Selasa, 22 September 2020

4 Syarat Formil Putusan Perdamaian

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai Tempat dan Biaya Mediasi, dan pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Syarat Formil Putusan Perdamaian.

Permasalahan syarat formil putusan perdamaian tidak hanya merujuk pada ketentuan Pasal 130 dan 131 HIR, tetapi juga pada ketentuan lain seperti Bab XVIII, Buku Ketiga KUHPerdata (Pasal 1851-1864). Tanpa mengurangi ketentuan PERMA Nomor: 2 Tahun 2003 sebagai modifikasi Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBg, mediator maupun hakim perlu mengetahui setidaknya 4 syarat formil putusan perdamaian yang akan dibahas berikut.[1]

Pertama, persetujuan perdamaian harus mengakhiri perkara secara tuntas dan keseluruhan. Tidak boleh ada yang tertinggal. Perdamaian harus membawa para pihak terlepas dari seluruh sengketa. Tidak ada lagi yang disengketakan karena semuanya telah diatur dan dirumuskan penyelesaiannya dalam perjanjian. Selama masih ada yang belum diselesaikan dalam kesepakatan, putusan perdamaian yang dikukuhkan dalam bentuk penetapan akta perdamaian mengandung cacat formil, karena bertentangan dengan persyaratan yang ditentukan Pasal 1851 KUHPerdata. Oleh karena itu, jika syarat ini dihubungkan dengan proses mediasi yang digariskan PERMA Nomor: 2 Tahun 2003, hakim harus benar-benar memperhatikan hal tersebut, pada saat diminta pengukuhan menjadi akta perdamaian. Sekiranya para pihak ternyata tidak mengakhiri sengketa yang diperkarakan secara tuntas, hakim dapat menolak mengukuhkannya menjadi akta perdamaian.[2] 

Kedua, syarat kedua sebagaimana digariskan oleh Pasal 1851 KUHPerdata mengenai bentuk persetujuan adalah: a). Berbentuk akta tertulis, boleh di bawah tangan yang ditanda-tangani kedua belah pihak; b). Tidak dibenarkan persetujuan dalam bentuk lisan atau oral; c). Setiap persetujuan perdamaian yang tidak dibuat secara tertulis, dinyatakan tidak sah. Mengenai hal ini, Pasal 11 ayat (1) PERMA sudah sejalan dengan Pasal 130 HIR dan Pasal 1851 KUHPerdata, yang mengharuskan kesepakatan wajib merumuskan secara tertulis.[3] 

Ketiga, syarat ini berkaitan dengan ketentuan Perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 ke-2 Jo. Pasal 1330 KUHPerdata. Meskipun Pasal 1320 KUHPerdata mempergunakan istilah tidak cakap dan Pasal 1852 KUHPerdata istilah tidak mempunyai kewenangan, maksudnya adalah sama, yaitu yang bertindak membuatnya tidak mempunyai kekuasaan untuk itu, disebabkan yang bersangkutan tidak mempunyai kedudukan dan kapasitas sebagai persona standi in judicio. Yang tidak cakap ini berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata terdiri atas orang yang belum dewasa dan orang yang dibawah pengampuan. Namun yang dimaksud dengan orang yang tidak mempunyai kekuasaan membuat perdamaian, lebih luas dari itu. Meliputi juga badan hukum yang belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, dianggap tidak memiliki kekuasaan membuat persetujuan perdamaian atas nama Perseroan (PT) yang bersangkutan.[4] Menurut hemat penulis, singkatnya seseorang yang membuat perjanjian di sini adalah harus dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai persona standi in judicio. 

Keempat, seluruh pihak yang terlibat dalam perkara ikut dalam persetujuan Perdamaian. Artinya yang terlibat dalam persetujuan perdamaian tidak boleh kurang dari pihak yang terlibat dalam perkara. Semua orang yang bertindak sebagai Penggugat dan orang yang ditarik sebagai Tergugat, mesti seluruhnya ikut ambil bagian sebagai pihak dalam persetujuan perdamian. Membuat kesepakatan yang tidak mengikutsertakan seluruh pihak Penggugat dan Tergugat dianggap mengandung cacat plurium litis consortium, yaitu tidak lengkap pihak yang berdamai.[5]
_______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan ke-10 tahun 2020, Hal.: 275.
2. Ibid. Hal.: 275.
3. Ibid. Hal.: 275-276.
4. Ibid. Hal.: 276.
5. Ibid. Hal.: 276-277.

