan tanggal lahir anda. Wajib mencantumkan agama anda, hal ini penting, jika muslim maka daftar gugatan di Pengadilan Agama, dan jika non muslim daftar gugatan di Pengadilan Negeri. Cantumkan Pekerjaan anda. Cantumkan alamat lengkap anda, hal ini penting karena Pemanggilan Sidang adalah melalui surat resmi, oleh karena itu alamat HARUS LENGKAP dari Jalan, Nomor Rumah, RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi, alamat juga menunjuk Pengadilan mana yang berhak mengadili gugatan anda. Lengkapi alamat anda! Akhiri dengan menyebutkan Posisi anda dalam Gugatan, cantumkan kata bahwa anda dalam perkara ini adalah seorang "Penggugat".

5. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan data diri lengkap Tergugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan instruksi pada angka 4 (empat) di atas. 
Akhiri dengan menyebutkan Posisi lawan anda dalam Gugatan, cantumkan kata bahwa lawan dalam perkara ini adalah seorang "Tergugat".

6. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian mengenai alasan-alasan gugatan secara runtut dan sistematis. Contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Pada bagian pertama dalil/alasan gugatan anda adalah berisi mengenai ikatan hukum antara Suami-isteri. Cantumkan tanggal pernikahan anda. Cantumkan juga Kantor Urusan Agama (KUA) yang mencatatkan pernikahan anda. Cantumkan nomor kutipan/buku nikah anda serta tanggal penerbitannya.


7. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu tujuan perkawinan anda dahulu serta alamat ketika anda dan isteri/suami masih hidup rukun bersama. Perhatikan contoh berikut:
(istimewa, Penulis)

8. 
Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu akibat pernikahan dengan lahirnya anak kandung. Contoh adalah sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

Cantumkan nama serta "Bin/Binti"-nya, Jenis Kelamin, Tanggal Lahir, serta Kutipan Akta Kelahirannya. Bagi yang belum mempunyai anak, maka dicantumkan belum dikaruniai keturunan.


9. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu kronologi awal mula terjadi perselisihan dalam perkawinan. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Cantumkan waktu mulainya terjadi perselisihan. Jangan lupa untuk mencantumkan sebab-sebab terjadinya perselisihan. Sebagaimana contoh di atas misalnya, adalah disebabkan Tergugat main perempuan, serta suka main judi online atau game online secara berlebihan sampai lupa waktu.


10. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu puncak dari perselisihan pernikahan anda. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Puncak perselisihan adalah saat dimana anda merasa tidak dapat lagi melanjutkan hubungan pernikahan anda dengan pasangan. Biasanya ditandai dengan kejadian pisah rumah.


11. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu usaha musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang telah pernah dilakukan. Perhatikan contoh di bawah ini:


(istimewa, Penulis)

12. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikut, yaitu pernyataan bahwa pernikahan yang tengah anda jalani telah berada di tubir perpisahan dan tidak dapat di bina kembali. Maka lebih baik diputus dengan cerai. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

13. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu dasar hukum suatu perceraian yang disebabkan oleh Pertengkaran yang terus menerus terjadi. Perhatikan contoh berikut:
(istimewa, Penulis)

14. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu dasar hukum mengenai perintah bagi Pengadilan Agama dimana anda mengajukan gugatan untuk mengirimkan salinan putusan dan mencatatkan perceraian anda di Kantor Urusan Agama (KUA) terkait. Lihat contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan bahwa pencatatan perceraian bagi seorang muslim adalah di Kantor Urusan Agama (KUA), dan bagi non muslim adalah di Kantor Catatan Sipil (Casip) terkait. Untuk non muslim, anda harus mengurus sebagai tahapan tersendiri di Kantor Catatan Sipil, selepas anda telah menerima Salinan Putusan pada Pengadilan Negeri tempat diajukannya gugatan.

15. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian berikutnya, yaitu pernyataan mengenai permohonan yang anda inginkan. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Hal ini dalam bahasa hukum dinamakan sebagai pernyataan mengenai permohonan petitum yang diinginkan.


16. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian selanjutnya, yaitu permohonan yang sifatnya pokok (primair), pertama yaitu adanya permohonan agar hakim mengabulkan seluruh gugatan Penggugat. Contoh sebagai berikut:
(istimewa, Penulis)

17. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian petitum/isi permohonan berikutnya, yaitu penjatuhan talak suami kepada isteri (Penggugat) dan pencatatan perceraian anda. Lihat contoh di bawah ini:
(istimewa, Penulis)

Perhatikan bahwa pada contoh di atas, yang dijatuhkan adalah talak satu, sederhananya perceraian pertama. Juga permohonan agar dicatatkan perceraiannya pada Kantor Urusan Agama (KUA) terkait.


18. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan uraian petitum/isi permohonan berikutnya, yaitu menetapkan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh Pengadilan. Serta mencantumkan pula uraian petitum/isi permohonan yang sifatnya "subsidair" agar diputus dengan putusan yang adil. Perhatikan contoh berikut ini:
(istimewa, Penulis)

Catatan: Petitum/isi permohonan yang sifatnya "subsidair" adalah keharusan untuk dicantumkan, karena sebagai pencari keadilan Penggugat tidak dalam posisi memutus, oleh karenanya memohon agar perkaranya diputus secara adil seadil-adilnya.


