Jumat, 12 Juni 2020

Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Merubah Gugatan Adalah Hak Penggugat", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan.

Mengenai batas waktu pengajuan perubahan gugatan terdapat sedikitnya dua versi. Versi pertama adalah sampai saat perkara diputus. Tenggang batas jangka waktu ini ditegaskan dalam rumusan Pasal 127 Rv yang menyatakan, Penggugat berhak mengubah atau mengurangi tuntutan sampai saat perkara diputus. Pada catatan yang diberikan pada Putusan MA Nomor: 943 K/Sip/1987, tanggal 19 September 1985, terdapat penegasan yang memperbolehkan perubahan gugatan selama persidangan. Ahli M. Yahya Harahap, S.H. kurang setuju dengan ketentuan batas jangka waktu ini, hal ini dianggap kesewenang-wenangan terhadap Tergugat.[1] Sepanjang pengalaman penulis beracara sebagai advokat, memang belum menemukan majelis hakim yang memberikan keleluasaan dalam melakukan perubahan gugatan sampai sebelum putusan dijatuhkan. Dan harap maklum, harus diakui oleh penulis, bahwa penulis pun baru mengetahui adanya yurisprudensi tertanggal 19 September 1985 di atas.

Versi kedua adalah sampai dengan hari sidang pertama. Hal ini berpedoman pada Buku Pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung. Selain harus diajukan pada hari sidang pertama, disyaratkan para pihak harus hadir. Dari segi hukum, perubahan gugatan dimaksud untuk memperbaiki dan menyempurnakan gugatan. Menurut M. Yahya Harahap, S.H., hal ini justru terlalu membatasi, sehingga kurang realistis.[2] Sedikit berkomentar, sepengalaman penulis dalam beracara sebagai advokat, inilah jangka waktu lazimnya diajukan perubahan gugatan, yaitu pada sidang pertama. Praktik di lapangan adalah Penggugat mengajukan perubahan gugatan kepada majelis hakim pemeriksa perkara pada sidang pertama, dan pada sidang selanjunya paper/berkas sudah diserahkan ke Majelis hakim. Dan sidang setelahnya, baru giliran para tergugat dan turut tergugat mengajukan Jawabannya masing-masing. 

M. Yahya Harahap, S.H. berpendapat bahwa perubahan gugatan masih dapat dilakukan sampai agenda Replik-Duplik. Hal ini dengan alasan bahwa versi pertama terlalu memberikan keleluasaan jika perubahan gugatan masih dapat diajukan sebelum putusan dijatuhkan. Sebaliknya, versi kedua, terlalu membatasi jika perubahan gugatan hanya dapat diajukan pada saat sidang pertama. Menurut salah satu ahli dimaksud (M. Yahya Harahap, S.H.), lebih baik menerapkan tenggang waktu yang bersifat moderat, dalam arti membolehkan pengajuan perubahan gugatan tidak hanya terbatas pada sidang pertama, namun diperbolehkan sampai dengan agenda Replik-Duplik.[3]

Menurut hemat penulis sebagai advokat, pendapat terakhir ini juga kurang pas, karena dalam praktik akan berimbas pada berubahnya konstruksi tulisan, baik itu gugatan maupun jawaban, bahkan seterusnya. Tidak akan terlalu bermasalah jika perubahan gugatan dimaksud hanya sebatas salah ketik, namun apabila lebih dari itu, misalnya mengurangi tuntutan atau kesalahan pada perhitungan, maka imbasnya cukup signifikan pada konstruksi tulisan posita, bahkan petitum. Sepengalaman penulis, sudah cukup jika perubahan gugatan diajukan pada sidang pertama. Hakim akan menilai jika perubahan gugatan dimaksud cukup signifikan, maka sudah selayaknya diberikan waktu yang relatif lebih lama atau setidaknya proporsional. Sehingga ketika memasuki agenda jawaban, replik dan duplik, para pihak dan majelis hakim yang mengadili telah terbebas dari urusan perubahan gugatan ini.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 94.
2. Ibid. Hal.: 94.
3. Ibid. Hal.: 94-95.

Rabu, 10 Juni 2020

Merubah Gugatan Adalah Hak Penggugat

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pasal 127 Rv & Yurisprudensi Sebagai Rujukan Perubahan Gugatan", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Merubah Gugatan adalah Hak Penggugat.

