Senin, 06 Juli 2020

Bicara Hukum Perceraian Laudya Cynthia Bella

(Terkini.id)

Oleh:
Mahmud Kusuma, S.H., M.H.

Baru-baru ini kabar perceraian datang dari pasangan selebrity lintas negara tetangga, yaitu Laudya Cynthia Bella dan Engku Emran. Dalam keterangan pers-nya, Laudya Cynthia Bella mengaku hubungannya 'sudah selesai' dengan Engku Emran. 

Kabar Perceraian

Sebagaimana dikutip Detik.com, pengakuan Laudya Cynthia Bella terkait pemberitaan tentang rumah tangganya: "Saya ingin menjelaskan bahwa kami berdua sudah sama-sama sepakat untuk berpisah secara baik-baik". Laudya Cynthia Bella mengatakan sudah berusaha semampu tenaga untuk mempertahankan rumah tangganya dengan Engku Emran. Namun, takdir berkata lain mengenai hal itu. Sudah berbagai upaya yang kami lakukan dan ini adalah takdir Allah SWT, rumah tangga kami hanya sampai di sini. Sudah segala proses kami lalui dan saat ini sudah selesai." beber Laudya Cynthia Bella lagi. "2 tahun beliau menjadi suami saya. Banyak sekali kebaikan, hikmah dan pembelajaran yang saya dapat. Insyaallah hikmah, pembelajaran semua yang saya dapat ini, bisa saya jadikan bekal, bisa saya simpan untuk saya menjadi wanita yang Insyaallah bisa jauh lebih baik lagi, amin," terang Laudya Cynthia Bella.[1]

Kabar perceraian ini tentu merupakan kabar yang pilu. Dikarenakan sebelumnya, perceraian juga terjadi pada pasangan lintas negara tetangga, yaitu antara Bunga Citra Lestari dengan Ashraf Sinclair, hanya saja pada pasangan terakhir ini cerainya adalah cerai mati, bukan cerai hidup. Kembali ke soal perceraian Laudya Cynthia Bella dengan Engku Emran, akan menarik jika soal ini ditarik ke dalam ranah hukum, khususnya hukum Indonesia. Tapi sidang pembaca harap maklum dikarenakan terbatasnya data yang Penulis peroleh, akan tetapi hal ini tentu saja tidak menjadikan suatu halangan dalam berkarya berupa memberikan semacam opini hukum kilat.

Duduk Perkara Singkat

Laudya Cynthia Bella menikah dengan Engku Emran di Malaysia pada 8 September 2017. Pernikahan itu pun digelar sangat jauh dari pemberitaan media. Bahkan media Malaysia juga tak diizinkan untuk mengambil gambar pernikahan itu.[2]

Tak lama kemudian, Laudya Cynthia Bella dengan Engku Emran mengadakan resepsi (pernikahan) di Bandung, Jawa Barat. Dalam resepsi itu, Laudya Cynthia Bella mengundang teman-temannya yang tidak hadir di Malaysia saat ijab-kabul berlangsung.[3]

Setelah menikah, Laudya Cynthia Bella memutuskan untuk tinggal di Malaysia bersama sang suami. Namun untuk urusan pekerjaan, Laudya Cynthia Bella masih bolak-balik Jakarta-Malaysia. Dari pernikahan itu, Laudya Cynthia Bella tersebut belum dikaruniai momongan. Sedangkan Engku Emran sendiri sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya.[4]

Fakta-fakta Hukum & Ketentuan Hukum

Fakta hukum pertama yang harus dicermati tentu saja adalah Pernikahannya. Sebagaimana telah dikutip di atas, bahwa "Laudya Cynthia Bella menikah dengan Engku Emran di Malaysia pada 8 September 2017". Fakta hukum pertama yang penting dan harus digaris bawahi di sini adalah bahwa pernikahan kedua sejoli ini dilakukan di Malaysia. Sedangkan soal resepsi pernikahan yang diadakan di Bandung adalah peristiwa seremonial, tidak terkait langsung sebagai fakta hukum.

