Senin, 22 Maret 2021

Contoh Surat Kuasa Khusus Penggugat di PTUN

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas terkait "Contoh Surat Gugatan Pembatalan Merek", dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dibahas mengenai Contoh Surat Kuasa Khusus Penggugat Di PTUN. Perhatikan contoh berikut ini:[1]


SURAT KUASA KHUSUS
Nomor :…

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : ……..........................
Kewarganegaraan : ……………………………
Tempat Tinggal : ………………………………
Pekerjaan : ……………………………………

Dengan ini memberikan kuasa kepada:
1) ................, 2) ............, 3)..................dst.; Semuanya berkewarganegaraan .....................; Pekerjaan Advokat pada Kantor Advokat ............................; Beralamat Kantor di .................; Selanjutnya disebut Penerima Kuasa;

------------KHUSUS------------

Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sebagai Penggugat melawan ............................................... sebagai Tergugat dan.............................sebagai Tergugat II Intervensi (bila telah ada), dalam Perkara........................................., dengan objek sengketa berupa: ......................................;

Dalam hal ini Penerima Kuasa dikuasakan oleh Pemberi Kuasa untuk menerima, mengajukan, menghadiri persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, dan menandatangani surat-surat permohonan, gugatan, replik, kesimpulan, mengajukan dan menolak bukti-bukti surat, saksi-saksi, maupun ahli, meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, meminta putusan dan/atau putusan sela, penetapan-penetapan, mengajukan permohonan pelaksanaan putusan, termasuk menyatakan banding, membuat, menandatangani dan mengajukan memori/kontra memori banding, menyatakan kasasi, membuat, menandatangani dan mengajukan memori kasasi/kontra memori kasasi;

Kuasa ini diberikan dengan hak subtitusi (baik sebagian atau seluruhnya).

Banda Aceh, ……………
Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

Ttd.
……………….. ……………….
_______________
Referensi:

1. ptun-bandaaceh.go.id

Sabtu, 20 Maret 2021

Contoh Surat Gugatan Pembatalan Merek

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas perihal "Peristiwa KM 50 Merupakan Pelanggaran Berat HAM?", dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dibahas terkait Contoh Surat Gugatan Pembatalan Merek. Perhatikan contoh di bawah ini:[1]


GUGATAN MEREK

Jakarta, 5 April 202....

Perihal : Gugatan Pembatalan Pendaftaran Merek
Lamp. : 1 (satu) helai Surat Kuasa Khusus bermeterai cukup       

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Niaga Palembang
Di,
     PALEMBANG

Dengan hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini, kami :

1. AHMAD SUBARJO, S.H.
2. JARWO KWAT, S.H.

Kesemuanya beralamat di Kantor Hukum “ASJK”, Jl. A. Yani  I No. 20, Muara Dua, Oku Selatan;---------------------------------------------------------------------------
                   
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bermeterai cukup tertanggal  24 Oktober 2017, baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama bertindak selaku Kuasa dari klien kami :---------------------------------------

Nama : M. Ali Fu’ad, S.Sos.
No. KTP. : 3573051912720009
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Tj, Sari No. 10, Rt 003 / 004, Muara Dua, Oku selatan.

Selanjutnya disebut sebagai "PENGGUGAT".

Dengan ini mengajukan Gugatan kepada :

Nama : Eyang Subur, STP.
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. AK.Gani No. 2, Buay pemaca , Oku Selatan, Palembang, Indonesia

Selanjutnya disebut sebagai "TERGUGAT".