Sabtu, 19 September 2020

Tempat Dan Biaya Mediasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya dalam label praktik hukum, platform Hukumindo.com telah membahas mengenai 5 Tahap Ruang Lingkup Pra Mediasi. Dan selanjutnya pada kesempatan ini akan dibahas mengenai Tempat dan Biaya Mediasi.
 
Ketentuan mengenai tempat dan biaya mediasi diatur dalam BAB IV PERMA Nomor: 2 Tahun 2003, terdiri dari Pasal 15. Tidak banyak permasalahan teknis yang menyangkut dengan persoalan ini. Adapun hal-hal yang penting adalah sebagai berikut:[1]
  1. Tempat Penyelenggaraan Mediasi, pada umumnya diselenggarakan di salah satu Ruang Pengadilan. Inilah ketentuan umum (general rule) yang harus diterapkan: a). Diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama; b). Jika ketentuan ini dihubungkan dengan sistem proses mediasi yang digariskan Pasal 14 ayat (1), yang menganut asas tidak terbuka untuk umum, penyelenggaraannya tidak mesti pada ruang sidang tertentu; c). Akan tetapi kalau objek mediasi sengketa publik yang menganut asas mutlak terbuka untuk umum sebagaimana yang digariskan Pasal 14 ayat (2), proses mediasi mesti dilakukan pada salah satu ruang sidang yang telah ditentukan. Mediasi juga dapat dilakukan di tempat lain, tidak mutlak di salah satu ruang pengadilan, dengan syarat: a). Disepakati oleh para pihak; b). Bersedia memikul biaya berdasarkan kesepakatan para pihak;
  2. Biaya Penyelenggaraan Mediasi, terkait masalah biaya, biaya mediasi disebut nominal or low cost. Sehubungan dengan itu, agar proses mediasi yang diatur dalam PERMA Nomor: 2 Tahun 2003 tidak mengalami erosi, asas biaya rendah (nominal cost) yang menjadi landasan perkembangan mediasi di negara lain, harus dijaga dan dipelihara. Hal ini meliputi: a). Penyelenggaraan di Ruang Pengadilan, tidak dikenakan biaya; b).  Apabila penyelenggaraan di tempat lain, biaya dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan; c). Penggunaan mediator hakim, jika mediatornya hakim tidak dipungut biaya; d). Jika menggunakan mediator bukan hakim, maka biaya ditanggung para pihak; e). Dalam hal tidak mampu, tidak dipungut biaya mediator.
Hal lain yang perlu dikemukakan berkenaan dengan biaya jasa mediator adalah PERMA tidak mengatur berapa besarnya, menurut ahli M. Yahya Harahap, S.H., hal ini perlu diatur lebih lanjut, supaya terdapat kepastian hukum tentang masalah tersebut.[2] Sepengalaman penulis sebagai advokat praktik, untuk berberapa Pengadilan yang mempunyai beban perkara yang cukup banyak, ribuan perkara per tahunnya, misalnya Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sesi mediasi disediakan khusus mediator bersertifikat yang stand by di Pengadilan, sehingga hakim pokok perkara tidak dibebani oleh hal lain di luar tugas utamanya, terkait dengan biaya tentunya tidak gratis layaknya Hakim Mediator pada Pengadilan Negeri, namun juga tidak mahal yaitu di kisaran Rp. 100.000,- (Seratus ribu Rupiah). Harga yang sangat wajar.
______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 tahun 2010, Hal.: 269-270.
2. Ibid., Hal.: 270.

Jumat, 18 September 2020

5 Tahap Ruang Lingkup Pra Mediasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Ruang lingkup tahap pra mediasi diatur dalam BAB II PERMA Nomor: 2 Tahun 2003 yang terdiri dari Pasal 3-7. Tahap ini merupakan persiapan ke arah proses tahap mediasi. Sebelum pertemuan dan perundingan membicarakan penyelesaian materi pokok sengketa dimulai, lebih dahulu dipersiapkan prasarana yang dapat menunjang penyelesaian sengketa melalui perdamaian.[1]