Jika dikaitkan dengan ketentuan hukum Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, khususnya Pasal 56 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut:
"(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini".
Dengan demikian, jika dikaitkan antara fakta hukum di atas bahwa pernikahan antara Laudya Cynthia Bella dan Engku Emran adalah terjadi di Malaysia, dengan ketentuan hukum Indonesia yaitu Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, khususnya Pasal 56 ayat (1) yang baru saja dikutip, maka sepanjang perkawinan dimaksud tidak melanggar ketentuan Undang-undang Perkawinan Indonesia, perkawinan antara Laudya Cynthia Bella menikah dengan Engku Emran yang terjadi di Malaysia adalah juga sah menurut hukum Indonesia. 

Kemudian Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tersebut adalah berbunyi sebagai berikut:
"(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka".
Dengan demikian, jika dikaitkan antara ketentuan hukum Pasal 56 ayat (2) Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan fakta hukum dimaksud bahwa seharusnya sebelum jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal  8 September 2017, pasangan ini mendaftarkan perkawinannya di Kantor Pencatatan Perkawinan di Indonesia di wilayah dimana mereka tinggal. Akan tetapi hal ini hanya menjadi asumsi, dikarenakan penulis tidak mendapat data mengenai benar atau tidaknya pasangan ini kemudian mendaftarkan pernikahannya di tanah air. Jikapun memang benar bahwa pada tanggal 8 September 2017 pasangan ini telah menikah di Malaysia dan berlaku hukum Malaysia, namun tidak mendaftarkannya dalam jangka waktu dimaksud kepada otoritas yang ditunjuk oleh hukum Indonesia, maka dimata hukum Perkawinan kedua pasangan ini menjadi tidak tercatat. Penulis boleh berpendapat dalam hal demikian, maka perkawinannya adalah semacam perkawinan siri di dalam konteks praktik negara kita.

Fakta hukum kedua yang harus dicermati adalah Perceraiannya. Dalam lanjutan keterangan pers-nya, Laudya Cynthia Bella mengatakan: "Sudah berbagai upaya yang kami lakukan dan ini adalah takdir Allah SWT, rumah tangga kami hanya sampai di sini. Sudah segala proses kami lalui dan saat ini sudah selesai", jelasnya.[5]

Fakta hukum kedua yang penting dan harus digaris bawahi di sini adalah bahwa segala proses kami lalui dan saat ini sudah selesai. Frase "sudah selesai" inilah yang menekankan pentingnya fakta hukum di sini, namun tentu saja menyisakan beberapa pertanyaan kemudian. Fakta hukum di atas jika dikaitkan dengan ketentuan hukum Indonesia yaitu Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, khususnya Pasal 39 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
"(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak.
..."
Juga tunduk dengan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi sebagai berikut: 
"(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
..." 
Maka, dalam hal perkawinan antara Laudya Cynthia Bella dengan Engku Emran ini dilakukan di Malaysia dan telah didaftarkan di Indonesia ke otoritas yang ditunjuk Undang-undang, dan selanjutnya proses perceraiannya pun sudah seharusnya melalui prosedur Gugatan di Pengadilan. Namun dari fakta yang penulis dapatkan dari kalimat bahwa "segala proses kami lalui dan saat ini sudah selesai", ketentuan hukum yang mengatur bahwa Laudya Cynthia Bella harus menggugat cerai Engku Emran di Pengadilan di wilayah hukum Indonesia tidak didukung oleh fakta. Dari kalimat di sebutkan sebelumnya "segala proses kami lalui dan saat ini sudah selesai", mungkin saja proses hukum perceraian kedua pasangan ini telah dilakukan di Malaysia dengan aturan hukum di negara tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, asumsi hukum serta aturan yang ada, maka apabila ditelisik lebih dalam, dalam hal memang pernikahan pasangan ini tidak pernah mendaftarkannya di wilayah hukum Indonesia, a.k.a Perkawinan Siri, maka tidak ada kewajiban, khususnya bagi Laudya Cynthia Bella yang menyandang status kewarganegaraan Indonesia untuk menggugat Engku Emran di Pengadilan Indonesia terkait perceraiannya. Dengan demikian, hubungan pasangan ini 'telah selesai' dengan sendirinya.
___________________________
1. "Laudya Cynthia Bella dan Engku Emran Sudah Resmi Cerai!", www.Detik.com, 01 Juli 2020, https://hot.detik.com/celeb/d-5074949/laudya-cynthia-bella-dan-engku-emran-sudah-resmi-cerai
2. www.Detik.com, Ibid.
3. www.Detik.com, Ibid.
4. www.Detik.com, Ibid.
5. "Laudya Cynthia Bella dan Engku Emran Cerai, Cuma Bertahan 2 Tahun", www.Detik.com, 04 Juli 2020, https://hot.detik.com/celeb/d-5079676/laudya-cynthia-bella-dan-engku-emran-cerai-cuma-bertahan-2-tahun