Adapun Gugatan ini kami ajukan atas dalil-dalil dan penjelasan seperti tersebut di bawah ini:
  1. Bahwa, pertengahan tahun 2018, PENGGUGAT berkenalan dengan TERGUGAT di Sukarame, dimana pada saat itu Usaha Kijay Gaming Store milik TERGUGAT, yang bertempat di Oku Selatan, mengalami konflik Internal dan kerugian;---------------------------------------------------------
  2. Bahwa, dengan adanya konflik internal dan kerugian yang dialaminya, TERGUGAT membutuhkan tambahan dana sebesar Rp. 50.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk tetap mengembangkan usahanya ;----------------------------------------------------------------------------------
  3. Bahwa, PENGGUGAT kemudian bersedia dan memberikan dana kepada TERGUGAT, uang sejumlah Rp. 50.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan dengan dana tersebut dibukalah LELE GEPREK di Tanjung Sari, yang merupakan Usaha Kuliner yang pertamakali dibuka di Indonesia;--------------------------------------------------------------------------------------------------------
  4. Bahwa, setelah membuka LELE GEPREK di Tanjung Sari, pada 30 Maret 2017 PENGGUGAT kemudian membuka dan mengembangkan LELE GEPREK di Lampung, tepatnya di Jl. Endro Suratmin No.193B Rt/Rw 01/05 Kel. Karimun jawa Kec. Suka Rame (tepat di belakang) UIN, dengan menggunakan tempat dan modal sendiri ;---------------------------------------------------------
  5. Bahwa, pembangunan LELE GEPREK di Lampung  dilakukan pada bulan September 2017 dan Grand Opening-nya tepat pada tanggal 3 Maret 2018;---------------------------------------------------
  6. Bahwa, pada bulan Mei 2018, PENGGUGAT bekerja sama dengan Sule Prikitiw, membuka dan mengembangkan LELE GEPREK di Bintaro 9Walk, Bintaro Sektor 9, Tangerang Selatan;-------
  7. Bahwa, dalam tahun 2018, PENGGUGAT dan TERGUGAT secara bersama-sama kembali mengembangkan LELE  GEPREK di Provinsi Lampung, dengan membuka LELE GEPREK dibeberapa tempat, yaitu: a) LELE GEPREK Kedaton; b). LELE GEPREK Terminal Raja Basa; c). LELE GEPREK Pahoman;-------------------------------------------------------------------------------
  8. Bahwa, mulai sejak bulan Maret 2019, PENGGUGAT memutuskan untuk kembali membuka dan mengembangkan Merk LELE GEPREK di Jakarta dan sekitarnya dengan membuka LELE GEPREK dibeberapa lokasi, yaitu : a). LELE GEPREK Metro Kalimalang, Jakarta Timur; b). LELE GEPREK  Tirta Rawamangun, Jakarta Timur; c). LELE GEPREK  Gading Golden Eye, Kelapa Gading, Jakarta Utara; d). LELE GEPREK, Bekasi;-------------------------------------------
  9. Bahwa, dalam usaha membuka dan mengembangkan LELE GEPREK tersebut, pada tanggal 28 Maret 2019, PENGGUGAT diundang oleh TERGUGAT ke Sukarame untuk menandatangani Akta Pendirian PT. Rosso Dewe Jayakarta (selanjutnya disebut PT. RDJ), dimana PENGGUGAT memiliki 45% saham dan kedudukan PENGGUGAT sebagai Direktur pada PT. RDJ tersebut termasuk sekaligus sebagai salah satu Pendirinya;-------------------------------------------------------
  10. Bahwa, pada sekitar akhir tahun 2019, PENGGUGAT kemudian kembali membangun dan mengembangkan LELE GEPREK di Sulsel  dan Jawa Timur, dengan membuka Kijay Gamig Store dilokasi berikut : a). LELE GEPREK  Patal, Palu  pada 23 November 2019 ; b). LELE GEPREK Soekarno Hatta, Malang, Jawa Timur  pada 25 Desember 2019; -------------------------- 
  11. Bahwa, dimulai sejak awal tahun 2012, PENGGUGAT kembali membangun dan mengembangkan LELE GEPREK di beberapa tempat, dengan lokasi sebagai berikut : a). LELE GEPREK Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 29 januari 2020; b). LELE GEPREK Jl. Kisamaun, Tangerang pada 11 februari 2020; c). LELE GEPREK  Bratang, Surabaya, Jawa Timur pada 10 april 2020; d). LELE GEPREK  Klampis, Surabaya, Jawa Timur pada 18 April 2020;-------------------------------------------------------------------------------------------
  12. Bahwa, berkat usaha dan kerja keras PENGGUGAT dalam membangun dan mengembangkan LELE GEPREK di Indonesia selama ini, pada akhirnya Merk "LELE GEPREK" mampu mendapatkan penghargaan Sebagai Favorit Kuliner;----------------------------------------------------
  13. Bahwa, dalam perkembangannya kemudian, tanpa sepengetahuan PENGGUGAT, TERGUGAT telah mengajukan permohonan pendaftaran Merek "LELE GEPREK" pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Palembang, dengan Nomor Permohonan J012010023382, tertanggal 24 Juli 2018 dan Nomor Pendaftaran IDM000327853, tertanggal 25 Oktober 2019;--------------------------------------------------------------------------------------------------
  14. Bahwa, pada tanggal 12 Februari 2020, PENGGUGAT telah mengajukan permohonan pendaftaran Merek Lele  Geprek pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tangerang, dengan Nomor Permohonan J00201306249, tertanggal 12 Februari 2020;---
  15. Bahwa, tindakan TERGUGAT dalam mengajukan permohonan pendaftaran Merek Lele Geprek  secara Sepihak tanpa sepengetahuan PENGGUGAT sebagai Rekan Usaha yang sejak awal telah mengembangkan Merk "LELE GEPREK", menurut hukum dapat dikategorikan sebagai tindakan PEMOHON YANG BERITIKAD TIDAK BAIK; Vide : Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang   menyatakan bahwa : “Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”.-----------------
  16. Bahwa, oleh karena tindakan TERGUGAT menurut hukum merupakan tindakan PEMOHON YANG BERITIKAD TIDAK BAIK, maka secara mutatis mutandis, Pendaftaran Merek TERGUGAT harus dibatalkan dari Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek; ---------------------------------------------------------------------------------------------------------
  17. Bahwa, tindakan TERGUGAT yang secara sepihak mendaftarkan Merk "LELE GEPREK" tanpa sepengetahuan PENGGUGAT tersebut semata-mata menunjukkan Itikad Buruk TERGUGAT untuk menguasai sendirian seluruh keuntungan (OMZET) dari hasil kerja keras PENGGUGAT yang telah bersusah payah membangun dan membesarkan Merk "LELE GEPREK" tersebut sejak awal, yang kemudian menimbulkan kerugian baik Materiil maupun Immateriil terhadap PENGGUGAT berupa, hilangnya HAK untuk turut mengelola Merk "LELE GEPREK" tersebut di toko-toko LELE GEPREK yang telah dibangun dengan kerja keras oleh PENGGUGAT diluar propinsi SUMSEL, terutama Restoran-Restoran yang telah dibangun oleh PENGGUGAT di pulau Jawa; -------------------------------------------------------------------------------
  18. Bahwa, tindakan TERGUGAT tersebut juga telah menciptakan konflik (ADU DOMBA) antara PENGGUGAT dengan para rekanan bisnis PENGGUGAT yang selama ini telah bekerjasama dengan PENGGUGAT dalam mengelola dan menjalankan toko-toko KIJAY GAMING STORE tersebut dengan baik; -----------------------------------------------------------------------------------------
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka PENGGUGAT mohon kepada Ketua Pengadilan Niaga Palembang Cq Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini, berkenan memeriksa Gugatan ini dan selanjutnya mohon untuk memutuskan sebagai berikut :

PRIMAIR:

  1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan secara hukum bahwa TERGUGAT adalah Pemohon yang beritikad tidak baik;
  3. Membatalkan Pendaftaran Merek dengan Nomor Pendaftaran IDM000327853, tertanggal 25 Oktober 2019 dengan Nomor Permohonan J012010023382, tertanggal 28 Juni 2018 dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek; 
  4. Memerintahkan untuk mencoret dari pendaftaran merk, Pendaftaran Merek dengan Nomor Pendaftaran IDM000327853, tertanggal 24 Oktober 2019 dengan Nomor Permohonan J012010023382, tertanggal 24 Juli 2018 yang dimohonkan pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Palembang;
  5. Menghukum TERGUGAT untuk membayar semua biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;
SUBSIDAIR:

Mohon putusan yang seadil-adilnya menurut hukum dan kebenaran (Ex Aequo et bono);

Demikianlah Gugatan ini kami sampaikan, atas perhatian Ketua Pengadilan Niaga Palembang Cq.  Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini, kami sampaikan terima kasih.

Hormat kami,
Kuasa Hukum PENGGUGAT

Ttd.

AHMAD SUBARJO, S.H.

Ttd.

JARWO KWAT, S.H.
________________
Referensi:

1. "Contoh Surat Gugatan Merk", ashaabullkahfi.blogspot.com., diakses pada tanggal 19 Maret 2021, https://ashaabullkahfi.blogspot.com/2018/10/contoh-surat-gugatan-merk.html

Senin, 15 Maret 2021

Peristiwa KM 50 Merupakan Pelanggaran HAM Berat?

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Pelaku Meninggal Dunia, Kapan Suatu Perkara Pidana Dinyatakan Gugur?", pada kesempatan sebelumnya platform Hukumindo.com juga telah membahas perihal "Menjawab Perseteruan Wiranto Vs. Amin Rais Terkait Jurisdiksi ICC" dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dibahas mengenai Peristiwa KM 50 Merupakan Pelanggaran HAM Berat?

Peristiwa KM 50

Polisi menggelar rekonstruksi bentrok polisi vs laskar FPI di tol Cikampek pada Senin (14/12/2020) dini hari WIB. Ada empat lokasi atau TKP, di mana pada lokasi keempat, di sinilah empat laskar FPI diketahui tewas ditembak polisi dalam mobil. Dalam rekonstruksi di lokasi keempat, polisi diketahui berhasil menangkap enam laskar FPI di rest area KM 50 tol Cikampek yang sebelumnya menjadi lokasi ketiga rekonstruksi kasus penembakan laskar FPI itu.[1]

Usai menangkap keenam laskar FPI, polisi membawa mereka menggunakan mobil. Hingga kemudian, bentrok antara polisi vs laskar FPI kembali terjadi di dalam mobil, saat berada di KM 51,2. Saat itu, polisi menangkap empat orang laskar di dalam satu mobil Avanza Silver yang berisi dua orang polisi. Keempat orang laskar FPI itu kembali menyerang polisi di dalam mobil dan mencoba merebut senjata. Mobil pun sempat terhenti di tengah jalan tol, mereka bersitegang di dalam mobil.[2]