Adapun 5 tahap pra mediasi dimaksud adalah sebagai berikut:[2]
  1. Hakim memerintahkan Menempuh Mediasi, langkah pertama yang mesti dilakukan Hakim pada tahap pra mediasi adalah memerintahkan para pihak lebih dahulu untuk menempuh mediasi, perintah dilakukan pada sidang pertama, sebelum membuka acara replik-duplik, dan syarat penyampaian perintah adalah sidang dihadiri kedua belah pihak.
  2. Hakim wajib menunda persidangan, hal ini berarti hakim wajib menunda persidangan, dan para pihak wajib lebih dahulu menempuh proses mediasi. Penundaan dimaksud adalah untuk memberi kesempatan para pihak agar menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi.
  3. Hakim wajib memberi penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi, pada bagian ini hakim wajib memberi penjelasan mengenai tata cara dan prosedur mediasi, seperti pemilihan mediator dll. Serta mengenai biaya mediasi, juga wajib diberikan penjelasan oleh hakim. 
  4. Wajib memilih Mediator, hal mengenai kewenangan untuk memilih mediator sepenuhnya adalah prerogatif para pihak yang berperkara, berdasarkan kesepakatan dan hakim tidak mempunyai kewenangan untuk menunjuk mediator secara ex-officio dalam keadaan normal.
  5. Proses Mediasi oleh Mediator Luar, pada dasarnya apa yang digariskan di sini tidak termasuk lingkup pra mediasi, namun lebih tepatnya sebagai tahap mediasi. Untuk mengikuti alur berpikir PERMA, tidak salah jika dimasukkan di sini. Hal ini adalah proses mediasi menggunakan mediator di luar daftar mediator yang dimiliki pengadilan. 
Jika penulis bandingkan dengan praktik di lapangan, maka setelah pemanggilan para pihak lengkap, hakim akan memerintahkan untuk dilakukan mediasi. Dengan demikian konsekwensinya adalah sidang pokok perkara ditunda, sampai ada hasil mediasi, umumnya 30 hari namun juga bisa ditambah. Terkait prosedur akan dijelaskan oleh hakim yang mengadili pokok perkara dan juga oleh hakim mediator atau mediator bersertifikat, bahkan dalam tahap advance tidak lagi dijelaskan, karena para pihak melalui kuasa hukumnya sudah paham mengenai prosedur yang akan ditempuh dalam mediasi. Terkait biaya, sering dijumpai para pihak memilih hakim mediator yang ditunjuk oleh majelis hakim pokok perkara, pertimbangannya adalah hal ekonomi, karena sudah include dalam biaya panjar perkara, atau setidaknya berbiaya minim. Hal ini belum menjadi perhatian di kalangan profesi advokat, karena bisa saja ditunjuk mediator bersertifikat dan konsekwensinya tentu saja adalah charge ke klien bertambah. 
______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 tahun 2010, Hal.: 251-259.

Kamis, 17 September 2020

Lingkup Integrasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu, dalam label Praktik Hukum, platform Hukumindo.com telah membahas mengenai Landasan Formil Prosedur Mediasi,  dan pada kesempatan ini akan membahas mengenai Lingkup Integrasi Mediasi dalam Sistem Peradilan.

Lingkup integrasi mediasi dalam sistem peradilan yang diatur dalam PERMA Nomor: 2  Tahun 2003, meliputi hal-hal sebagaimana berikut:[1]
  1. Institusionalisasi Proses Mediasi dalam Sistem Peradilan, merupakan pelembagaan proses mediasi dalam badan peradilan;
  2. Pengertian Mediasi, adalah proses penyelesaian sengketa di Pengadilan melalui perundingan antara pihak yang berperkara, serta perundingan yang dilakukan para pihak dibantu oleh mediator;
  3. Yang Bertindak Sebagai Mediator, klasifikasi mediator diatur dalam Pasal 1 butir 2 dan Pasal 5 ayat (1) PERMA Nomor: 2  Tahun 2003;
  4. Lingkup Yurisdiksi, adalah batas-batas kewenangan berlakunya proses integrasi mediasi dalam sistem Peradilan;
  5. Proses Mediasi Bersifat Memaksa, bersifat memaksa atau compulsory. Artinya, para pihak yang berperkara tidak mempunyai pilihan selain mesti dan wajib menaatinya (comply);
  6. Jangka Waktu Proses Mediasi, mengenai jangka waktu mediasi terdapat dua versi, pertama sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) yaitu 30 hari kerja, dan kedua yaitu sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) yaitu dua puluh hari kerja.
__________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 tahun 2010, Hal.: 244-251.  