Sabtu, 04 Juli 2020

Kebolehan Menerapkan Kompetensi Relatif Berdasarkan Tempat Tinggal Penggugat

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Actor Sequitor Forum Rei Tanpa Hak Opsi", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Kebolehan Menerapkan Kompetensi Relatif Berdasarkan Tempat Tinggal Penggugat.

Pasal 118 ayat (3) HIR kalimat pertama, memberi hak kepada Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat. Kebolehan menerapkan kompetensi relatif berdasarkan tempat tinggal Penggugat, dengan syarat sebagai berikut:[1]

  • Apabila tempat tinggal atau kediaman Tergugat tidak diketahui. Maksudnya, tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui. Rumusan Pasal 118 ayat (3) HIR mempergunakan juga kata-kata tempat tinggal Tergugat tidak dikenal dianggap tidak rasional. Maksud yang sebenarnya, tempat tinggal tergugat tidak diketahui. Pasal 390 ayat (3) HIR, telah mengatur tata cara pemanggilannya melalui panggilan umum oleh Walikota atau Bupati.
  • Penerapan katentuan ini, tidak boleh dimanipulasi oleh Penggugat. Agar penerapan yang memberi hak bagi Penggugat mengajukan Gugatan kepada Pengadilan Negeri, di tempat tinggal Penggugat, perlu diikuti dengan surat keterangan dai pejabat yang berwenang, yang menyatakan tempat tinggal Tergugat tidak diketahui. Yang dianggap paling objektif dan kompeten mengeluarkan surat keterangan tentang itu adalah Kepala Desa (atau Lurah) tempat terakhir Tergugat bertempat tinggal.
Ketentuan mengenai kebolehan penerapan ini, lebih jelas diatur dalam Pasal 99 ayat (3) Rv, yang berbunyi: "Jika ia (Tergugat) tidak mempunyai tempat tinggal yang diakui, dihadapan hakim di tempat tinggal Penggugat". Penerapan ketentuan ini beralasan, dan efektif mengatasi Tergugat yang beritikad buruk menghilangkan jejak tempat tinggalnya. Karena dengan ketentuan ini, undang-undang membuka jalan bagi Penggugat membela dan mempertahankan haknya melalui Pengadilan, meskipun Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya.[2] 
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 197.
2. Ibid. Hal.: 197.

Kamis, 02 Juli 2020

Actor Sequitor Forum Rei Tanpa Hak Opsi

(iStock)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Actor Sequitor Forum Rei dengan Hak Opsi", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Actor Sequitor Forum Rei Tanpa Hak Opsi.

Kebalikan dari penerapan actor sequitor forum rei dengan hak opsi adalah tanpa opsi. Undang-undang tidak memberi hak opsi kepada Penggugat, meskipun pihak Tergugat terdiri dari beberapa orang. Ketentuannya diatur pada kalimat kedua Pasal 118 ayat (2) HIR dan Pasal 99 ayat (6) Rv yang menjelaskan:[1]
  • Dalam hal para tergugat satu sama lain mempunyai hubungan: a). Yang satu berkedudukan sebagai debitur pokok atau debitur principal; b). Sedangkan yang selebihnya, berkedudukan sebagai penjamin (borgtocht; guarantor) berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata;
  • Maka dalam kasus yang demikian, kompetensi relatif Pengadilan Negeri yang mengadili perkara adalah: a). Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal debitur pokok (principal); b). Kepada penggugat tidak diberi hak mempergunakan hak opsi untuk memilih Pengadilan Negeri berdasarkan daerah hukum tempat tinggal penjamin.
Menghadapi kompetensi relatif yang berkenaan dengan sengketa yang timbul antara kreditur dengan debitur serta penjamin, undang-undang tetap mempertahankan sifat asesor perjanjian penjaminan, sehingga untuk menentukan kompetensi relatif Pengadilan Negeri dalam penyelesaian sengketa, mutlak berpatokan pada tempat tinggal debitur pokok (principal). Oleh karena itu, hukum tidak membenarkan pengajuan gugatan kepada Pengadilan Negeri berdasarkan daerah hukum tempat tinggal penjamin.[2] Penulis berpendapat bahwa rasio legis yang digunakan oleh undang-undang cukup jelas, meskipun kedudukan guarantor juga penting, akan tetapi tetaplah kedudukan guarantor adalah sebagai ikutan dari perjanjian pokok yang timbul antara kreditur dengan debitur.
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 196.
2. Ibid. Hal.: 196-197.