Namun polisi bertindak sigap hingga melakukan tindakan tegas terukur dengan menembak keempatnya langsung di dalam mobil hingga tewas. "Terjadi percobaan untuk merebut senjata anggota dari pelaku yang ada dalam mobil, di situlah terjadi upaya dari penyidik yang ada dalam mobil untuk melakukan tindakan pembelaan. Sehingga keempat pelaku dalam mobil mengalami tindakan tegas dan terukur dari anggota yang ada," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Tol Japek KM 51,2, Senin (14/12/2020) dini hari.[3]

Setelah empat laskar dilumpuhkan, polisi meminggirkan mobilnya sebentar, dan langsung membawa keempatnya ke Rumah Sakit Polri Keramat Jati, Jakarta Timur. "Memang mereka tidak diborgol karena kita saksikan mereka ditaruh di belakang tiga, satu dibiarkan duduk di samping petugas di bagian tengah. Setelah kejadian ternyata dalam kondisi luka, yang dibawa ke RS Keramat Jati Polri," katanya menambahkan. Diketahui, selain empat laskar FPI yang tewas ditembak. Dua orang lainnya sebelumnya tak sadarkan diri saat mereka menyerah di rest area KM 50 tol Cikampek. Hal itu diketahui saat proses rekonstuksi di rest area KM 50 sebagai lokasi ketiga.[4]

Saling Kejar dan Baku Tembak Sebelum keenam laskar FPI tewas, antara polisi dan laskar FPI terlibat saling kejar dan baku tembak. Insiden itu bermula saat Bundara Badami, tepatnya di depan Hotel Novotel Karawang. Di sini polisi memperagakan 11 adegan, di mana laskar FPI diketahui tiga kali melepaskan tembakan ke arah mobil polisi. Awalnya satu mobil polisi mengikuti dua mobil laskar FPI yang berangkat dari Sentul, Bogor menuju tol Jakarta-Cikampek dan keluar menuju Karawang.[5]

Polisi menjelaskan situasi pada saat kejadian 7 Desember lalu tengah hujan lebat dan lampu penerangan mati. Mendekati bundaran Badami, satu mobil Avanza Silver yang dikendarai Laskar FPI tiba-tiba mengadang mobil polisi yang juga Avanza Silver hingga bagian depan kanan mobik petugas lecet. Setelah menyerempet mobil petugas, Avanza Silver itu kemudian langsung tancap gas dan kabur. Insiden kejar-kejaran tak terelakan hingga berlanjut di rest area KM 50 tol Cikampek.[6] Sidang pembaca bisa membandingkannya dengan kronologi versi KOMNAS HAM.

Sementara itu, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI pengawal Habib Rizieq yang tewas untuk menyampaikan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Km 50. TP3 mengaku sudah memiliki bukti-bukti tersebut. "Sebagian besar, 90 persen, data sudah kami miliki," kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua kepada detikcom, Selasa (9/3/2021). Mantan Penasihat KPK itu juga mengungkapkan TP3 selanjutnya akan menyerahkan bukti-bukti pelanggaran HAM berat yang dimilikinya kepada kejaksaan, Komnas HAM, hingga kepolisian. Mahfud Md sebelumnya juga meminta TP3 membawa bukti yang dimilikinya ke kejaksaan dan Komnas HAM jika ragu akan profesionalisme kepolisian.[7] Pertanyaannya kemudian adalah, apakah benar kasus ini masuk ke dalam pelanggaran HAM berat?

Ketentuan Mengenai Pelanggaran HAM Berat

Amandemen UUD 1945 telah dilakukan 4 kali, yakni pada 1999, 2000. 2001, dan 2002. Sebelum amandemen, persoalan HAM diatur sebagai hak dan tugas warga negara yang memuat nilai-nilai hak asasi manusia dan termaktub dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 34 UUD 1945, juga dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/I998 tentang Hak Asasi Manusia.[8]

Sebagai tindak lanjut pasal-pasal dan TAP MPR tersebut, pada 23 September 1999 ditetapkan Undang-Undang No.: 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) . Substansi HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 pada dasarnya memuat hak-hak pokok warga negara yang terdiri dari:[9]
  • Hak untuk hidup;
  • Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
  • Hak mengembangkan diri;
  • Hak memperoleh keadilan;
  • Hak atas kebebasan pribadi;
  • Hak atas rasa aman;
  • Hak atas kesejahteraan;
  • Hak untuk turut serta dalam pemerintahan;
  • Hak khusus bagi wanita;
  • Hak anak.
Undang-undang No.: 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya Pasal 1 angka 6 mengatur mengenai pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik yang dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.[10]

Pelanggaran HAM sendiri terdiri dari dua jenis, yakni ringan dan berat. Apa saja jenis pelanggaran HAM yang termasuk di dalamnya? Jenis pelanggaran HAM pada umumnya dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: 1). Pelanggaran HAM ringan, yang biasanya cukup disebut sebagai pelanggaran HAM; 2). Pelanggaran HAM berat, yaitu meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan.[11]

Pertama, jenis pelanggaran HAM Ringan adalah pelanggaran yang tidak mengancam nyawa seseorang namun merugikan orang tersebut. Dewasa ini, banyak sekali terjadi bentuk-bentuk pelanggaran HAM ringan di tengah masyarakat, khususnya keluarga. Banyak sekali contoh-contoh pelanggaran HAM ringan yang dapat dijumpai di tengah kehidupan berkeluarga ataupun bermasyarakat, di antaranya adalah sebagai berikut: a). Orang tua yang memaksakan kehendaknya kepada anak. Seperti misalnya, memaksa anak untuk mengambil jurusan tertentu dalam perkuliahan padahal itu bukan keinginan si anak; b). Perlakuan tidak adil dalam persidangan; c). Tidak mendapat layanan pendidikan dan kesehatan yang sejajar; d). Tidak mendapatkan keadilan sosial di tengah masyarakat.[12]

Kedua, terdapat empat jenis pelanggaran HAM Berat, yaitu Keempat jenis pelanggaran HAM berat berdasarkan Statuta Roma dan Undang-undang RI No.: 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah: a). Kejahatan Genosida (Genocide); b). Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity); c). Kejahatan Perang (War Crimes); d). Kejahatan Agresi (Aggression).[13] 

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memusnahkan atau menghancurkan seluruh atau sebagian dari kelompok bangsa, kelompok etnis, kelompok agama, dan ras. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan atau kehancuran secara fisik baik seluruh maupun sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sementara itu, kejahatan kemanusiaan seringkali diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan sistematis. Adapun serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa: a). Pembunuhan; b). Pemusnahan; c). Perbudakan; d). Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e). Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan; f). Penyiksaan; g). Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pelacuran secara paksa, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h). Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, kebangsaan, ras, budaya, etnis, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i). Penghilangan orang secara paksa; j). Kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok ras atau kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.[14]