Rabu, 16 September 2020

Landasan Formil Prosedur Mediasi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai Kenyataan Mediasi di Pengadilan, dan untuk kesempatan ini, masih dalam label praktik hukum, akan membahas perihal Landasan Formil Prosedur Mediasi.

Landasan formil mengenai integrasi mediasi dalam sistem peradilan pada dasarnya tetap bertitik tolak dari ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 145 RBg. Namun untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah Agung memodifikasinya ke arah yang bersifat memaksa (compulsory). Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:[1]
  1. Semula Diatur dalam SEMA No. 1 Tahun 2002, SEMA ini diterbitkan pada tanggal 30 Januari 2002 yang berjudul Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR). Penerbitan SEMA tersebut bertitik tolak dari salah satu hasil Rakernas MA di Yogyakarta pada tanggal 24 s.d. 27 September 2001. Motivasi yang mendorongnya, adalah untuk membatasi perkara kasasi secara substantif dan prosesual. Sebab apabila peradilan tingkat pertama mampu menyelesaikan perkara melalui perdamaian, akan berakibat turunnya jumlah perkara pada tingkat Kasasi.
  2. Disempurnakan dalam PERMA No. 2 Tahun 2003, umur SEMA No. 1 Tahun 2002, hanya 1 Tahun 9 bulan, pada tanggal 11 September 2003, MA mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 sebagai penggantinya. Pasal 17 PERMA ini menegaskan: "Dengan berlakunya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) ini, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/ 145 RBg) dinyatakan tidak berlaku".
  3. Alasan Penerbitan PERMA, dalam konsiderans dikemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi penerbitan PERMA menggantikan SEMA No. 1 Tahun 2002, antara lain: a). Mengatasi penumpukan perkara; b). SEMA No. 1 Tahun 2002, belum lengkap; c). Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBg, dianggap tidak memadai.
_______________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 Tahun 2010, Hal.: 242-243.

Selasa, 15 September 2020

Kenyataan Mediasi Di Pengadilan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah memposting artikel berjudul: "Upaya Mendamaikan Bersifat Imperatif", sebagai kelanjutannya, berikut akan dibahas tentang Kenyataan Mediasi Di Pengadilan.

Kenyataan praktik yang dihadapi, jarang dijumpai putusan perdamaian. Produk yang dihasilkan peradilan dalam penyelesaian perkara yang diajukan kepadanya, hampir 100% berupa putusan konvensional yang bercorak menang atau kalah (winning or losing). Berdasarkan fakta ini, kesungguhan, kemampuan dan dedikasi hakim untuk mendamaikan boleh dikatakan sangat mandul. Akibatnya, keberadaan Pasal 130 HIR, Pasal 154 RBg dalam hukum acara, tidak lebih dari hiasan belaka atau rumusan mati.[1] Penulis sependapat bahwa selama menjalani praktik beracara di Pengadilan, sangat sedikit perkara yang berhasil dengan jalan damai.

Ada yang berpendapat, kemandulan itu bukan semata-mata disebabkan faktor kurangnya kemampuan, kecakapan dan dedikasi haki, tetapi lebih didominasi motivasi dan peran advokat atau kuasa hukum. Mereka lebih cenderung mengarahkan proses litigasi berjalan terus mulai dari peradilan tingkat pertama sampai peninjauan kembali, demi mengejar professional fee yang besar dan berlanjut.[2] Dapat penulis tambahkan di sini, Penulis telah mengalami sendiri perkara-perkara yang terjadi perdamaian atau berlanjut ke pokok perkara, argumentasi bahwa dominasi motivasi peran advokat atau kuasa hukum dalam kemandulan keberhasilan mediasi di Pengadilan adalah tidak benar, banyak hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan sebuah mediasi di Pengadilan, dan sepanjang Penulis berpraktik, sebagai advokat profesional hukumnya adalah wajib menjelaskan hukum materiil dan prosedur hukum (acara) yang akan dilalui oleh klien beserta implikasi yang akan didapatkannya. Maka keputusan terjadinya perdamaian atau tidak (berlanjut pada tahap litigasi berikutnya) ada di tangan klien, bukan advokat atau kuasa hukum.

