(iStock)
Oleh:
Tim Hukumindo
Telah dibahas mengenai putusan permohonan, dan pada kesempatan ini redaksi Hukumindo.com akan membahas mengenai Kekuatan Pembuktian Penetapan.
Mengenai kekuatan pembuktian dari sebuah penetapan, pada prinsipnya adalah sebagai:[1]
- Penetapan sebagai Akta Otentik, dalam arti setiap produk yang diterbitkan hakim atau Pengadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya, dengan sendirinya merupakan akta otentik. Doktrin ini sesuai dengan yang digariskan Pasal 1868 KUHPerdata. Dengan memperhatikan ketentuan dimaksud, berarti sesuai dengan Pasal 1870 KUHPerdata, pada diri putusan itu, melekat ketentuan pembuktian yang sempurna dan mengikat (volledig en bindende bewijskracht).
- Nilai Kekuatan Pembuktian yang Melekat pada Penetapan Permohonan Hanya Terbatas kepada Diri Sendiri, meskipun penetapan yang dijatuhkan Pengadilan berbentuk akta autentik, namun nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya, berbeda dengan yang terdapat pada putusan yang bersifat contentiosa. Dalam penetapan yang bersifat ex-parte: a). Nilai kekuatan pembuktiannya hanya pada diri pemohon saja; b). Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.
- Pada Penetapan Tidak Melekat Azas Ne Bis in Idem, sesuai dengan ketentuan Pasal 1917 KUHPerdata, apabila Putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif (menolak untuk mengabulkan), kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem. Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 41-42.