Menurut Pasal 127 Rv, perubahan gugatan merupakan hak yang diberikan kepada Penggugat. Hal ini berarti Hakim maupun Tergugat tidak boleh menghalangi dan melarangnya. Penggugat bebas mempergunakan hak itu, asalkan berada dalam kerangka hukum yang dibenarkan. Di dalam praktik, yang tercermin dalam Yurisprudensi, perubahan gugatan tidak diatur dengan tegas sebagai hak, namun memakai istilah lain seperti 'diperbolehkan', hal dimaksud misalknya terlihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 934 K/Pdt/1984, tertanggal 19 September 1985, antara lain mengatakan: "Sesuai yurisprudensi perubahan gugatan tuntutan selama persidangan diperbolehkan".[1]

Istilah hukum yang tepat adalah hak, hal ini berarti hukum memberi hak kepada Penggugat. Hak disini tidak hanya terbatas untuk melakukan perubahan, tetapi meliputi juga hak mengurangi tuntutan. Mempergunakan istilah diperbolehkan atau diizinkan maupun diperkenankan, memperlemah hak yang diberikan Pasal 127 Rv kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatan.[2]

Perubahan gugatan diajukan, bukan dimohonkan, hal ini berarti Pasal 127 Rv menegaskan bahwa dalam melakukan perubahan gugatan: a). Penggugat berhak mengajukan perubahan dimaksud kepada majelis hakim pemeriksa perkara; b). Harus dimaknai bahwa hal ini (pengajuan) bukan meminta atau memohon izin atau perkenan untuk melakukan perubahan gugatan. Secara tersirat, implikasi dari permohonan atau permintaan izin ini akan seolah-olah hakim pemeriksa perkara dapat menolak permohonan dimaksud, sedangkan dalam hal diajukan, hakim tidak boleh mempersoalkan boleh atau tidak penggugat mengajukan perubahan pada gugatannya.[3]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 92-93.
2. Ibid. Hal.: 93.
3. Ibid. Hal.: 93.

Selasa, 09 Juni 2020

Pasal 127 Rv & Yurisprudensi Sebagai Rujukan Perubahan Gugatan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Orientasi Perubahan Gugatan", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pasal 127 Rv Sebagai Rujukan Perubahan Gugatan.

HIR dan RBg sebagai peraturan perundang-undangan hukum acara Perdata di Indonesia tidak mengatur mengenai perubahan gugatan. Padahal berdasarkan kenyataan, perubahan gugatan merupakan kebutuhan dalam proses penyelesaian perkara. Meskipun HIR tidak mengatur mengenai perubahan gugatan, tidak berarti tidak diperbolehkan.[1]

Jika praktik peradilan tidak membenarkan perubahan gugatan, proses pemeriksaan tidak efektif dan tidak efisien. Untuk mengubah atau memperbaiki kesalahan pengetikan (clerical error), terpaksa Penggugat mencabut gugatan. Atau misalnya memperbaiki kesalahan perhitungan, harus mencabut gugatan, serta mengajukan gugatan baru. Beruntung bila pencabutan disetujui oleh Tergugat, Penggugat tidak akan bermasalah, lain halnya apabila tergugat tidak menyetujuinya, masalah akan menimpa Penggugat.[2]

Memperhatikan akibat buruk yang ditimbulkan dengan tidak diaturnya perubahan gugatan dalam HIR dan RBg, praktik pengadilan dapat berpaling kepada Pasal 127 Rv sebagai landasan rujukan berdasarkan prinsip demi kepentingan beracara atau process doelmatigheid. Soepomo memperlihatkan dalam Landraad Purworejo pada 1937 telah menjadikan Rv tersebut sebagai pedoman penyelesaian perubahan tuntutan. Dalam putusan yang dijatuhkan pada 21 Juni 1937 menyatakan "bahwa sifat hukum acara perdata bagi landraad yang tidak formalistis itu, membolehkan perubahan tuntutan, asal saja hakim menjaga, bahwa tergugat tidak dirugikan dalam haknya untuk membela diri".[3]

Di dalam Rv sendiri, ketentuan mengenai perubahan gugatan, hanya terdiri dari satu Pasal, yaitu Pasal 127 yang berbunyi, "Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya".[4] Pada tataran praktik, selanjutnya dasar hukum mengenai perubahan gugatan didasarkan pada Pasal 127 Rv dimaksud serta tentunya Yurisprudensi terkait.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 91.
2. Ibid. Hal.: 91-92.
3. Ibid. Hal.: 92.
4. Ibid. Hal.: 92.