Pada umumnya sikap dan perilaku hakim menerapkan Pasal 130 HIR, hanya bersifat formalitas. Kalau begitu, kemandulan peradilan menghasilkan penyelesaian melalui perdamaian bukan karena distorsi pihak advokat atau kuasa hukum, tetapi melekat pada diri hakim yang lebih mengedepankan sikap formalitas daripada panggilan dedikasi dan seruan moral sesuai dengan ungkapan yang mengatakan: "Keadilan yang hakiki diperoleh pihak yang bersengketa melalui Perdamaian".[3] Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Penulis berpendapat keputusan untuk berdamai ada pada para pihak yang berperkara, tidak dibebankan kepada kuasa hukum atau hakim mediator.
__________________
Referensi:

1. "Hukum Acara Perdata (Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan)", M. Yahya Harahap, S.H., Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Ke-10 Tahun 2010, Hal.: 241.
2. Ibid. Hal.: 241.
3. Ibid. Hal.: 241.

Senin, 14 September 2020

Contoh Surat Kuasa Pendaftaran Go-Biz atau Grab Merchant

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada artikel terdahulu, platform Hukumindo.com telah mengajak sidang pembaca untuk mengetahui salah satu Contoh Surat Kuasa untuk Membayar Pajak Kendaraan Bermotor, dan pada kesempatan berikut ini akan diberikan Contoh Surat Kuasa Pendaftaran Go-Biz atau Grab Merchant.

Dalam dunia yang serba digital seperti sekarang ini, sektor bisnis telah menyatu dengan teknologi informasi yang memungkinkan keduanya bersatu dalam menghasilkan cuan. Salah satu peluang saat ini yang bisa dilirik kaum millenial adalah dengan berbisnis pada platform seperti Go-Biz terbitan Gojek dan Grab Merchant yang diampu Grab. Tentu saja untuk melakukan pendaftaran pada kedua platform dimaksud dapat dikuasakan, berikut salah satu contoh surat kuasanya.

SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ............................
NIK : ............................
Sex : ............................
Tempat/Tgl. Lahir : ............................
Pekerjaan : ............................
Alamat : ............................
Pemilik Toko : ............................
Alamat Toko : ............................

Untuk selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa. Dengan ini menerangkan memberi kuasa kepada:

Nama : ............................
NIK : ............................
Sex : ............................
Tempat/Tgl. Lahir : ............................
Pekerjaan : ............................
Alamat : ............................

Untuk selanjutnya disebut sebagai Penerima Kuasa.

-----------------KHUSUS--------------

Untuk melakukan pendaftaran pada platform ............................ (Go-Biz atau Grab Merchant) ............................ atas toko milik Pemberi Kuasa yang bernama ............................   

Sehubungan dengan pemberian kuasa ini, Penerima Kuasa berhak melakukan hal-hal sebagaimana berikut:
  1. Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran;
  2. Mengumpulkan dan menyerahkan semua berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran;
  3. Mengunggah (upload) dan mengunduh (download) semua berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran pada platform terkait;
  4. Melakukan wawancara dengan petugas perusahaan yang ditunjuk dalam hal diperlukan;
  5. Dalam hal perlu, menghadap petugas perusahaan dan melakukan segala bentuk komunikasi untuk kelancaran proses pendaftaran;
  6. Melakukan tindakan lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku.
Demikian surat kuasa ini dibuat pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut di bawah, bermeterai cukup, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kab./Kota......................., Tanggal......../....../20.......

Penerima Kuasa          Pemberi Kuasa



(........................) (........................)

_______________

Jumat, 11 September 2020

Lasdin Wlas, Advokat Veteran Yang Masih Aktif Berpraktik

(Facebook)

Oleh:
Tim Hukumindo

Pada label tokoh, terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas para Imam-imam Mazhab yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dari Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hanafi sampai Imam Hambali. Sedangkan artikel ini akan mengembalikan sidang pembaca pada profesi yang ditekuni oleh penulis. Kesempatan ini akan digunakan penulis untuk turut serta mempublikasikan salah satu advokat senior, bahkan veteran yang pernah dikenal secara personal.

Advokat senior atau advokat veteran di sini tidak menunjuk pada seseorang yang baru diangkat menjadi advokat ketika usianya menginjak pensiun atau pada usia sudah berumur. Namun seseorang yang memang secara sadar menggeluti profesi ini untuk jangka waktu yang telah lama. Dikarenakan beliau juga pernah menjadi Dosen bagi penulis ketika menempuh pendidikan Sarjana Hukum, dan juga Guru Praktisi Hukum ketika memulai karir di dunia advokat, terlepas dari segala kontroversi, tulisan ini bermaksud memberikan penghargaan atas karya dan pengabdian beliau selama ini di dunia profesi advokat.  

