Kamis, 24 September 2020

Waktu Tunggu Bagi Perempuan Muslim Setelah Perceraian

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya dalam label sudut pandang hukum, platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Aspek Pidana Tidak Melaksanakan Putusan PHI", dan pada kesempatan ini akan dibahas Mengenal 4 Ketentuan Waktu Tunggu (iddah) Dalam KHI.

Baru-baru ini, Penulis yang berprofesi sebagai advokat praktik, ditanya oleh salah satu klien perempuan yang perkara perceraiannya telah selesai, mengenai berapa lama masa tunggu baginya untuk dapat menikah kembali, dan dihitung sejak kapan? Berkaitan dengan hal itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan dimaksud.

Hukum Islam sebagaimana Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur mengenai waktu tunggu atau iddah. Tepatnya, diatur dalam Bab VII mengenai Waktu Tunggu, yaitu Pasal 39  yang bunyinya sebagai berikut:
"(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut: a). Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari; b). Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;  c). Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan;

(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin;

(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami."

Jika memperhatikan ketentuan di atas, serta dikaitkan dengan pertanyaan yaitu berapa lama masa tunggu bagi seorang perempuan muslim untuk dapat menikah kembali, dan dihitung sejak kapan? Perlu ditambahkan di sini, perempuan muslim dimaksud adalah telah selesai mengajukan gugatan cerai di salah satu Pengadilan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan ketentuan di atas, baginya berlaku ketentuan bahwa dalam hal perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) har, selain itu perhitungan mengenai kapan dimulainya waktu tunggu dimaksud adalah bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 

Perlu diperhatikan bahwa dalam hal putusanya perkawinan akibat perceraian, masa tunggu dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (in kraht van gewijsde), bukan dihitung sejak putusnya perkara pada Pengadilan tingkat pertama. Hal ini berarti, bisa saja salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan mengajukan upaya hukum lanjutan seperti Banding atau Kasasi.

________________
Referensi:

1. Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
2. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor: 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEOFL Requirements for Civil Servant Candidate Tests Challenged to the Indonesia Constitutional Court

( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Massachusetts Court Jurisprudence: Wedding...