Actor Sequitor Forum Rei dengan Hak Opsi

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu redaksi Hukumindo.com telah membahas mengenai "Asas Actor Sequitor Forum Rei", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Actor Sequitor Forum Rei dengan Hak Opsi.

Ketentuan penerapan asas actor sequitor forum rei yang memberi hak opsi kepada Penggugat memilih salah satu Pengadilan Negeri diatur dalam Pasal 118 ayat (2) HIR, kalimat pertama yang menegaskan: "Jika tergugat lebih dari seorang, sedangkan mereka tidak tinggal di dalam itu, dimajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat salah seorang dari Tergugat itu, yang dipilih oleh Penggugat".[1]

Ketentuan tersebut sama dengan Pasal 99 ayat (6) Rv. Bahkan rumusan Rv lebih jelas, yang berbunyi sebagai berikut: "Dalam hal ada beberapa Tergugat, di hadapan hakim di tempat tinggal salah satu tergugat atas pilihan Penggugat".[2]

Bertitik tolak dari ketentuan itu, kepada Penggugat diberi hak opsi pengajuan Gugatan berdasarkan asas actor sequitor forum rei dengan acuan penerapan:[3]
  • Tergugat yang ditarik sebagai pihak, terdiri dari beberapa orang (lebih dari satu orang);
  • Masing-masing Tergugat, bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri yang berbeda. Misalnya, A bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri Bogor, B di daerah hukum Pengadilan Negeri Sukabumi, dan C di daerah hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta;
  • Dalam kasus yang seperti ini, undang-undang memberi hak opsi kepada Penggugat untuk memilih salah satu Pengadilan Negeri yang dianggapnya paling menguntungkan. Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri Bogor, Pengadilan Negeri Sukabumi, atau Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Menghadapi kasus seperti ini, Penggugat tidak diharuskan mengajukan gugatan kepada masing-masing Tergugat secara terpisah dan berdiri sendiri kepada setiap Pengadilan Negeri sesuai dengan asas actor sequitor forum rei. Gugatan sah diakumulasi kepada semua Tergugat, dan kompetensi relatifnya dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Negeri yang dipilih Penggugat. Penerapannya yang demikian ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 261 K/Sip/1973, tertanggal 19 Agustus 1975.[4]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 195.
2. Ibid. Hal.: 195.
3. Ibid. Hal.: 195.
4. Ibid. Hal.: 195.

Rabu, 01 Juli 2020

Asas Actor Sequitor Forum Rei

(Getty Images)

Oleh:
Tim Hukumindo

Terdahulu platform Hukumindo.com telah membahas mengenai "Kewenangan Relatif Pengadilan Negeri", serta Pada kesempatan ini akan membahas tentang Actor Sequitor Forum Rei.

Patokan menentukan kewenangan mengadili dihubungkan dengan batas daerah hukum Pengadilan Negeri, merujuk pada ketentuan Pasal 118 HIR (Pasal 142 RBg). Akan tetapi, untuk memperjelas pembahasannya, sengaja berorientasi juga pada Pasal 99 Rv. Berdasarkan ketentuan-ketentuan itu, dapat dijelaskan beberapa patokan menentukan kompetensi relatif sebagaimana dijelaskan berikut ini.[1]

1. Actor Sequitor Forum Rei

Patokan ini digariskan Pasal 118 ayat (1) HIR yang menegaskan: a). Yang berwenang mengadili suatu perkara adalah Pengadilan Negeri tempat tinggal Tergugat; b). Oleh karena itu, agar gugatan yang diajukan Penggugat tidak melanggar batas kompetensi relatif, gugatan harus diajukan dan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri yang berkedudukan di wilayah atau daerah hukum tempat tinggal Tergugat.[2]

Mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di luar wilayah tempat tinggal Tergugat, tidak dibenarkan. Rasio (legis) penegakkan patokan actor sequitor forum rei atau forum domisili, bertujuan untuk melindungi Tergugat. Siapapun tidak dilarang menggugat seseorang, tetapi kepentingan Tergugat harus dilindungi dengan cara melakukan pemeriksaan di Pengadilan Negeri tempat tinggalnya, bukan di tempat tinggal Penggugat.[3]

a. Yang dimaksud dengan Tempat Tinggal Tergugat

-Tempat kediaman, atau
-Tempat alamat tertentu, atau
-Tempat kediaman sebenarnya.[4]

b. Sumber Menentukan Tempat Tinggal Tergugat

-Berdasarkan KTP,
-Kartu Rumah Tangga,
-Surat Pajak, dan
-Anggaran Dasar Perseroan.[5]

c. Perubahan Tempat Tinggal Setelah Gugatan Diajukan

Apabila terjadi perubahan tempat tinggal, setelah gugatan diajukan:
- Tidak memengaruhi keabsahan gugatan ditinjau dari segi kompetensi relatif;
- Hal ini demi menjamin kepastian hukum (legal certainty) dan melindungi kepentingan Penggugat dari kesewenangan dan itikad buruk Tergugat.[6]

d. Diajukan kepada Salah Satu Tempat Tinggal Tergugat

Apabila Tergugat memiliki dua atau lebih tempat tinggal yang jelas dan resmi, gugatan dapat diajukan Penggugat kepada salah satu Pengadilan Negeri, sesuai dengan daerah hukum tempat tinggal tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Putusan MA Nomor: 604 K/Pdt/1984, tertanggal 28-9-1985.[7]

e. Kompetensi Relatif Tidak Didasarkan Atas Kejadian Peristiwa yang Disengketakan

Seperti yang sudah dijelaskan, Pasal 118 ayat (1) HIR telah menetapkan patokan kompetensi relatif Pengadilan Negeri mengadili suatu perkara, berdasarkan tempat tinggal tergugat (actor sequitor forum rei). Patokannya bukan locus delicti seperti yang diterapkan dalam perkara pidana.[8]

f. Penerapan Asas Actor Sequitor Forum Rei Apabila Objek Sengketa Benda Bergerak dan Tuntutan Ganti Kerugian Atas Perbuatan Melawan Hukum

Memang hal ini tidak disebut secara tegas dalam Pasal 118 ayat (1) HIR, namun hal itu disimpulkan jika ketentuan ini dihubungkan dengan Pasal 118 ayat (3), yang menegaskan, apabila objek gugatan barang tidak bergerak, Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya barang tersebut terletak. Dalam Rv, hal itu disebut dengan tegas dalam Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi: "Seorang tergugat dalam perkara pribadi yang murni mengenai benda-benda bergerak dituntut di hadapan hakim di tempat tinggalnya". Penerapannya ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2558 K/Pdt/1984, tanggal 20 Januari 1986. Menurut putusan ini, oleh karena yang disengketakan bukan mengenai benda tetap (barang tidak bergerak), melainkan tentang ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) kebun Penggugat terbakar, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) RBg (sama dengan Pasal 118 ayat (1) HIR), kompetensi relatif yang harus ditegakkan dalam penyelesaian perkara adalah berdasarkan asas actor sequitor forum rei, bukan asas forum rei sitae (letak barang) yang digariskan Pasal 142 (4) RBg (Pasal 118 ayat (3) HIR).[9]
____________________
1.“Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, M. Yahya Harahap, S.H., Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 192.
2. Ibid. Hal.: 192.
3. Ibid. Hal.: 192.
4. Ibid. Hal.: 192. 
5. Ibid. Hal.: 193.
6. Ibid. Hal.: 193.
7. Ibid. Hal.: 193.
8. Ibid. Hal.: 193-194
9. Ibid. Hal.: 194.

Basic Requirements for Foreign Direct Investment in Indonesia

   ( iStock ) By: Team of Hukumindo Previously, the www.hukumindo.com platform has talk about " Suspect Still Underage, Murder Case in ...