19. Pastikan Surat Gugatan anda mencantumkan ucapan salam sebagai penutup. Serta mengucapkan salam hormat sebagai penutup. Lihat contoh sebagaimana berikut:
(istimewa, Penulis)

Jangan lupa juga untuk mencantumkan kolom tanda tangan bagi anda selaku Penggugat.


B. Tanda Tangani Surat Gugatan Anda!


Setelah anda menyelesaikan tahap demi tahap tutorial Pembuatan Surat Gugatan Sederhana sebagaimana di atas, kemudian cetak/print lah Surat Gugatan anda. Setelah itu, bubuhi dengan meterai tempel Rp. 10.000,- dan PASTIKAN anda MENANDATANGANI Surat Gugatan dimaksud sebelum dilakukan photo copy dan didaftarkan.

Sampai saat ini, anda telah menyelesaikan tahapan Pembuatan Surat Gugatan. Selamat! Selanjutnya anda dapat mendaftarkan Gugatan anda pada Pengadilan Terkait. 


Sabtu, 20 April 2019

Hukum Sebagai Kaidah Dan Kebiasaan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada perkuliahan sebelumnya, kita telah membahas perihal: Apa Yang Dimaksud dengan Hukum? Juga telah membahas Tentang Tujuan Hukum. Dengan demikian, sedikit banyaknya dengan mengikuti perkuliahan terdahulu, telah terdapat gambaran awal perihal Hukum. Sekarang saatnya untuk melangkah lebih lanjut. Pada kesempatan ini, akan dibahas mengenai bentuk dasar dari Hukum.

Hukum Sebagai Kaidah

Van Apeldoorn memberikan penjelasan yang sangat baik sebagai berikut. Untuk ahli hukum praktek, hakim, pengacara dan pada umumnya untuk tiap-tiap orang, yang turut serta dalam hubungan hukum secara aktif, hukum adalah sesuatu peraturan, sesuatu suruhan atau larangan.[1]

Untuk pembentuk undang-undang yang membentuk peraturan bahwa si pembeli harus membayar harga pembeli; untuk hakim, ‘yang melakukan peradilan atas nama Raja’; untuk si pembeli yang memenuhi hal tersebut dengan membayar, hukum bukan kebiasaan, melainkan perintah yang diundangkan, dilakukan atau diikuti.[2]

Dengan demikian, menurut pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa bentuk hukum yang paling sederhana adalah kaidah atau aturan. Aturan yang berisikan mengenai perintah maupun berisikan larangan.

Hukum Sebagai Kebiasaan

Akan tetapi berlainan halnya untuk mereka yang bukan pengacara atau hakim, bukan pembeli atau penjual, dengan singkat untuk orang luaran, yang praktis tak ada sangkut pautnya dengan peraturan tersebut, akan tetapi yang semata-mata memandangnya secara teoritis, hendak menerangkannya dan memperoleh pengertian secara ilmu pengetahuan. Baginya peraturan tersebut tidak memuat perintah, melainkan memuat kebiasaan.[3]

Guru Besar Universitas Utrecht, H.J. Hamaker, sejalan dengan pendapat ini, dengan mengemukakan pandangannya berikut. Menurutnya, hukum bukan keseluruhan peraturan yang menetapkan bagaimana orang seharusnya bertindak satu sama lain, melainkan ia terdiri atas peraturan-peraturan menurut mana pada hakekatnya orang-orang biasanya bertingkah laku dalam masyarakat.[4]

Pandangan ini tidak ada salahnya, kita lihat misalnya dalam masyarakat adat yang masih komunal, hampir tidak ada aturan-aturan teknis perundang-undangan layaknya masyarakat modern, masyarakat hidup bersosial atas dasar kebiasaan-kebiasaan yang diikuti secara turun temurun.

Atas dua pandangan dasar ini, baik yang sifatnya normatif maupun sosiologis, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk dasar hukum adalah ‘kaidah’ maupun ‘kebiasaan’. Van Apeldoorn memberikan perumpamaan sebagai ‘sari kulit kina’ untuk pandangan sosiologis dan ‘obat untuk malaria’ untuk pandangan normatif.[5] Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Dengan demikian, kata kuncinya di sini: ‘Hukum adalah Kaidah dan juga Kebiasaan’.

_________________________________ 
1. Pengantar Ilmu Hukum” atau “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht”, Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn,  PT. Pradnya Paramita, Jakarta, (Cetakan Ke-dua puluh lima), 1993, Hal.: 19.
2.  Van Apeldoorn, Ibid., Hal.: 19.
3.  Van Apeldoorn, Ibid., Hal.: 19.
4.  Van Apeldoorn, Ibid., Hal.: 18.
5.  Van Apeldoorn, Ibid., Hal.: 19. 

Three Ways to Conduct FDI in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Knowing Joint Venture Companies in FDI ...