Biografi Singkat

Advokat senior ini lahir di Sawah Lunto, Sumatera Barat pada tanggal 30 Desember 1930. Pendidikan formal yang pertama dienyamnya adalah Hollandsch-Inlandsche School/HIS (Sekolah Belanda untuk kalangan Bumiputera) pada tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang, beliau termasuk dalam anggota Pemuda Asia Timur Raya bentukan Gunseikanbu (Kantor pusat pemerintahan militer Jepang) pada tahun 1943.[1]

Sekolah Menengah Pertama (SMP) lulus pada tahun 1952 di Sawah Lunto. Pada tahun 1955 lulus Sekolah Menengah Atas di Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau kemudian mengenyam pendidikan militer BI Veteran di Yogyakarta, tahun 1962. Dilanjutkan dengan mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963, dan kemudian Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1968.[2] Pada suatu kesempatan ketika beliau memberikan kuliah kepada Penulis, sepengakuannya pernah lulus seleksi Calon Hakim selepas menggondol gelar Sarjana Hukum pada FH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, akan tetapi tidak diambil kesempatan itu dikarenakan alasan keluarga atau keengganan beliau untuk berdinas ke luar kota. Setelah melewatkan kesempatan dimaksud, malahan beliau mempunyai karir yang panjang sebagai advokat. 

Adapun pengalaman kerja/Perjuangannya, diantaranya adalah: Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Divisi IX Sawahlunto, Tentara TRI/Tentara Cenie Persenjataan Komandemen Divisi IX Sumatera Tengah pada tahun 1946-1948. Menggabungkan diri dengan Tentara Pelajar dan Tentara Gerilya tahun 1949. Demobilisasi Tentara Pelajar Rayon IX Sumatera Tengah tahun 1951. Pengangkatan Keputusan dengan dengan SK Veteran Pejuang Kemerdekaan RI NVP (Nomor Veteran Perang): 21756.[3]

Selain itu beliau pernah mendapat Tanda Jasa/Satya Lencana Republik Indonesia, antara lain: Bintang Gerilya Satya Lencana SL/MDI. PK I, Satya Lencana SI/MDI. PK II, Satya Lencana GOM I, Satya Lencana GOM VI, Satya Lencana Penegak.[4]

Jika penulis amati, advokat senior Indonesia ini mempunyai dua latar belakang pendidikan dan karir, pertama adalah pendidikan dan karir militer, dan kedua adalah pendidikan hukum dan profesi seputar advokat. Hal ini menjadikan beliau mempunyai latar belakang yang relatif komplit, baik dalam bidang militer maupun dalam profesi advokat.

Karya Tulis & Karir Profesi

Karya tulis yang masih relevan sampai dengan saat ini dari beliau adalah sebuah buku bertemakan Profesi Advokat berjudul: "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, Tahun: 1989. Lihat lampiran berikut:

(Bukalapak)

Dapat penulis tambahkan, salah satu literatur di atas adalah yang paling baik membahas mengenai Kode Etik Advokat. Ditulis oleh advokat yang telah lama malang melintang dalam profesi ini. Selain itu sumber ini masih relevan untuk dibaca, meski oleh sarjana hukum yang baru terjun dalam profesi dimaksud. 

Selain itu, beberapa karya tulis lainnya yang terekpose penulis adalah: "Peran Hukum Turut Serta Menunjang Pembangunan Nasional", Makalah, Tahun 1981. "Kode Etik Advokat", Makalah dalam Latihan Hukum II LKBH UII, Tahun 1981. "Pendidikan Advokatur", Buku Perkuliahan, Tahun 1987.[5] Pada tahun 2009, beliau masih menulis pada Varia Advokat, Volume 09, Juni 2009 dengan judul tulisan: "Meneropong Organisasi Profesi Advokat Indonesia", Hal.: 23-25. Hal mana tulisan tersebut meneropong perjalanan panjang organisasi advokat di Indonesia.  