Kesimpulan

Jika dilakukan analisis hukum, dari fakta atas peristiwa KM 50 di atas yang kemudian dikaitkan dengan ketentuan Undang-undang No.: 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Jo. Undang-undang RI No.: 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, maka menurut hemat penulis peristiwa KM 50 tersebut belum masuk ke dalam kategori pelanggaran HAM Ringan maupun pelanggaran HAM Berat. Lalu masuk kategori pidana apa? Menurut hemat penulis, peristiwa KM 50 masuk ke dalam tindak pidana biasa seperti hilangnya nyawa orang lain baik karena kesengajaan atau kelalaian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
_____________
Referensi:

1. "Terungkap! Begini Kronologi Lengkap Enam Laskar FPI Tewas Ditembak Polisi", suara.com., 14 Desember 2020, https://www.suara.com/news/2020/12/14/072035/terungkap-begini-kronologi-lengkap-enam-laskar-fpi-tewas-ditembak-polisi?page=all
2. Ibid.
3. Ibid.
4. Ibid.
5. Ibid.
6. Ibid.
7. "Amien Rais dkk Klaim Punya Bukti Pelanggaran HAM Berat Km 50", detikNews.com., Selasa, 09 Mar 2021, Marlinda Oktavia Erwanti, https://news.detik.com/berita/d-5486677/amien-rais-dkk-klaim-punya-bukti-pelanggaran-ham-berat-km-50
8. "Isi Pasal 28 UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen", tirto.id., 29 Desember 2020, Desika Pemita, https://tirto.id/isi-pasal-28-uud-1945-sebelum-dan-sesudah-amandemen-f8eH
9. Ibid.
10. "Berikut Jenis Pelanggaran HAM Serta Pengertian dan Contohnya, Wajib Tahu", merdeka.com., Selasa, 22 Desember 2020, Reporter : Edelweis Lararenjana, https://www.merdeka.com/jatim/berikut-jenis-pelanggaran-ham-serta-pengertian-dan-contohnya-wajib-tahu-kln.html
11. Ibid.
12. Ibid.
13. Ibid.
14. Ibid.

Selasa, 09 Maret 2021

Pelaku Meninggal Dunia, Kapan Suatu Perkara Pidana Dinyatakan Gugur?

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform www.hukumindo.com telah membahas perihal "Contoh Surat Keterangan Ghoib Dari Kelurahan", juga sebelumnya platform ini telah menyinggung perihal "Kapan Seseorang Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia?", dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dibahas mengenai Pelaku Meninggal Dunia, Kapan Suatu Perkara Pidana Dinyatakan Gugur?

Peristiwa KM 50

Polisi menggelar rekonstruksi atau reka ulang penembakan 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Rizieq di ruas Tol Jakarta-Cikampek. Ada 4 titik terkait kasus ini. Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan antara polisi dan laskar FPI sudah melakukan kontak tembak di tempat kejadian perkara (TKP) 1 dan TKP 2. TKP 1 berada di bundaran Hotel Novotel Karawang, Jalan Internasional Karawang Barat, Margakaya, Kabupaten Karawang, sedangkan TKP 2 di Jembatan Badami, sekitar 600 meter dari TKP 1.[1]

Komjen Agus Andrianto memastikan bahwa dirinya bakal menuntaskan kasus-kasus besar yang menjadi perhatian publik jika sudah resmi dilantik sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri. Salah satu yang akan Kabareskrim baru ialah pada Desember tahun lalu yang hingga saat ini masih belum rampung. "Pasti (akan dituntaskan) karena itu atensi Pak Kapolri," kata Agus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (19/2).[2]

Baru-baru ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan status tersangka terhadap Mereka ditembak polisi di Jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50. Keenam almarhum jadi tersangka lantaran diduga menyerang anggota kepolisian. "Sudah ditetapkan tersangka, kan itu juga tentu harus diuji makanya kami ada kirim ke Jaksa biar Jaksa teliti," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi.[3]

Ketentuan KUHP Tentang Gugurnya Penuntutan Karena Meninggal Dunia

Bunyi Pasal 77 KUHP adalah sebagai berikut: "Kewenangan menuntut pidana hapus, bila si tertuduh meninggal dunia". (KUHP 83, 103; Sv. 391 dst.; IR. 367 dst.; RBg. 681 dst.).[4] Dengan kata lain,  dalam hal pelaku tindak pidana Meninggal Dunia, maka suatu perkara pidana dinyatakan gugur.

Hal ini berarti sebagaimana ketentuan Pasal 77 KUHP di atas, hak menuntut hukum gugur (tidak berlaku lagi) lantaran si terdakwa meninggal dunia. Apabila seorang terdakwa meninggal dunia sebelum ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut dari Jaksa Penuntut Umum gugur. Jika hal ini terjadi dalam taraf pengusutan (Penyelidikan dan atau Penyidikan), maka pengusutan itu dihentikan. Jika penuntutan telah dimajukan, maka penuntut umum harus oleh Pengadilan dinyatakan tidak dapat diterima (niet outvanhelijk verklaard).

Jika dikaitkan antara fakta hukum di atas, yaitu bahwa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan status tersangka terhadap Mereka (anggota FPI) ditembak polisi di Jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 lantaran diduga menyerang anggota kepolisian dengan ketentuan Pasal 77 KUHP bahwa hak menuntut hukum gugur (tidak berlaku lagi) lantaran si terdakwa meninggal dunia, maka dalam hal terjadi dalam hal tahap pengusutan (Penyelidikan dan atau Penyidikan) sudah selayaknya mengacu pada ketentuan dimaksud perkara dihentikan. Dengan kata lain diterbitkan SP3, atau Surat Penghentian Penyidikan Perkara oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
________________
Referensi:

1. "Kronologi Kejadian Km 50 Tol Japek Versi Komnas HAM Beda dengan Polri", news.detik.com., Selasa, 05 Jan 2021, https://news.detik.com/berita/d-5322242/kronologi-kejadian-km-50-tol-japek-versi-komnas-ham-beda-dengan-polri/2
2. "Kabareskrim Baru Agus Andrianto Jamin Kasus KM 50 Tuntas", cnnindonesia.com.,Jumat, 19/02/2021, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210219142718-12-608393/kabareskrim-baru-agus-andrianto-jamin-kasus-km-50-tuntas
3. "6 Almarhum Laskar FPI Jadi Tersangka, Polisi Dinilai Zalim", cnnindonesia.com., Kamis, 04/03/2021, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210304064126-12-613445/6-almarhum-laskar-fpi-jadi-tersangka-polisi-dinilai-zalim
4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Rabu, 03 Maret 2021

Contoh Surat Keterangan Ghoib Dari Kelurahan

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana", dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dibahas mengenai Contoh Surat Keterangan Ghoib Dari Kelurahan. Surat keterangan sebagaimana dimaksud, adalah sebagai salah satu bukti surat untuk membuktikan bahwa seseorang tidak diketahui keberadaannya. Surat keterangan tersebut lazim dipergunakan di lingkup Peradilan Agama ketika akan mengajukan gugatan perceraian. Perhatikan contoh berikut:[1]


PEMERINTAH KOTA BANDUNG
KECAMATAN _____________
KELURAHAN ________
Jl: Ir. H. Juanda No. 279 Blk Kodepos 40135 tlp. +62 22 2515667
________________________________________________________

SURAT KETERANGAN
No: 1463/SKSG/DG/VIII/2017

Yang bertanda tangan di bawah ini Lurah _____ Kecamatan _______ Kota Bandung dengan ini
menyatakan bahwa:

Nama: ________________
No. KTP/NIK, berlaku hingga: 3273026810900005, Seumur Hidup
No. KK, dikeluarkan tanggal: 3273023007100196, 31 Maret 2015
Jenis Kelamin: Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir: Bandung, 190-10-28, 00:0
Kewarganegaraan: WNI
Status: Kawin
Pekerjaan: Karyawan Swasta
Agama: Islam
Alamat: Jalan Dago Barat No. 77, RT: 008/RW: 005

Surat Keterngan ini diperlukan untuk : Melengkapi Administrasi ke Pengadilan Agama Bandung berdasarkan pengantar RT/RW No. 474.2/320/VIII/2017 dan Surat Pernyataan ybs tanggal 21 Agustus 2017 yang menyatakan bahwa suaminya yang bernama Irvan Ivada Hamzah telah pergi meninggalkan rumah sejak tanggal 25 Desember 2016 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya di wilayah Republik Indonesia.