Orientasi Perubahan Gugatan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terkait dengan perubahan gugatan, pada bagian terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas salah satunya mengenai "Tiga Larangan Hukum Acara Terkait Merubah Surat Gugatan", dan Pada kesempatan ini akan membahas mengenai perubahan gugatan. Hal ini berarti, artikel-artikel selanjutnya akan membahas secara lebih luas dan mendalam mengenai perubahan gugatan.

Pertanyaan pertama terkait dengan perubahan gugatan adalah: Apakah Penggugat boleh melakukan perubahan gugatan? Pertanyaan ini mengandung dua sisi kepentingan. Satu sisi, dalam kenyataan praktik, dibutuhkan perubahan gugatan agar gugatan tidak mengalami cacat formil, sehingga terhindar dari sebuah kategori gugatan yang kabur (obscuur libel). Di sisi yang lain, membolehkan perubahan gugatan berarti mendatangkan kerugian kepada Tergugat. Bahkan bisa menimbulkan proses pemeriksaan terhambat yang dapat menimbulkan kerugian pada Tergugat.[1]

Sehubungan dengan itu, jika perubahan gugatan dibenarkan, perlu dilindungi kepentingan para pihak secara seimbang dan proporsional, sehingga terbina suatu kerangka tata tertib, bahwa kebolehan penggugat melakukan perubahan gugatan pada satu sisi, tidak menimbulkan kerugian Tergugat pada sisi yang lain. Keadaan inilah yang akan dibahas terkait dengan perubahan gugatan. Hal ini akan berisi tentang ruang lingkup perubahan gugatan yang dibenarkan secara hukum.[2]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 91.
2. Ibid. Hal.: 91.

Sabtu, 06 Juni 2020

Pengajuan Kembali Gugatan Yang Telah Dicabut

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Akibat Hukum Pencabutan Gugatan", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Pengajuan Kembali Gugatan Yang Telah Dicabut.

Pada kesempatan ini akan dibahas tentang pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut. Mengenai permasalahan ini, tidak dijumpai jawaban dan aturannya dalam Rv. Namun demikian, kekosongan hukum ini perlu dipersoalkan, agar diperoleh pedoman yang diperlukan untuk itu:[1]
  1. Yang Dicabut Tanpa Memerlukan Persetujuan Tergugat Dapat Diajukan Kembali, pada dasarnya, terhadap pencabutan gugatan yang belum diperiksa di persidangan, tidak melekat persetujuan Tergugat. Dengan berpedoman pada Pasal 271 Rv, maupun Yurisprudensi yang ada, pencabutan gugatan yang belum diperiksa, tidak memerlukan persetujuan dari Tergugat. Dengan demikian: a). Gugatan yang dicabut tanpa persetujuan Tergugat dapat diajukan kembali sebagai Perkara Baru; b). Oleh karena itu, PN wajib menerima dan mendaftarkannya setelah Penggugat membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan Pasal 121 ayat (4) HIR, dan selanjutnya diperiksa dan diperluas melalui proses persidangan.[2]
  2. Gugatan Yang Dicabut atas Persetujuan Tergugat, Tidak Dapat Diajukan Kembali, berbeda dengan hal di atas, dalam pencabutan itu melekat kesepakatan kedua belah pihak: a). Penggugat mengajukan penawaran pencabutan; b). Tergugat menyetujui pencabutan perkara. Bertitik tolak dari ketentuan di atas dapat disimpulkan: 1). Pencabutan gugatan yang disetujui Tergugat di Pengadilan, dikonstruksi sebagai kesepakatan berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, analog dengan putusan perdamaian yang digariskan Pasal 130 HIR; dan 2). Dengan demikian pencabutan gugatan merupakan penyelesaian sengketa yang mengikat (binding) dan bersifat final (mengakhiri) kepada Penggugat dan Tergugat; serta 3). Oleh karena itu penyelesaian sengketa dianggap final dan mengikat, maka tidak dapat diajukan kembali oleh para pihak, bukan saja Penggugat, namun juga Tergugat.[3]  
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 89-90.
2. Ibid. Hal.: 90.
3. Ibid. Hal.: 90-91.

Three Ways to Conduct FDI in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Knowing Joint Venture Companies in FDI ...