Praktik peradilan pemberi bantuan hukum sebagai Procureur/Pokrol sejak tahun 1963. Kemudian sebagai Pengacara Praktik sejak tahun 1970. Advokat sejak 1973 sampai dengan saat ini.[6] Artinya, jika dilakukan sinkroninasi antara karir keadvokatannya dengan pendidikan hukum yang ditempuhnya, Lasdin Wlas menjadi Procureur/Pokrol setelah mendapat gelar Bacalaureat Hukum (Sarjana Muda Hukum) pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1963. Kemudian menekuni dunia profesi advokat setelah mendapatkan gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada tahun 1968 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Selain karir di bidang militer dan advokat, Lasdin Wlas juga aktif dalam dunia praktik advokat dan akademik. Diantaranya pernah sebagai Direktur Litigasi LP3H D.I.Y pada tahun 1980. Ketua Tim Pembela Subversi wilayah Surakarta, Sukoharjo dan Klaten tahun 1983. Dekan Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta serta Pengurus dan Penasehat PERADIN DPC Yogyakarta dari tahun 1983-1985.[7] Sepengalaman penulis pada masa menjalani kuliah hukum di FH Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dahulu, di antaranya beliau pernah mengampu mata kuliah Hukum Adat. Adapun alamat kantor beliau adalah: Jalan Prof. Herman Yohannes, Sagan Timur, No.: 43, Yogyakarta.

Peran Serta dalam Kancah Profesi Advokat

Pada bulan Februari 2020, beliau masih tercatat sebagai salah satu Dewan Penasehat Pengurus Pusat Kongres Advokat Indonesia (KAI).[8] Pada Judicial Review Nomor: 79/PUU-VIII/2010 di Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor: 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, sepanjang mengenai frasa ”satu-satunya”, beliau menjadi salah satu saksi, hal mana kesaksian beliau adalah seputar pengalamannya dalam mengikuti perkembangan organisasi advokat dan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat. Dari pengalamannya mengikuti perkembangan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat memang banyak kendala di lapangan. Kemudian mengenai kode etik advokat sendiri sudah dibentuk sejak tahun 2003 semenjak UU Advokat ada.[9] 

Di tengah usianya yang tidak lagi muda, semangat beliau untuk turut serta berkarya dan mengabdi dalam dunia advokat  tidaklah surut. Pada tahun 2016, beliau masih tercatat sebagai salah satu Anggota Dewan Penasehat, Pengurus Pusat IKADIN. Sepengetahuan penulis, saat ini beliau adalah salah satu advokat senior yang masih berpraktik, bahkan mungkin untuk ukuran seluruh wilayah Indonesia. 

Adapun jejak penanganan perkara yang pernah ditangani beliau adalah: a). Kuasa Hukum Aiptu Edy Wuryanto, terdakwa penggelapan barang bukti blocknote milik wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin melawan Oditur Militer D.I.Y.[10] b). Gugatan Pra Peradilan Nomor: 05/Akta.Pid.Pra/2013/PN.Slmn. pada Pengadilan Negeri Sleman sebagai salah satu kuasa hukum Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin melawan POLDA D.I.Y.[11] 
_______________
Referensi:

1. "Cakrawala Advokat Indonesia", Lasdin Wlas, S.H., Penerbit: Liberty, Yogyakarta, 1989.
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. Ibid.
8. "Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat Akan Dilakukan KAI DPD Jateng 22 Februari 2020", wartaindo.news, 20 Februari 2020, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://wartaindo.news/ujian-kompetensi-dasar-profesi-advokat-akan-dilakukan-kai-dpd-jateng-22-februari-2020/
9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 79/PUU-VIII/2010.
10. "Kasus Udin, Edy Wuryanto Tolak Surat Dakwaan Oditur Militer", DetikNews, Kamis 24 Februari 2005, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-298884/kasus-udin-edy-wuryanto-tolak-surat-dakwaan-oditur-militer 
11.  "17 Tahun Kasus Udin Tak Tuntas, Wartawan Praperadilankan Polisi", DetikNews, Senin, 11 November 2013, Diakses pada tanggal 11 September 2020, https://news.detik.com/berita/d-2409654/17-tahun-kasus-udin-tak-tuntas-wartawan-praperadilankan-polisilisi", detikNews, Senin, 11 November 2013, Diaksesn pada tanggal 11 September 2020,  


Amount of Authorized Capital of Foreign Investment Companies in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Three Ways to Conduct FDI in Indonesia ...