Surat Keterangan ini dinyatakan tidak berlaku apabila terjadi pelanggara peraturan Perundangundangan dan Perda Kota Bandung serta apabila terdapat kekeliruan/kesalahan dalam pembuatannya, pemohon/pemegang bersedia mempertanggung jawabkan secara hukum tanpa melibatkan pihak manapun.

Surat keterangan ini berlaku Satukali Keperluan

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk menjadikan periksa dan guna seperlunya.

Bandung, 21 Agustus 2017

Tanda Tangan
Yang Bersangkutan              Lurah ________

Ttd.

---------------------------            -----------------------
                                             NIP. -----------------
_______________
Referensi:

1. pa-bandung.go.id.

Selasa, 02 Maret 2021

Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Sebelumnya platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Contoh Permohonan Penetapan Akta Kematian", lihat juga "Contoh Surat Dakwaan" , "Contoh Surat Tuntutan" serta "Contoh Pledoi (Nota Pembelaan)", dan pada kesempatan yang berbahagia ini akan dijabarkan mengenai Contoh Nota Keberatan (Eksepsi) Perkara Pidana. Eksepsi adalah salah satu tahapan dari proses beracara dipengadilan dalam perkara pidana. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak kepada terdakwa untuk menyampaikan keberatan yang lazim juga disebut dengan eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Perhatikan contoh berikut ini:


EKSEPSI PENASEHAT HUKUM TERDAKWA III
Perkara Pidana No: XX/Pid.B/2012/PN.XYZ

Untuk dan atas nama Terdakwa :

Nama : ROMI Pgl. ROM Bin ARIFIN;
Tempat Lahir : Denai;
Umur/Tanggal Lahir : 37 Tahun/ 16 September 1970;
Jenis Kelamin : Laki-Laki;
Kewarganegaraan : Indonesia ;
Tempat tinggal : Jl. Sudirman No. 8900 RT.01/RW.01, Kel. Baru, Kecamatan Denai Barat Kota Denai;
Agama : Islam ;
Pekerjaan : Staf Notaris/PPAT Setia, S.H.;
Pendidikan : D-III;

Adalah selaku Terdakwa 3 dalam Perkara Pidana Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/ 0412;

Ketua dan mejelis hakim yang terhormat
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Sidang yang kami mulyakan

PENDAHULUAN

Dengan hormat,

Kami yang bertandatangan dibawah ini :

1. BOY YENDRA TAMIN, S.H., M.H.
2. DIDI CAHYADI NINGRAT, S.H.

Keduanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada kantor "Boy Yendra Tamin & Rekan", beralamat di Jalan  XXX Perumahan Bumi Indah -11  – Kota Denai , untuk bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN berdasarkan kekuatan hukum Surat Kuasa tertanggal 09 Mei 2012, dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denai di bawah Nomor : XX/SK/PID/V/2012/PN.XYZ, mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan Majelis Hakim kepada kami untuk mengajukan keberatan/eksepsi terhadap dakwaan saudara Jaksa  Penuntut Umum, bertindak untuk dan atas nama kepentingan hukum Terdakwa 3, perlu untuk menyampaikan Eksepsi atas surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/0412, tanggal 19 April 2012 dan dibacakan pada persidangan pekara a quo.

Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum dalam menegakkan supremasi hukum, mendampingi Terdakwa 3 ROMI Pgl. AD ROMI Bin ARIFIN, dimana kami dan Jaksa Penuntut Umum adalah sama-sama beranjak dari hukum yang berlaku, namun dalam perkara ini kami berbeda pendapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa III didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud di bawah ini:

DAKWAAN
            Melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KEDUA :
            Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KETIGA:
            Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.
ATAU
KEEMPAT:
            Melanggar Pasal 372 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.

Majelis hakim yang terhormat
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati

Bahwa untuk menyingkat waktu, kami mohon bahwa surat dakwaan dianggap telah dimuat secara lengkap dalam eksepsi ini. Kita semua sependapat Sdr. Jaksa Penuntut Umum mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP, bahwa setiap perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh siapapun tidak boleh dibiarkan dan haruslah dilakukan penyidikan serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh ditawar-tawar, dalam arti siapapun yang bersalah harus dituntut dan dihukum setimpal dengan perbuatannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang menghukum orang yang bersalah merupakan tuntutan dari hukum, keadilan dan kebenaran itu sendiri. Sebab jika tidak dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan sendi-sendi dalam penegakan supremasi hukum. Tetapi disamping itu, tidak seorangpun boleh memperkosa kaedah-kaedah hukum, keadilan dan kebenaran untuk maksud-maksud tertentu dan dengan tujuan tertentu. Begitu pula dalam perkara ini, kita semua sepakat untuk menegakkan sendi-sendi hukum dalam upaya kita mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam kaedah-kaedah hukum di dalam KUHAP.

Kegagalan dalam penegakan keadilan (miscarriage of Justice) adalam merupakan persoalan universal dan actual yang dihadapi oleh hampir semua bangsa dalam menegakkan system peradilan pidananya (Criminal Justice System). Seseorang pejabat yang mempunyai kuasa dan wewenang yang ada padanya untuk  memberikan keadilan, ternyata mengunakan kuasa dan wewenangnya yang ada padanya justru untuk memberi ketidak adilan. Demikian parahnya ketidakadilan tersebut, sehingga situasi hukum di Indonesia digambarkan dalam kondisi DESPERATE, berada pada titik paling rendah (titik nadir).

Persoalan ini juga merupakan issue penting ditengah upaya memajukan dan menegakkan hak-hak asasi manusia dan demokrasi yang merupakan pilar penting dari penegakkan pemerintahan yang baik (good governance). Kegagalan dalam penegakkan keadilan dalam sistem peradilan pidana diulas oleh Clive Walker ; dijelaskan suatu penghukuman yang lahir dari ketidak jujuran atau penipuan atau tidak berdasarkan hukum dan keadilan bersifat korosif atau klaim legitimasi Negara yang berbasis nilai-nilai sistem peradilan pidana yang menghormati hak-hak individu. Dalam konteks ini kegagalan penegakan keadilan akan menimbulkan bahaya bagi integritas moral proses hukum pidana. Lebih jauh lagi hal ini dapat merusak keyakinan masyarakat akan penegakan hukum;

Bahwa dihadapan majelis Hakim yaitu sebagai “Dominus Litis” yang tidak berpihak, saat ini ada dua pihak yang berperkara yaitu : Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut dan Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN yang didampingi oleh Penasehat Hukumnya yang melihat hukum tersebut dari fungsinya yang berbeda, dan selanjutnya Majelis Hakim memandang kedua belah pihak  sama tinggi dan sama rendah, Majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini tanpa mempunyai kepentingan pribadi di dalamnya;

Dengan demikian, majelis hakim akan dapat menempatkan dirinya pada posisi yang netral dan tetap eksis sebagai pegayom keadilan dan kebenaran dalam usaha terwujudnya kepastian hukum (reachable to legal certainity) seperti yang didambakan oleh masyarakat secara luas pada waktu ini;

Mengacu kepada maksud yang terkandung dalam Pasal 156 (1) KUHAP, atas nama Terdakwa 3 ROMI Pgl. ROMI, maka kami sampaikan EKSEPSI/Keberatan atas surat dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum dengan alasan-alasan yuridis sebagai berikut :

Bahwa pada kesempatan ini, tepat sekali kiranya Majelis Hakim menyoroti kualitas dakwaan yang telah disampaikan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum, apakah tindakan hukum yang dilakukan, rumusan delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang dimaksud oleh KUHP dalam perkara ini apakah sudah tepat dan benar serta apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer” yang sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum” yang dapat  menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara yuridis ;

Jika ditinjau dari sudut pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menuntut bahwa surat dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap memuat semua unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka terlihat bahwa dakwaan sdr. Jaksa Penuntut Umum masih belum memenuhi persyaratan yang dimaksud oleh Undang-undang tersebut baik dari segi formil maupun dari segi materilnya. Keterangan tentang apa yang dimaksud tentang dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi mengakibatkan batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan Terdakwa 3 dalam melakukan pembelaan ;

Memperhatikan bunyi pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua) unsur yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu :

Syarat Formil (Pasal  143 ayat (2) huruf a.
Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat tanggal, ditandatagani oleh Penuntut Umum serta memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan Terdakwa.

Syarat Materil (Pasal 143 ayat (2) HURUF b.
Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Selanjutnya Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas memyebutkan bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat materil ; surat dakwaan menjadi batal demi hukum atau “null and void” yang berarti sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu.

Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas dan lengkap” oleh Pedoman pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI halaman 12, menyebutkan :

Yang dimaksudkan dengan cermat adalah ;

Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya :

-       Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;
-       Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat ;
-       Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut ;
-       Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;
-       Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem ;

Yang dimaksud dengan jelas adalah :
Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur atau tidak jelas (obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan.

Yang dimaksud dengan lengkap adalah :
Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsure-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam  dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.

Adapun keberatan/Eksepsi kami ini adalah sebagai berikut :

A. PERKARA TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN ADALAH MURNI PERKARA PERDATA

1. Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terhadap perkara yang bukan kewenangan pengadilan untuk mengadili dapat diajukan sebagai bentuk keberatan/perlawanan (verweer). Dalam perkara a quo surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Terdakwa 3 tidak memperhatikan tentang kewenangan relatif dari pengadilan. Terhadap apa yang telah dilakukan Terdakwa adalah murni merupakan wilayah Hukum Perdata/Akta Jual Beli antara saksi korban LISNAWATI selaku Penjual dengan ROHANA selaku Pembeli dimana dalam pembuatan Aktanya Jual belinya mengunakan jasa kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, S.H., atas kesepakatan para pihak artinya sesuai dengan isi Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, Pihak Pertama yaitu Lisnawati telah menjual tanah hak miliknya seluas  944 KM2 yang berlokasi di kelurahan Kota Baru RT/08 RW.03 Kecamatan Denai Utara Kota Denai seharga Rp. 135.000.000,- (seratus tiga puluh lima juta rupiah) kepada pihak kedua yaitu Rohana selaku Pembeli.

2. Bahwa berdasarkan dan/atau berkaitan dengan hak Kepemilikan atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, telah mengacu/sesuai kepada Pasal 19  peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan PP Nomor 24/1997 yang menyatakan “setiap perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, haruslah dibuktikan dengan akta” ;

3. Demikian juga dalam KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa kepemilikan tanah atau suatu benda tak bergerak haruslah dibuktikan dengan surat sertifikat atau akta. Dan sebaliknya apa bila ada pihak-pihak yang menyatakan sebagai pemilik hak atas tanah, sesuai Pasal 163 HIR dan Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata dalam hal membuktikan adanya hak atas tanah adalah dengan memperlihatkan sertifikat (actorie incumbit probation). Karena hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg (hak yang mengikuti kemana saja pemiliknya).

Sebagai contoh sertifikat hak milik atas nama Lisnawati yang dipinjam oleh saksi Rohana dengan alasan untuk kepentingan bisnis, tapi oleh karena pihak Bank yang bersangkutan tidak mau memproses jika sertifikat a quo bukan atas yang bersangkutan (saksi Rohana), guna dijadikan jaminan kredit ke sebuah bank, kemudian dikaitkan dengan surat pernyataan yang dibuat oleh saksi Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011.telah membuktikan bahwa proses berpindah tangannya sertifikat hak milik atas nama pemegang hak, saksi korban Lisnawati ke tangan saksi Rohona dilakukan pada BPN Kota Denai murni atas kesepakatan para pihak untuk membantu saksi Rohana dalam menjalankan bisnisnya dengan cara terlebih dahulu melakukan transaksi jual beli atas sertifikat a quo dengan mengunakan kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, SH, yang sebelumnya telah diurus terlebih dahulu oleh Notaris/PPAT Susi Amir yang selanjutnya memerintahkan stafnya yaitu Terdakwa 3 untuk membantu mengurusnya, atas kesepakatan para pihak, artinya sesuai dengan isi Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, dan selanjutnya saksi Rohana mengajukan pinjaman/kredit ke sebuah bank senilai Rp. 100.000.000,- yang salah satunya adalah menjaminkan sertifikat a quo beserta bangunan yang ada diatasnya kepada pihak bank yang bersangkutan,  yang selanjutnya atas pinjaman/kredit tersebut telah cair uang senilai Rp. 90.873.500,- (sembilan puluh juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah) kepada saksi Rohana, yang mana uang a quo diserahkan saksi Rohana kepada terdakwa I. Zamzami Pgl.  Zam;

Namun kesepakatan antara para pihak diatas (saksi Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam) yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga melahirkan tuntutan dari saksi korban Lisnawati yang atas tindakan dan perbuatan wanprestasi serta melawan hukum saksi Rohana dan terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam yang selanjutnya menyeret-nyeret terdakwa 3 dalam perkara a quo.

Bahwa oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum Stufen Bouw Theory dari Hans Kalsen, dimana hukum tersebut tidak dicampur adukan dengan pidana, selaras dengan prinsip hukum lex spscialis systematic derogate lex generalis (asas kekhususan yang sistematis). Ketentuan pidana yang bersifat khusus adalah berlaku apabila pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk memperlakukan ketentuan perdata tersebut sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus. Sedangkan secara yuridis baik KUHPerdata dan UU Pokok Agraria tidak ada mengatur secara khusus apabila terjadi kekhilafan, penipuan dalam jual beli hak atas tanah sanksi yang diberikan oleh hukum adalah membatalkan akta jual beli tersebut dengan tuntutan ganti rugi, sebab penipuan dalam akta jual beli hak atas tanah bukan merupakan tindakan criminal/ pidana yang mestinya diacam dengan sanksi pidana.

Apapun bentuk perselisihan dalam Akta Jual Beli apalagi ada surat kesepakatan para pihak (saksi Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam) antara  pihak pembeli dan penjual tanah haruslah diselesaikan dalam hukum perdata, karena akta jual beli tersebut telah menjadi UU bagi para pihak yang membuatnya. Dalam KUHPerdata tanah dianggap bersengketa jika dilakukan Gugatan di pengadilan kemudian oleh hakim yang memeriksa perkara menetapkan bahwa tanah ini disita jaminkan (CB) dan oleh majelis hakim memerintahkan kepada BPN setempat untuk menuliskan dalam buku tanah, bahwa tanah ini bersengketa dan tidak dapat dilakukan pemindahan hak sampai adanya keputusan yang inkrah. Oleh karena itu dakwaan Penuntut Umum a quo haruslah tidak diterima/batal demi hukum.

B. SURAT DAKWAAN TERHADAP TERDAKWA 3 TERDAPAT PERTENTANGAN SATU DENGAN LAINNYA.

1.  Bahwa mencermati dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut Umum, maka Dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa III pada pokoknya adalah sebagai berikut;;
·         Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
·         Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal  56 ke-2 KUHP
·         Didakwa melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
·         Didakwa melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP

2.  Bahwa memperhatikan dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut umum tersebut, maka NYATALAH dakwaan penuntut umum adalah dakwaan yang memuat pertentangan satu dengan lainnya, merugikan kepentingan pembelaan diri Terdakwa 3 dan pertentangan iisi perumusan perbuatan satu dengan lainnya tersebyt menimbulkan keraguan dalam diri terdakwa 3 tentang perbuatan yang didakwakan kepadanya.

3.  Bahwa  hal yang kami kemukakan pada angka 1 dan 2 di atas adalah dimana Penuntut Umum telah menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap terdakwa 3 dan juga sekaligus menerapkan ketentuan Pasal 56 ke-2 terhadap diri Terdakwa 3. Dengan perumusan dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 3 tersebut,  Perumusan dakwaan yang demikian jelas FAKTA YANG TIDAK TERBANTAH DARI DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TERDAKWA 3 sebagai DAKWAAN  YANG MEMUAT PERTENTANGAN SATU DENGAN YANG LAINNYA.

Terdakwa 3 didakwa “TURUT MELAKUKAN dan TURUT MEMBANTU” melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 372 dan 378 KUHP.  Jadi terhadap perbuatan tindak pidana yang sama  baik dalam hubungannya dengan pasal 372 KUHP maupun terhadap Pasal 378 KUHP, Terdakwa 3 didakwa turut melakukan (medeplegen) atau turut serta melakukan sebagaimana ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau karangan untuk melakukan kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 56 ke-2  KUHP.

Bahwa Terdapatnya perumusan dakwaan yang saling bertentangan tersebut MAKIN KUAT, dimana pada dakwaan ke-Satu terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, TEAPI kemudian dalam dakwaan ke-Empat  terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo melaknggar pasal 56 ke -2 KUHP. Demikian pula pada dakwaan ke-Dua terdakwa 3 didakwaa melanggar pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, TETAPI pada dakwaan Ke- TIGA Terdakwa didakwa melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP. BAHKAN Uraian-uraian perbuatan dari dakwaan Kesatu. Kedua, Ke-Tiga dan Keempat adalah uraian yang sama persis.

Sesuai dengan  Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 296 K/PID/1987 tanggal 15 Maret 1991 dimana seorang terdakwa melakukan penyertaan (deelneming) dalam hal melakukan (plegen), turut serta melakukan (medeplegen), menyuruh melakukan (doemplegen) dan dengan sengaja membujuk (uitlokking) sesuai ketentuan pasal 56 KUHP dicampur-adukkan menjadi satu sehingga isinya bertentangan satu dengan lainnya yang mengakibatkan terdakwa menjadi ragu terhadap tindak pidana mana yang didakwakan kepadanya oleh Putusan Mahkamah Agung dinyatakan surat dakwaan batal demi hukum

Dalam kaitan uraian perumusan dakwaan Penuntut Umum di atas dan Putusan Mahkamah Agung  tersebut, maka jelas pula bahwa surat dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, jelas dan lengkap sebagaimana syarat materil ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP, maka sebagaimana ketentuan pasal 143 ayat 3) KUHAP, surat dakwaan itu diancam batal demi hukum (nul and void) yang berarti bahwa dari semula tidak ada surat dakwaan atau tidak ada suatu tindak pidana yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu. Oleh sebab itu, kiranya demi kepastian hukum dan rasa keadilan hukum bagi Terdakwa 3, maka kami mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk membatalkan demi hukum dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa 3 dan membebaskan Terdakwa 3 dari segala dakwaan Penuntut Umum.

C. PERUMUSAN SURAT DAKWAAN  TERHADAP TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN TIDAK SINGKRON DENGAN HASIL PEMERIKSAAN PENYIDIKAN

Terdakwa 3 didakwa oleh Penuntut Umum secara alternative yakni melanggar Pasal 372, dan Pasal 378 Jo pasal 55 dan 56 KUHP. Dakwaan tersebut adalah merupakan dakwaan yang tidak benar atau palsu karena dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak mengakomodir terdapatnya fakta-fakta yuridis yang telah disampaikan oleh terdakwa 3 saat penyelidikan, penyidikan di kepolisian, maupun pada saat proses penuntutan pada Kejaksaan Negeri Denai, fakta-fakta ini yaitu:

a.   Tidak dijadikannya surat pernyataan dari saudara saksi Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011  yang pada intinya bahwa saksi Rohana.secara hukum telah menyatakan :
§  Menyerahkan sepenuhnya kepada siapun atau pihak manapun untuk menjual sebidang tanah perumahan seluas 944 M2 dengan SHM nomor : XX/tahun 1986  yang berlokasi di kelurahan Koto Baru Kecamatan Denai Utara Kot0 Denai.

b. Bahwa disinyalir ada konspirasi yang sangat kuat/kental antara saksi korban Lisnawati, dengan saksi Rohana dalam usaha untuk menjerumuskan/menjebak Terdakwa 3 dalam permasalahan hukum sekarang ini, konspirasi hal ini semakin nyata karena tidak dijadikannya saksi Rohana sebagai terdakwa dalam perkara a quo,

Hal ini sengaja di lakukan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya, sehingga terbukti bahwa klaim sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan dalam surat Dakwaanya yang menyatakan “…., tidak membacakan atau tidak menjelaskan isi akta tersebut sebelum saksi Lisnawati membubuhkan tanda tangannya pada akta jual beli nomor : XXX/2011.” adalah dalil yang kosong/palsu dan tidak benar sama sekali. Karena secara hukum semua perkejaan tersbeut telah dikerjakan oleh terdakwa 3 dan sebelumnya telah ada kesepakatan atara para pihak tersebut untuk melakukan transaksi jual beli atas sertifkat a quo dan saksi Lisnawati sendiri mengetahui sejak awal bahwa yang ditanda tangani dan dibubuhkan tanda tangannya adalah akta jual beli, bukan pengurusan IMB, apalagi JPU dalam menrumuskan surat dakwaanya hanya melulu merujuk kepada keterangan saksi yang bersumber dari pengakuan saksi korban Lisnawati dengan mengenyampingkan fakta hukum lainnya.

M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya “Pembahasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana" pada hal. 415 dengan tegas memyebutkan “Rumusan Surat dakwaan tidak boleh Menyimpang dari hasil penyidikan”. 

Artinya, uraian surat dakwaan penuntut umum tersebut tidaklah berdasarkan fakta yang sebenarnya, kenapa hal ini dilakukan ? apakah fakta tersebut sengaja disembunyikan dan tidak disampaikan dalam surat dakwaan, demi tercapainya tujuan atau mission penuntut umum dengan cara mengaburkan surat dakwaan tersebut. Hal demikian jelaslah akan menyulitkan posisi Terdakwa 3 dalam pembelaan. Oleh karena itu dakwaan Jaksa penuntut umum adalah kabur (obscuur libele).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas dengan segala hormat dan demi tegaknya hukum dan keadilan bagi kita semua pihak, kami mohon kepada Majelis hakim yang mulia, kiranya perkara Terdakwa 3 ini dihentikan pemeriksaannya, apabila persidangan ini terus/tetap. Maka mengembalikan posisi Terdakwa 3 dalam keadaan semula sangat sulit dan namanya telah terlanjur tercemar, APALAGI TERDAKWA ADALAH SEORANG STAF NOTARIS YANG HANYA MELAKSANAKAN PERINTAH DAN TUGAS KENOTARISAN SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU DAN TUNDUK KEPADA KODE ETIK KENOTARIATAN YANG MEMPUNYAI MEKANISME PERTANGGUNGAJWABAN DAN PENGAWASAN TERSENDIRI SECARA UNDANG-UNDANG KENOTARISAN;

Bahwa Terdakwa 3 adalah seorang yang menjalankan tugas kenotarisan untuk menyampaikan dan membacakan akta jual Beli yang dibuat Notaris Emma Nama S.H. atas kuasa lisan dari Notaris Setianti, S.H. dan Notaris Setianti S.H. mendapat kuasa lisan dari Notaris Emma Nama S.H. untuk membacakan akta jual beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo. Bahwa apabila terjadi kesalahan teknis pembacaan dari akata jual beli dimaksud  yang dibacakan atau disampaikan Terdakwa 3 yang mendapat perintah dan kuasa lisan dari Notaris Setia SH yang juga mendapat kuasa lisan dari Notaris Emma Nama, SH, maka kesalahan teknis tersebut sudah diatur sanksinya dalam UU  No.: 204 tentang Notaris.  Dalam hubungan ini, Penuntut Umum telah luput memperhatikan keberadaan UU Notaris sebagai UU khusus dan kerananya Dakwaan Penuntut Umum sudah seharusnya dibatalkan terhadap Terdakwa III.

Bahwa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, NYATA-NYATA “menyembunyikan” keberadaan terdakwa 3 sebagai seorang yang sedang menjalankan tugas kenotarisan atas kuasa lisan dari Notaris Setia S.H., dan permintaan pembacaan Akta Jual Beli tersebut itu pun atas permintaan terdakwa II dan faktanya sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri, Saksi Lisnawati (saksi Korban) membubuhkan tanda tangannya, demikian pula saksi  Rohana juga membubuhkan dan mengakui tanda tangannya pada Akta Jual Beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo.  Apabila kemudian Saksi Korban Lisnawati berdalih, ia tidak tahu surat apa yang ditanda tanganinya dan membuat alibi sebagai surat mengurus IMB  tentu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Terdakwa II  sebagai orang yang meminta pembacaan akta dirumah  saksi Lisnawati dan saksi Rohana dan sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri penanda tangan akta tersebut terlaksana dan kedua saksi bukanlah orang buta huruf. Oleh karena pekerjaan kenotarisan yang dijalan Terdakwa III atas kuasa lisan dari Notaris Setia SH  sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pekerjaan yang dijalan terdakwa 3 tunduk pada UU No. dan bukan pada ketentuan KUHP dan selaras dengan prinsip hukum lex spscialis systematic derogate lex generalis. Dalam hal ini pekerjaan yang dijalankan Terdakwa 3  sebagai kuasa lisan dari Notaris Setia S.H. belum diuji dengan ketentuan UU Kenotarisan, dan oleh sebab itu dakwaan Penuntut Umum terdakwa 3 adalah dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dan karenanya sudah seharusnya dibatalkan demi hukum. 

D. KESIMPULAN

Bahwa kami sangat mengharapkan agar Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan alasan dan argument hukum yang dikemukan dalam tanggapan dan keberatan ini berdasarkan asas yang sesuai dengan hukum acara  (due process) dan sesuai dengan hukum (due to the law) sehingga dapat membenarkan dan mengabulkan kesimpulan yang kami kemukankan di bawah ini :

1. Perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum berada diluar jangkauan atau berada di luar jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi KUHPerdata ;
2. Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 3  Mengenyampingkan UU  Tentang Kenotariatan/PPAT sebagai undang-undang yang khusus.
3. Sehubungan dengan itu, tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa 3 ROMI Pgl. Romi Bin ARIFIN tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan mulai penyidikan, Penuntutan, dan peradilan ;
4. Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa 3 ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN dalam perkara ini GUGUR demi hukum ;
5. Meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peritiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut.

Sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukan dan telah disimpulkan di atas, kami Penasehat Hukum Terdakwa memohon kehadapan Majelis hakim yang Mulia dalam memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan putusan sela dengan amarnya sebagai berikut :

1. Menyatakan Eksepsi/Keberatan Terdakwa 3 diterima;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Denai tidak berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum  setidak-tidaknya terhadap Terdakwa 3 batal demi hukum;
4. Atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak diterima;
5. Membebaskan Terdakwa 3 dari segala Dakwaan;
6. Memulihkan nama baik Terdakwa 3 pada keadaan semula;
7. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara;

Atau, kami selaku Tim Penasehat Hukum mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk dapat memeriksa, mempertimbangkan dan mengadili perkara ini menurut fakta hukum dan keyakinan Majelis Hakim, sehingga akan diperoleh suatu kebenaran materiil dan keadilan yang seadil-adilnya bagi Terdakwa 3.

Kota Denai, 16 Mei 2012

Hormat Kami,
B Y T & REKAN
Advocates & Legal Consultants

Ttd.

BYT, S.H., M.H.                    DCN, S.H.
_______________
Referensi:

1. "Contoh (Eksepsi) Surat Keberatan dalam Perkara Pidana", gubukhukum.blogspot.com., Diakses pada tanggal 2 Maret 2021, http://gubukhukum.blogspot.com/2015/04/contoh-eksepsi-surat-keberatan-dalam.html".

Basic Requirements for Foreign Direct Investment in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Suspect Still Underage, Murder Case in ...